Membeli Motor Idaman
"Jaey, ini ada motor yang kamu cari." Seru Herman padaku yang sedang sibuk bermain hape menonton ikatan cinta, sinetron favoritku. Kami berdua memang tidak membeli televisi di tempat kost.
"Ah masa sih mas, coba kulihat."
Kawannya itu mendekatkan hape Nokia 5.3 miliknya. Benar saja, di situs OLX ada seseorang yang jual motor yang dicarinya. Sebuah motor ninja 150 CC warna merah keluaran tahun 2020, motornya seakan melambai-lambai memintaku meminangnya, harganya 23 juta rupiah. Baru tiga tahun, masih fresh seperti Amanda Manopo bintang idolaku.
Yah, aku memang sangat suka dengan motor ber CC besar. Ini semua karena ayahku Satria sering mengajakku untuk menonton balap motor di sirkuit Sabaru. Arena balap kendaraan roda dua ini bukan ada di Jepang tapi di Palangkaraya Kalimantan Tengah. Maklum, ayahku dulu mantan pembalap juga yang bercita-cita ingin mengaspal disana biarpun tidak kesampaian.
Karena hal itu maka tak aneh kalo impianku ingin menjadi pembalap profesional. Sayangnya ketika ku sampaikan cita-citaku, begini responnya.
"Nak, cukup bapak saja yang jadi pembalap, kamu mendingan meneruskan usaha bapak mengelola kebun karet, syukur syukur nanti bisa memiliki pabrik pengolahan sendiri."
Tentu saja aku kecewa, seorang calon penerus Valentino Rossi gugur.
Walaupun begitu hasrat ku tetap bisa ku salurkan. Motor F1ZR yang sudah dimodif milik bapakku jadi pelampiasan. Kejar-kejaran dengan polisi sudah beberapa kali sampai nginap beberapa hari di sel, RX King mah lewat. Balapan dengan teman atau lawan jangan ditanya, dan yang paling berkesan ketika sukses membonceng gebetan yang merupakan idola di SMA, lakik banget lah.
Tapi akhirnya petualangan itu berakhir ketika motor kesayangan ku, eh bapakku salto di aspal. Aku dirawat lima hari di rumah sakit dengan kenang-kenangan puluhan luka jahitan. Motornya jangan ditanya lagi ya, langsung dijual oleh Satria bapakku, tentunya setelah diservis terlebih dahulu karena stangnya bengkok dan bodinya ancur, sehancur hatiku karena setelah kejadian itu malah pacarku minta putus.
Agar kejadian tersebut tidak terulang lagi maka waktu kuliah aku diungsikan ke Banten, tepatnya di kota Serang padahal aku penginnya di Jakarta atau Bogor yang dekat sirkuit Sentul.
Alasan bapak tidak bisa dibantah, di Serang ada bibiku yang menikah dengan orang sini sehingga bisa mengawasi ku. Padahal aku yakin, paling bapakku milih disini karena biaya hidup dan kost lebih murah daripada di ibukota. Aku milih kost karena malas dengan pamanku yang suka ngajak ke masjid atau pengajian, aku kan penginnya pacaran ~
Kuliah aman saja sampai suatu kejadian membuatku ingin memiliki motor Ninja. Jadi ceritanya gunung Karang meletus, dan karena tempat kostku dekat dengan gunung tersebut maka ketiban abu dan juga pasir. Aku tentu saja panik karena baru kali ini menghadapi bencana seperti ini. Biasanya di Kalimantan cuma banjir atau kabut asap.
Untunglah di saat darurat itu ada seorang mahasiswa dari Jawa yang satu tempat kost denganku.
"Jaey, pakai motorku saja, STNK nya entah dimana, yang penting selamat dulu lah. Besok baru balikin." Katanya sambil memberikan kunci motor Honda Supra nya padaku, ia sendiri naik motor temannya. Aku hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih karena memang disini tidak punya kendaraan roda dua, kemana-mana nebeng Herman teman satu kost ku. Bapakku masih trauma dengan kecelakaan dulu.
Segera saja aku bersama Herman turun ke bawah menuju daerah aman menghindari hujan abu dan pasir bersama warga sekitar. Sambil mengendarai aku mbatin, kok Supra nya si Agus lambat dan berat tarikannya ya, ngga seperti F1ZR ku dulu, dasar tak tahu diri aku memang hihihi.
Wuzzz... Tiba-tiba sebuah kendaraan roda dua berwarna merah menyalip ku. Aku terkesima, ternyata itu Ninja RR milik khanif, teman satu kuliahku yang juga ngekost tak jauh dari tempatku. Saat itu juga aku mbatin, aku harus punya Ninja juga.
Pucuk dicinta Satria pun tiba. Karena kejadian itu bapakku langsung menelpon untuk mengetahui keadaan ku.
"Pak, bapak pengin aku selamat kan, ngga pengin aku mati jomblo kan, pengin lihat aku kawin dengan Amanda kan, please belikan aku motor pak."
Akhirnya Satria mengalah. Ia memberikan uang 20 juta, tentu saja lewat transfer untuk beli motor, dengan pesan agar berhati-hati. Bapak ngga akan keluarin kalo kamu masuk penjara akibat kebut-kebutan. Ya tentu saja pak, ongkos tiket pesawat Kalimantan Banten lebih mahal daripada tilang.
Mungkin dalam benak bapak, 20 juta paling dapatnya Honda Beat, tidak tahu kalo duit segitu bisa buat Ninja. Ngga apa-apalah seken yang penting Ninja, iyakan.
Segera saja ku seret Herman untuk menuju ke san menuju Cikande tempat motor idamanku berada. Ku kira dekat ternyata jauh banget, plus ditambah kemacetan di daerah industri kawasan modern. Dari kota Serang aku sudah cukuran, ternyata sampai Cikande brewokan lagi.
Aku lalu cek kondisi motor: minus di footstep, pajak mati dua tahun, dan beberapa perintilan. Aku nego dan ternyata hanya kurang sedikit, 22,5 juta pas nya.
"Kemahalan Jaey, kita cari yang lain saja." Bisik Herman padaku.
Apa, tidak jadi. Oh ini mengaduk emosional ku yang sudah jauh-jauh datang ke kesini dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama begitu melihatnya, seperti aku melihat Amanda. Aku langsung bayar cash. Aku memang punya uang tabungan 4 juta, sisa dari uang kiriman tiap bulan yang memang aku kumpulkan selama ini, total uang tabungan dan kiriman ada 24 juta.
Aku langsung geber Ninja 150 dobel R itu, sementara Herman mengekor dengan Honda Vario miliknya.
Masih ada sisa sejuta setengah dikantong, cukup buat beli oli baru, pertamak sama footstep, klakson, dan perintilan lainnya pikirku. Disini kan Jawa, apa-apa pasti murah. Aku lalu memberi tahu temanku kalo ingin mencari onderdil dan menyuruhnya pulang lebih dulu.
Murah mbahmu salto, ternyata onderdil Ninja muaaahalnya minta ampun. Footstep nya saja harganya 1,7 juta, belum lagi klakson dan lainnya, mana cuma satu toko yang jual lagi.
Terpaksa aku batalkan.
Aku lalu larikan motor tersebut, mumpung jalanan sepi karena sudah agak malam. Tarikannya enak coy, dengan enteng aku libas beberapa kendaraan bermotor roda dua termasuk motornya Herman. Lakik banget lah, mana brewokan lagi.
Sial, di perempatan Ciruas karena agak sepi maka aku terobos lampu merah. Eh tak lama kemudian sebuah sepeda motor mengejar ku dan aku terpaksa berhenti.
"Bisa aku lihat SIM dan STNK nya mas?" Kata petugas berseragam itu, yang seumuran dengan bapakku.
Sial pasti kena tilang, pajak mati mana tak punya SIM lagi. Dengan lesu ku keluarkan surat motor dan kartu mahasiswa dari dompetku.
Polisi itu manggut-manggut." Kamu lahir tahun 1998 ya?"
"Iya pak, kenapa?"
"Enggak, biasanya mahasiswa kan umurnya 19 atau 20 tahun. Kalo kamu lahir 98 berarti umurmu 25, sering bolos ya." Katanya sambil tertawa.
Asu kataku, tentu saja cuma dalam hati.
Setelah membayar denda aku lalu pulang ke tempat kost. Sengaja ku taruh kendaraan kesayangan ku di bagian depan agar banyak yang melihat, tentunya dengan harapan dapat pujian.
Sial, bukannya dapat pujian aku malah dikatain goblok oleh si Agus.
"Kalo iri bilang saja Gus." Jawabku sewot.
"Lha gimana ngga goblok, itu khanif mau jual motor Ninja nya cuma 20 juta, masih mulus semua, mana pajaknya hidup." Yang diiyakan oleh khanif.
Ternyata benar, cinta itu memang butuh banyak pengorbanan, apalagi kalo cintanya pada Ninja.
TAMAT
Salut sama bapaknya, selain jago balap juga sayang banget sama anaknya.
Tapi kok hujan abu serasa hujan dimusim kering ya.
Akibat terlalu kesusu padahal ada motor yang lebih bagus di depan hidung malah beli motor jelek yang ada di ujung Berung.. wkwkwk.. Jaey.. Jaey..kasian amat lu jadi orang, gawat.. wkwkwk
Kalau cinta Ninja bisa ke jepang, walaupun sekarang jumlah ninja semakin sedikit :D
Untung bae cerpen kalo nyata kan getun banged kwkww
Mana kebayang lagi jalanan Serang - Cikandenya macem mana, wkwkwkwk