Mengantarkan pesanan
"Mas Herman kesini dong."
Begitu membaca chat kekasihnya itu biarpun Herman capek habis pulang kerja dan sedang santai untuk istirahat tapi ia langsung ke rumahnya. Kebetulan tempat tinggalnya tidak terlalu jauh sehingga tidak memakan waktu.
"Ada apa dek, kok sepertinya penting sekali?" Tanyanya. Tumben sekali Ningsih memintanya datang malam hari begini. Ia memang baru pulang habis Maghrib, maklum kena macet di jalan. Apa mungkin sedang ada masalah, karena ia memang tidak pernah memanggil kecuali jika ada yang penting atau jangan-jangan ia ingin ketemu hanya karena kangen dirinya hehehe.
Begitu sampai di rumahnya, dilihatnya ia sedang gelisah di teras rumah. Tentu saja ia jadi ikutan deg degan juga. Wah, apakah Agus mengganggu nya, kurang ajar kalo begitu, pikir Herman yang melihatnya sebagai saingan dalam asmara.
"Ada apa dek, kok sepertinya kamu khawatir? Apa ada yang mengganggumu?"
Ningsih yang sedang berdiri terkejut tapi lega ketika ia melihat kekasihnya datang.
"Syukurlah mas Herman datang. Memang ada yang menggangguku mas."
Pemuda itu tentu saja terkejut bukan main. Ternyata benar dugaannya." Waduh kurang ajar tuh Agus, akan aku hajar dia sekarang."
Gadis muda itu tentu saja terkejut." Lho kok Agus?"
"Lha, kalo bukan dia, memang siapa yang mengganggu kamu dek?"
Ningsih geleng-geleng kepala, ia tahu pacarnya itu tidak suka dengan nya." Aduh mas, ini tidak ada hubungannya dengannya. Lagipula aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa."
Herman jadi nyengir karena salah sangka." Iya deh mas salah, maafkan mas ya dek. Ngomong ngomong memang apa yang mengganggu mu?"
Jika dalam keadaan lain mungkin gadis itu ngambek karena kekasihnya meragukan dirinya, tapi karena ada hal lain yang lebih penting maka iapun mengabaikan." Ini lho mas, sudah tiga hari terakhir ini, tiap jam 9 malam ada yang menelpon ku."
"Siapa yang menelepon?"
"Entahlah, aku tidak kenal. Awalnya aku kira ia pembeli yang ingin membeli kue dagangan ku karena nomor itu memang khusus buat jualan online. Tiap aku angkat dan jawab teleponnya tidak ada suara, serem pokoknya. Tiap aku putuskan maka beberapa menit kemudian ia menelpon lagi dan masih tanpa suara." Jelasnya dengan wajah ketakutan.
"Coba aku lihat nomornya."
Ningsih lalu memberikan smartphone miliknya. Herman memperhatikan nomornya, sebuah nomor dari operator seluler yang hanya 10 angka, mungkin nomor lama, tapi mengapa ia iseng mengganggu Ningsih, kurang ajar betul. Tapi pemuda itu hanya tersenyum, ia mengutak-atik hape itu dan menyerahkan lagi kepada pacarnya.
"Sudah, ia tidak akan bisa mengganggu mu lagi dek. Nomornya sudah aku blokir. Selamanya ia tidak akan bisa menelpon ataupun SMS kamu kecuali blokirnya dibuka."
"Sudah mas, aku sudah blokir nomornya sejak pertama ia nakutin aku, tapi tidak mempan."
Tentu saja anak muda berusia 25 tahun itu terkejut." Ah masa sih?"
"Kalo tidak percaya, silahkan mas Herman tunggu saja, sebentar lagi juga ia akan menelpon. Tapi mudah-mudahan saja memang nomornya sudah ke blokir oleh mas tadi."
Pemuda itu melihat jam tangannya, kurang beberapa menit lagi memang pukul 21.00.
Benar saja, tak lama kemudian ada telepon masuk, padahal jam 9 malam masih beberapa menit lagi. Herman yang penasaran segera saja mengangkat teleponnya.
"Hei, kamu jangan ganggu berani ganggu pacar saya lagi ya." Bentaknya pada sang penelepon.
Terdengar suara wanita kaget disana." Maaf kamu siapa ya, kenapa hape Ningsih ada sama kamu, dan apa maksudnya aku mengganggunya." Suaranya seperti wanita separuh baya.
Herman tentu saja naik pitam." Aku ini pacarnya Ningsih tahu, kenapa sih kamu suka menerornya, ayo jawab."
Suara wanita diseberang sana langsung meninggi." Siapa yang menerornya, aku cuma mau bilang besok tidak usah mengirim kue dulu karena toko ku tutup karena aku ada perlu penting."
Apa...! Tentu saja Herman jadi bingung dan panik, jangan-jangan ini langganan pembeli dari pacarnya. Ia lalu memberikan kepadanya.
Segera saja terjadi percakapan dan Ningsih beberapa kali minta maaf karena ternyata salah pengertian. Untunglah setelah dijelaskan dengan sabar oleh dirinya, wanita diseberang sana mengerti.
"Ia Bu Lisa, pemilik toko di kampung sebelah yang sudah jadi langganan saya. Untung berhasil aku jelaskan tadi. Kalo tidak, katanya aku disuruh cari pacar lagi, jangan mau sama cowok galak." Katanya sambil tertawa.
Herman tentu saja mukanya jadi merah. Beruntung Ningsih mengademkannya dengan bilang tidak apa-apa.
Tak lama kemudian muncul telepon lagi. Pemuda itu langsung mengangkatnya dan berkata sopan." Selamat malam, ini dengan siapa?" Karena nomor yang masuk tidak ada namanya, hanya berupa angka.
Tak ada suara apapun yang terdengar. Anak muda itu mengaktifkan loud speaker, tapi yang terdengar hanya suara seperti orang menyapu halaman dengan sapu lidi.
Srak srak srak...
Siapa pula yang menyapu malam malam begini, kurang kerjaan apa.
Tentu saja Herman jadi merinding juga apalagi ketika dilihatnya kekasihnya itu sudah pucat mukanya. Segera saja ia matikan telepon itu.
Belum sempat berpikir hapenya berdering lagi dari nomor yang sama. Dari awalnya takut pemuda itu jadi naik pitam, harus jaga gengsi didepan pacarnya dong.
"Halo, dengan siapa ini?"
Ajaib, kali ini ada suara yang menyahut, suara seorang lelaki agak tua." Saya Dadang, ingin beli kue dan tolong diantarkan sekarang uhuk uhuk..." Ia menyebutkan kue apa dan juga alamat sebuah desa disertai suara batuk batuk lalu telepon pun terputus.
Kebetulan kue yang dipesannya ada. Ketika ia cek di google maps ternyata tidak terlalu jauh walaupun tak dekat juga.
"Tak usah digubris dek, biarkan saja." Kata Herman ketika melihat kekasihnya itu diam saja.
"Kurasa sekarang kita harus kesana mas."
Hah, tentu saja ia kaget. Untuk apa mengantarkan kue kesana, mana sudah malam pula jam 9 lewat.
"Aku ingin tahu seperti apa mereka mas, kenapa mereka iseng sekali dan kalo bisa meminta agar jangan menelpon ku lagi, apalagi malam hari begini."
"Apa tidak sebaiknya tunggu besok saja, ini sudah malam lho." Katanya mengingatkan.
"Mas Herman takut ya?"
Di skakmat seperti itu tentu saja pemuda itu langsung dongkol. Segera saja ia menyanggupi.
Lima belas menit kemudian mereka sudah menuju desa yang dituju. Kampung itu sudah sunyi sepi, hanya satu dua orang saja yang ada di luar rumah.
"Sepertinya di perempatan jalan ini kita belok kiri ya?" Tanya herman pada pacarnya, dilihatnya suasana sunyi sepi, hanya bunyi jangkrik yang terdengar karena kiri kanan hanya kebon saja.
"Kayaknya sih begitu mas."
Motor Nmax milik pemuda itu jalan kembali. Ternyata dari perempatan jalan itu tidak terlalu jauh, hanya 500 meteran sudah tampak sebuah bangunan yang berdiri sendiri, tak ada yang lainnya. Rumah itu sendiri memiliki gaya klasik seperti di film film Suzanna tahun 1980an. Cukup besar dan megah walaupun catnya sudah pudar semua, sungguh tempat yang cocok buat uji nyali. Pintu pagar tampak terbuka, mungkin sudah tahu akan ada tamu yang datang.
Walaupun agak bimbang karena pencahayaan lampu yang temaram di teras rumah. Kiri kanan rumah hanya tampak kegelapan malam.
"Mas, kita pulang saja yuk." Kata Ningsih sambil tangannya memegang erat tangan pemuda itu. Herman sendiri sebenarnya agak takut juga tapi demi jaga gengsi lelaki ia menggelengkan kepalanya walaupun dalam hati ia sebenarnya gemas juga pada pacarnya, sudah dibilang waktu di rumah tapi tetap ngeyel pergi.
"Sudah tanggung, biar aku yang bicara sama mereka, kamu tunggu saja di motor ya."
Gadis muda itu menggeleng, di jalan sendirian, mana daerah asing lagi. Lebih baik berdua bukan.
Srak srak srak...
Tiba-tiba terdengar suara seperti orang menyapu halaman. Sontak mereka berdua menengok ke sumber suara, dalam kegelapan malam tampak seorang wanita sedang menyapu memakai sapu lidi, cuma karena agak jauh dan gelap jadi tidak terlalu kentara, apakah ia muda, dewasa atau sudah tua.
Edan, malam malam begini menyapu. Sungguh seperti tidak ada pekerjaan saja.
Pintu rumah tiba-tiba terbuka dan seorang lelaki separuh baya berdiri di belakang mereka, wajahnya tampak kaku, pakaian nya juga tak kalah dengan rumah miliknya yakni pakaian tempo dulu seperti di film Suzanna. Tentu saja kemunculannya bikin mereka berdua kaget bukan main.
"Se..Selamat malam, apakah bapak pak Dadang, kami datang untuk mengantarkan pesanan anda." Entah dapat kekuatan darimana, Ningsih bisa bicara juga.
"Silahkan masuk." Tuan rumah mempersilahkan kedua tamunya untuk masuk dengan membuka pintu lebih lebar, suaranya terdengar agak kaku.
Herman dan Ningsih saling berpandangan, sebenarnya mereka enggan tapi pembeli harus diperlakukan dengan baik bukan. Ingat, pembeli adalah raja, asal jangan raja ngutang saja.
Mereka berdua lalu duduk di sebuah sofa yang empuk biarpun desainnya agak jadul. Ada sebuah lukisan dinding yang mengingatkan Herman pada lukisan milik kakeknya di desa.
Setelah menyerahkan paket kue dan menerima pembayaran maka mereka berdua lalu meminta diri.
"Tunggu dulu, kalian sudah capek jauh-jauh datang. Cicipi dulu makanan istriku, aku yakin kalian lapar bukan karena jaraknya jauh." Tuan rumah mencegah.
"Ah tidak usah pak Dadang, kami tidak lapar karena sudah makan sebelum berangkat kesini tadi." Jawab Herman, tapi sialnya tiba-tiba perutnya berbunyi keruyukan karena memang sejak pulang kerja tadi ia belum makan, bedebah.
Hehehe... Pak Dadang tertawa." Tak usah sungkan, masakan istriku sangat enak, aku yakin kalian akan ketagihan nanti. Lastri, cepat kesini. Siapkan hidangan untuk anak-anak ini."
Seorang wanita muda berusia 25 tahun keluar sambil membawa masakan di atas nampan. Kalo saja tuan rumah tidak bilang istrinya pasti pemuda itu menyangka dia anaknya. Nampan itu berisi beberapa makanan yang masih hangat, terlihat dari asap yang mengepul. Ia kah yang menyapu tadi di halaman rumah?
Karena tuan rumah memaksa, akhirnya mereka berdua terpaksa makan, mana perut belum diisi lagi. Tak heran Herman yang tadinya sungkan malah balik menyantap makanan dengan lahap, tak terasa sudah habis dua piring, kalo tidak malu sebenarnya ia ingin nambah lagi. Ningsih sendiri hanya makan sekedarnya saja.
Akhirnya mereka berdua lalu pulang.
"Enak juga makanan tadi ya, tidak kalah dengan rumah makan di puncak."
"Enak sih, tapi entah mengapa perasaanku kok tidak enak mas."
"Ya memang sih, aku juga tadinya begitu, tapi ternyata mereka baik, tidak seburuk yang aku duga."
Gadis itu sebenarnya ingin mengangguk tapi urung ketika ia melihat sesuatu yang janggal." Mas, perasaan waktu kita berangkat tadi tidak lewat kuburan kan?"
Mendengar hal itu pemuda itu terkejut, lebih terkejut lagi ketika ia lihat kiri kanan jalan ternyata pemakaman umum yang luas. Buru buru ia kebut motornya.
Akhirnya sampai juga mereka di rumah penduduk. Dua tiga orang tampak duduk bermain kartu di poskamling, sedangkan ada juga yang sedang asyik ngobrol.
"Wah, anak zaman sekarang memang kalo pacaran itu suka kelewatan, sampai tengah malam begini." Tegur seseorang yang memiliki wibawa, mungkin ia ketua pemuda atau RT kali, usianya sekitar 40an.
"Maaf pak, kami memang pacaran tapi baru jam 9, rasanya belum tengah malam."
"Jam 9 kepalamu, ini sudah hampir jam satu, enak saja dibilang masih jam 9."
Mereka berdua tentu saja terkejut, Herman buru buru melihat jam di ponselnya, memang benar pukul 00.47. bagaimana mungkin, mereka cuma berbicara dan makan sebentar saja, tidak sampai setengah jam, kok dari jam 9 tahu-tahu sudah tengah malam.
Karena takut akhirnya Herman lalu bercerita terus terang kalo mereka baru mengantarkan pesanan di sebuah rumah yang ada di seberang sana. Tak lupa mereka menceritakan ciri-ciri orang dan juga tempat tinggalnya.
Mendengar ceritanya, salah seorang yang sudah tua geleng-geleng kepala." Kalian ini dikerjai hantu pak Dadang dan Lastri istrinya."
"Hantu?" Tentu saja Herman dan Ningsih terkejut bukan main.
"Iya, dulu 40 tahun lalu disana itu ada sepasang suami istri. Biarpun Lastri tampak muda tapi sebenarnya umurnya sama dengan Dadang suaminya. Konon istrinya memiliki pesugihan agar awet muda, sedangkan suaminya minta kekayaan tapi ada syaratnya yakni harus memberikan korban, entah benar atau tidak. Beberapa pemuda ditemukan mati dengan tidak wajar. Warga desa yang marah lalu membakar kediaman mereka disana itu dan suami istri itu tewas terbakar disana." Ujar kakek yang bercerita sambil menghembuskan asap rokoknya.
"Ah masa sih pak, tapi kenapa mereka masih mengganggu?"
"Entahlah, tapi ada kabar kalo tumbal nyawa yang harus mereka dapatkan berjumlah 40, sedang korban yang selama ini ada belum sampai segitu jadinya mereka gentayangan cari mangsa terus. Tiap orang yang kesana biasanya jadi tumbal mereka tidak bisa keluar rumah, kalo yang bisa keluar biasanya sakit perut. Kalian beruntung bisa keluar dan tidak apa-apa."
Makin merinding mendengarnya, akhirnya mereka berdua lalu permisi pamit. Dan benar saja, begitu sampai di rumah Ningsih, mereka mengalami sakit perut sangat hebat.
TAMAT
#uji nyali kan mbul hahhahahahhaha
mas mas...ini mbul penasaran penganan apa tuh yang dibawain lastri istri pak dadang, kan pinisepuh bilang kalau ditawarin makanan sama orangvasing terlebih malam (malamnya dimensi lain) jangan mauk, ni pasangan so sweet forever always herman ningsih kok akhirnya mau...mungkin ga enakan ya jadi mau nyomot makanannya..tapi untung aja bisa keluar dari itu rumah, kalau nda keesokan harinya akan eng ing eng...hiiiyyy sweremm
#bismilah yaaa jadi pertamax si mbulnya semoga aman jaya hihihi 🤭
Aku kebayangnya apa yang dimakan sama Herman dan Ningsih itu binatang mati atau daun mentah gitu kayak di film-film 🤮.
Cuma bagian ini Herman ngaku sudah makan tapi malah nambah dua piring ya, malah mo nambah lagi yg ketiga piring 🤣
Jd kebayang2 apaaa yg mereka makan malam itu di rumah pak Dadang & Lastri??
Hiiihhh
Saya juga pernah tuh, dapat telpom nomor tak dikenal. Pas diangkat ngga ada suara. Biasanya kalo dan sebel langsunv saya blokir. Untungnya ngga pake horor kaya Ningsih.
Lohh kok seram amat Mas Agus.. aku nggk mbayangin nek ceritanya bakal jadi seram. Heheh. Tak sangka pengen romantis2an itu si ningsih.. heheh
lahh labelnya cerpen, pasti bukan horor kalau gitu :D
mantul..... have a nice weekend
lahh dari jam 9 tau tau jam 1 dini hari. kalau aku udah pasti gemeteran juga pas tau kalau rumah pak dadang sebenernya nggak ada
si Ningsih ini baik banget, ada konsumen malam malam pun ya tetep dianterin
memang kita harus baik sama pembeli, karena pembeli adalah raja , iya kan mas agus
Aku baca ini di sore hari lagi seendirian di rumah dong, jadi serem sendiri wwkokwk
Aku mau komen di bagian Herman yg angkat telepon, langsung marah-marah. Ga taunya bukan yg menerornya, melainkan si ibu yang mau berurusan tentang dunia per-kue-an yaak hahaha
Kasihan Herman, untunng ibu itu bisa menerima penjelasan Ningsih 😁😁
Terus, ini pak Dadang siapa? Apa Pak Dadang Dewa Kipas yaaak
eh aku merinding lo
apalagi pas baca 40 tumbal memang kadang ada kejadian mirip kayak gini engga bakal berhenti kalau belum pas
dan kadang dininabobokkan soal waktu yang sebenarnya
kayak masih bentar eh ternyata udah lama
bagus mas
Maaf, gak baca pek selesai ceritanya serem sih??
Pasti besok aku kalo ke sana keingat ceritanya mas agus ini. Kalau pak dadang yg ngontrak dekat ibukku ini nyuguhnya cireng atau cincau. Soale dia jualan keliling gituan hehe gak bikin sakit peruut.
Di cerita Ini horrornya tidak banyak bumbu bumbu konyolnya kayak sebelum sebelumnya, creepy
Serem amat udh mati juga masih minta tumbal :o. Jadi pertanyaannya, apakah yg dimakan Herman dan Ningsih????? :P
Oh iya emang kue yang di jual si Ningsih ini berupa apa ya mas, kok bisa ada stok nya sampe malam, haha
Ngga pas tengah malam *)
Tapi ngga kalah serem juga dibaca sore hari gini ..., rada bikin jadi menciut.
Untung masih bisa keluar dari rumah itu ya, Man Herman. hihihi
Btw hantunya Pak Dadang keren, mas. Melek teknologi lho, dia. Sampai bisa telpon segala. 🤭
kok serem ya, untung bacanya di kamar, terus komennya pakai suara, hehehe.
lagian udah tahu terlalu malam, tetep aja dianterin, pakai acara mau makan pula di rumah orang asing.
terus tiba-tiba saya merinding dong, ternyata saya takut juga, hahaha.
tapi serius loh, jangankan di malam hari, siang hari aja saya takut angkat telepon, apalagi malam , tanpa nomor yang jelas pula.
yang ada, kalau bukan penipu, hantu deh yang telepon 😂😂😂
Btw yg dimakan mereka itu apaan mas? jangan2 ulet kaya yg di tipi2 itu
Jadi inget kkn desa penari deh, karena mereka juga kan dikasih makan sama makhluk goib😱
Itu si herman makan sampe habis 2 piring pula. Apaan tuh ya yg dimakan