Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen tidak jelas



 "Rindi, kok ibu bisa sakit sih?" Tanya kakakku Amelia ketika melihat ibu terbaring lemah di ranjang. Ia segera memegang dahi ibunya dan kaget karena panas sekali 

"Maaf kak, mungkin kemarin karena ibu kena hujan sedikit makanya jadi meriang." Jawabku.

"Jangan salahkan rindi Mel, ini salah ibu sendiri, kemarin mengambil jemuran karena hendak hujan, cuma tidak menyangka cepat sekali hujannya turun, uhuk uhuk..." Ibuku mengeluarkan batuk.

Aku sendiri hanya bisa diam karena memang begitulah adanya. Maklum usia ibu sudah 60 tahun lebih, kena hujan sedikit sedikit saja besar pengaruhnya. Biasanya jika kena sedikit aku oles pakai minyak kayu putih agak mendingan tapi kali ini tidak mempan, mungkin karena hawanya dingin terus dari semalam. Bapak sendiri sudah meninggal lima tahun lalu.

"Ya udah, Rindi kamu bawa kan aku minyak kayu putih biar ibu ku kerok." Perintahnya.

Aku menurut lalu segera mengambil minyak kayu putih. Ia segera mengurut badannya dengan obat oles tersebut. Setelah itu ia ngobrol dengan ibu sedangkan aku seperti biasa mengurus tetek bengek pekerjaan rumah apalagi Afandi anakku yang masih kecil suka bikin berantakan.

"Rin, aku pulang dulu ya." Ia pamit pulang, aku hanya mengangguk.

Tapi sayangnya obat yang biasa manjur itu tidak mempan. Badan ibu masih panas saja bahkan untuk berjalan ke kamar mandi pun susah sekali, akhirnya esok harinya aku telepon kakakku itu seperti biasa.

"Kita bawa ibu ke rumah sakit." Kata Amelia begitu ia memeriksa keadaan ibu yang sudah makin payah.

"Tapi..." Aku agak bimbang mengingat keuangan ku yang pas pasan. Maklum suamiku hanya buruh harian yang penghasilannya tidak menentu.

"Sudahlah, kamu tidak usah khawatir. Kesehatan ibu lebih penting." Jawabnya. Aku mengangguk dan menelpon suamiku mas Darmo untuk menjaga Afandi karena aku hendak ikut ke rumah sakit, sementara kakakku juga menelpon suaminya agar membawa mobil untuk membawa ibu ke rumah sakit.

Setengah jam kemudian sebuah mobil Toyota Innova datang, siapa lagi yang membawa kalo bukan mas Iwan kakak ipar ku. Mas Darmo sebenarnya hendak ikut tapi aku cegah, sebaiknya di rumah saja karena di rumah sakit ketat, tidak boleh banyak pendamping. Lagipula tidak baik bawa anak kecil ke sana, takut tertular penyakit.

Setelah di periksa oleh petugas medis maka ibu diharuskan dirawat di rumah sakit. Kami hanya setuju karena memang kalo melihat sakitnya itu parah dan harus dirawat.

"Rin, kamu beli obat yang disuruh dokter ya. Biar aku yang jaga ibu."

Aku menurut lalu menuju ke lantai bawah untuk membeli obat-obatan yang sudah ditulis dokter. Aku agak ragu karena sejujurnya hanya membawa sedikit uang di dompet, apakah cukup untuk menebus obat, semoga saja.

"Semuanya 740 ribu." Ucap petugas apotek sehingga aku terkejut, sudah kuduga uangku tidak cukup.

Untungnya tak lama kemudian kakakku turun dan langsung menuju kasir." Berapa obat untuk ibu Sopiah?" Sopiah adalah nama ibuku.

"Semuanya 740 ribu mbak."

Amelia langsung menanyakan apakah bisa menggunakan kartu ATM, yang langsung diiyakan oleh petugasnya. 

Setelah diberikan obat tersebut panas ibu mulai turun, Alhamdulillah.

"Kamu sudah makan belum?"

Aku hanya menggeleng karena memang belum makan. Kakakku langsung mengeluarkan dompetnya dan memberikan satu lembar uang berwarna biru.

"Ngga usah kak Amel." Tolakku tidak enak, obat ibu tadi juga semuanya dibayar olehnya.

"Ngga apa-apa, kamu kan harus jaga ibu, jadi harus makan, jangan sampai malah nanti kamu sakit." 

Terpaksa ku terima uang tersebut. Aku lalu segera keluar rumah sakit untuk makan dan juga membeli beberapa makanan ringan seperti roti. Aku juga lalu mengabarkan pada suamiku bahwa ibu sudah mendingan. Tak lama kemudian suara Afandi pun terdengar dan merengek minta aku segera pulang karena kangen. Aku hanya mengiyakan dan minta sabar serta nurut pada papanya. Setelah selesai memberi kabar aku pun kembali lagi ke rumah sakit.

"Maaf ya Rindi, aku pulang dulu. Aku punya banyak pekerjaan di kantor yang harus diselesaikan di rumah, tidak apa-apa kan?"

"Tidak apa-apa kak Amel, lagi pula aku bisa jaga ibu kok."

"Kalo ada apa-apa segera telepon aku ya. Aku langsung kesini. Aku tadi sudah deposit uang ke kasir, kalo ada kekurangan kamu tinggal telepon saja."

Aku hanya mengangguk dan merasa malu karena tidak bisa banyak membantu. Ku keluarkan uang 300 ribu yang ada di dompetku karena hanya itu yang kupunya tapi ditolaknya, buat keperluan kamu saja katanya. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih.

Setelah bersalaman maka kakakku pun pulang didampingi oleh suaminya mas Iwan. Aku lalu duduk di samping ibuku yang masih tertidur, kucoba meraba tangannya dan keningnya, panasnya sudah mulai turun. Akupun menghembuskan nafas lega. Ku buka gorden jendela dan melihat kebawah, dimana mobil kakakku keluar dari tempat parkir dan menuju jalan raya. 

Setelah sholat dan berdoa agar ibu cepat sembuh maka aku pun makan makanan yang tadi ku beli. Sedang asyik makan tiba-tiba hapeku berbunyi.

"Assalamualaikum kak Rindi, bagaimana keadaan ibu?" Tanya adikku Hamidah atau biasa dipanggil Ida. Suaranya terdengar khawatir. Suaranya agak sesenggukan.

Aku lalu menenangkan nya bahwa ibu baik-baik saja. Ia lalu minta bicara dengan ibu tapi aku memberi tahu nya kalo ibu sedang tidur.

"Maaf ya kak, aku tidak bisa kesitu. Maafkan aku." Isaknya lagi.

"Sudah, tidak apa-apa kok Ida, ada aku dan kak Amel. Kata dokter tadi tidak apa-apa, biasa penyakit karena usia."

Aku memang tidak mungkin menyalahkannya. Adikku ikut suaminya ke pulau Nusa tenggara barat karena adik ipar ku PNS. Sebagai PNS baru gajinya masih kecil, bahkan sudah tiga lebaran ini ia tidak bisa pulang kampung karena terkendala biaya.

Aku lalu menghiburnya dengan mengatakan semua baik-baik saja.

"Kak Amel ada disitu?"

Aku agak terkejut dengan nada pertanyaannya." Ada disini." Jawabku berbohong.

"Jangan bohong kak, paling ia pulang bukan?"

"Sudahlah Ida, kalo tidak ada kak Amel, bagaimana bisa bayar pengobatan ibu di rumah sakit ini?"

"Iya aku tahu sih, tapi tak bisakah ia mendampingi ibu sejenak dan meninggalkan pekerjaannya? Sungguh kalo aku punya uang aku juga langsung pulang kak menengok ibu." Katanya lagi dengan sedikit emosi.

Aku hanya diam mendengarkan. Sudah biasa ia emosi kalo menyangkut masalah orang tua. Ia dan kakakku memang kurang akur, sehingga ia memilih lebih ikut suaminya ke luar Jawa.

Akhirnya setelah capek ia memutuskan telepon sendiri. Aku sendiri tidak menyalahkan kak Amel. Ia sendiri sudah berjuang meniti karir dari bawah sampai akhirnya bisa menduduki posisi jabatan yang cukup strategis di perusahaan. Biarpun begitu ia harus fokus pada pekerjaan karena kalo lengah sedikit rekan kerjanya bisa menyikut. Itulah sebabnya ia harus fokus dengan pekerjaannya, tapi adikku Ida selalu berprasangka, menganggap ia sudah tidak sayang ibu. Pesan almarhum bapak agar ia dan kakak sulungnya itu akur tidak diindahkan.

Kak Amel sendiri tiap bulan selalu rutin tiap bulan mengirimkan uang untuk kebutuhan ibu. Jika tidak ada uang kirimannya maka aku bisa kelimpungan karena pendapatan suaminya mas Darmo hanya cukup untuk makan kami bertiga, itupun pas pasan. Ida sendiri kadang mengirimkan uang untuk ibu biarpun jumlahnya kecil dan tidak rutin.

Uhuk uhuk, aku menoleh dan bersyukur ibu sudah bangun.

"Mak."

Ibu ku tersenyum." Maaf ya Rindi, emak merepotkan mu lagi."

"Ah enggak Mak, ini sudah kewajiban ku. Makan ya emak." 

Ia mengangguk. Aku tentu saja senang dan segera menyuapinya dengan makanan yang khusus diberikan untuk pasien.

Semoga cepat sembuh ya emak, agar bisa pulang batinku.

TAMAT


Agus Warteg
Agus Warteg Hanya seorang blogger biasa

48 komentar untuk "Cerpen tidak jelas"

  1. wee ini cerpen terinspirasi dari cerita pribadi ya mas hihi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lho, bukannya mas khanif kemarin yang cerita.🙄

      Kaboorrr 🚶🏃💨

      Hapus
    2. emang aku cerita apaan ?, lupa deh :D

      Hapus
  2. Awalnya kirain Rin itu nama cewek taunya nama panjangnya Rindi Satrio Birowo, toh 🤣

    Lumayan menyentuh, tapi judulnya masa gitu, cocoknya anu.. "Farida Tak Bisa Pulang Kampung" 🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nama lengkapnya rindi Satrio jaey Birowo kang.🤣

      Hapus

    2. 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 ☝🏾☝🏾


      Wooiii Farida nama emak Gue, Jangan luh bawa2...😬😬

      Hapus
    3. Oh lupa kang, ntar gue ganti jadi Ani, nama lengkapnya Satriani.😂

      Hapus
  3. Udah. Tindakan yang adil. Aku yang jagain ibu, Kak Amel bayar obatnya. He he ... Selamat malam Mas Agus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat siang Bu haji, selain bayar obat juga bayar untuk jagain 10 juta.🤣

      Hapus
  4. keren namanya "rindi Satrio jaey Birowo" ... ada jawa, dan kebarat baratan.....
    👍👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namanya Rindi saja pak, kalo ada Satrio Jaey Gupta mungkin cerpen di blognya kang jaey.😂

      Hapus
  5. Alhamdulillah, ada hiburan di saat2 libur ginian, walapun judul menyatakan ga jelas 😉

    BalasHapus
  6. Harusnya Cerpen ini dibuatnya pas Hari ibu Kemarin...😊😊


    Judulnya yaa bisa dipariasikan misalnya 'Menjaga ibu dirumah sakit'


    Atau bisa juga, 'Kulakukan Semua Demi Ibu'.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harusnya ya kang, tapi hari ibu kemarin masih sibuk ngerongdo kang jadinya baru kemarin update nya.😂

      Hapus
  7. Rindi....mengapa rindi hatiku
    tyada tertaaaahaaan...

    rindi aku rindi
    pada...semut
    ...
    ga begitu...
    salah si mbul..
    waktunya komen agak panjangan dikit, biar nanti kalau aku bikin cerpen dikomennya juga panjang #eh hahah

    ga deng..rindi ternyata nama tokoh fiksi kita kali ini hehehe

    kasihan juga ya rindi terhimpit ekonomi tapi biar begitu saat orang tua ufah sepuh dan mulai sakit sakitan, ia juga mau menunaikan bakti pada orang tua dengan menemani dan merawatnya.....so proud of rindi. Karena kakaknya mbak amelia baru bisa support secara finansial (sebab terkendala waktu, jarak, dan pekerjaan), juga adiknya hamidah yang terkendala jarak dan pekerjaan pula. Hanya rindi seoeang yang bisa melakukan itu dengan penuh ketulusan dhiwa meski sebenernya repot juga ya. Tapi namanya juga bentuk dari biruwalidain, ketika saudarinya belum bisa menyupport tenaga dan waktu tuk temani sang ibunda, maka Rindilah yang akhirnya turun tangan..
    heheheww

    cerpen kali ini kok tumben agak serius ya mas, semoga saja yang saat ini orang tuanya sedang sakit akhirnya bisa sehat dan membaik, aminn...😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Entahlah kenapa cerita kali ini agak serius, mungkin yang nulis salah minum obat.🤣

      Ya begitulah, kadang ada yang bisa kasih uang tapi terkendala pekerjaan atau bisa juga jarak, yang tidak banyak uang bisa kasih support dengan merawat dan menjaga orang tua. 😀

      Hapus
  8. Saya usul supaya daftar BPJS, supaya bisa berobat gratis. Bisa masuk ke KK anaknya yang kerja di perusahaan atau PNS, kan bisa ditanggung.
    Cerpen ataupun kehidupan nyata, saudara itu kadang ada yang tidak akur. Semoga kita termasuk orang yang selalu akur dengan saudara yang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang kalo sudah sendirian, emak boleh gabung KK ke anak ya mbak?

      Namanya juga kehidupan, kadang ada yang akur, ada yang kurang akur dll.😀

      Hapus
    2. Walaupun KK nya pisah. Tapi karena ibu, bisa masuk BPJS anak kalo anaknya ikut BPJS pekerja. Meski ada tambahan biaya sedikit, tapi tetap lebih murah daripada bayar mandiri. Tapi kalo memang ngga mampu, ikut program BPJS yang gratis dari pemerintah.

      Hapus
    3. Oh makasih banyak infonya mbak.

      Ini sebenarnya hanya cerpen saja sih. Soalnya kalo dimasukkan ke BPJS kok fiksinya agak hilang, biar dramatis gitu.😂

      Hapus
  9. Tumben cerpennya serius om. Biasanya agak gimana gimana. Hehehehe.
    Cerpen kali ini penuh hikmah heheeheh 👍😊

    BalasHapus
  10. wkwkwk rin rin ada ada saja
    iya sih biasanya mas agus cerpennya bikin ngakak
    tapi ini agak melow gimana gitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lagi bingung mau bikin cerpen apa mas, kalo komedi terus takut bosan.😄

      Hapus
  11. Ceritanya inspiratif, tentang seorang emak. (Saya juga memanggil ibu saya di kampung dengan panggilan Emak). Ini kayaknya cerita dalam rangka hari ibu kemarin ya mas agus?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enggak kok kang , ini bikin cerpen karena sudah lama tidak update, baru ingat kalo kemarin hari ibu.😅

      Hapus
  12. Ceritanya sederhana tapi menyentuh hati, maaaaas. 🥺

    Ngomong-ngomong, aku yakin banyak banget orang yang related sama cerita ini. Ada saudara yang punya uang tapi gak punya waktu untuk orang tua. Ada juga saudara yang punya waktu untuk menemani orang tua, tapi gak cukup uang untuk berbagi dengan orang tuanya. Solusinya tetep sesama saudara saling mengerti, selalu menyayangi, dan mensuport orang tuanya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bagaimana pun kan orang tua yang sudah melahirkan dan membesarkan mereka sampai mereka jadi dewasa. 😭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, sesama saudara harus saling bantu membantu. Bukan cuma sama saudara sih, sesama teman juga bolehlah saling bantu.😄

      Tolong isi pulsa nomorku ya mbak.🤣

      Hapus
    2. Bisa langsung ke counter terdekat, mas. Nanti kalau mas counter nya minta uang, bilang aja.... Ngebon dulu. Wkwkwk.

      Kabooooor 🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️💨

      Hapus
    3. Nanti aku bilang sama tukang konternya, yang bayar itu yang kabur ya.🙄

      Hapus
  13. cerpen tyda jelas tapi cukup nyes juga di hati..
    harusnya ida legowo aja amel gak bisa temenin ibu, toh kan dia udah biayain. hehe..
    berkat dia, ibunya jadi cepet sehat. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul juga ya mbak. Tidak semua orang punya waktu, yang penting bisa bantu ortu biarpun secara finansial.😅

      Hapus
  14. cepet sembuh emak
    bener kata mba roem, ceritanya sederhana, tapi maknanya luar biasa dan ini sering aku temui di lingkungan sekitarku
    kalau soal orang tua , aku mah lemahh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kalo mbak Ainun lemah lembut dan nurut sama orang tua, agak susah juga di zaman sekarang.

      Hapus
    2. Apanya yang agak susah, mas? 😬

      Hapus
    3. Anu, apa ya waktu itu.🤔

      Udah lupa.😂

      Hapus
  15. Jadi fokus ke harga obat yang ditebus, waooo banget, hehehe.
    Jadi ingat waktu anak saya terakhir kali sakit dan dirawat di rumah sakit, 3 kali sehari tebus obat, setiap kali tebus minimal 500an, hiks.

    Di rawat 5 harian, tekor bandar betol nebus obat, belom biaya rumah sakit, biaya periksa darah ini itu, makanya langsung angkat kaki dah saya dari kantor, masa iya kerja cuman buat bayar biaya rumah sakit anak, hiks.

    Alhamdulillah, sejak nggak kerja dan ngerawat anak sendiri, anak-anak selalu sehat, dan kalaupun sakit, ga pernah lagi ke dokter, maknya yang jadi dokter sendiri wakakakakaka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini cerpennya bahas apaaaa, si Rey komen apa cobak! wkwkwkw

      Hapus
    2. Bebas komentar mbak, kan cerpen tidak jelas.🤣

      Memang resiko kalo kerja kantor anak jadi kurang terurus, cuma cuan ngalir ya mbak tiap bulan.

      Tapi giliran anak sakit langsung tekor bandar.😂😂😂

      Hapus
  16. Ntah kenapa aku malah sebel Ama Hamidah 😄. Udahlah ga bisa bantu, masih aja ngomel ttg kakaknya yg bayar semua. Kalo memang kakanya belum bisa jagain ibu, ya Krn tuntutan kerjaan. Tapi toh at least semua biaya dan lain2 dia yg tanggung. Buatku, ada kalanya memang keluarga harus mengalah dengan kerjaan . Apalagi kalo bayarannya sebanding dengan waktu yg harus dihabiskan dlm kerja. Yg penting kan ga melupakan keluarga. 😁.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku setuju juga sama Mbak Fanny. Nyebelin juga si Hamidah 😅. Tapi walaupun gak bantu uang dan waktu ke ibunya, dia sepertinya tetep bantu kok, Mbak. Bantu doa. 😬

      Hapus
  17. rindinya ojok ganti hurup vokal yo mas 😂🤭

    BalasHapus