Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cinta dan Benci

 

Sumber gambar: Kompas 

"Ini ampuh ya Abah?" Tanya Amanda pada orang di depannya, seorang lelaki berusia sekitar 70 tahun karena rambutnya sudah putih merata tapi badannya masih tetap.

"Tentu saja neng, kalo gagal maka uangnya akan Abah kembalikan, semuanya." Kata orang tua itu menggaransi.

"Oh, tak usah bah, aku yakin pasti manjur." Seru wanita itu cepat-cepat, takut Abah Jaenudin mencetaknya, bisa berabe urusannya.

Setelah memasukkan benda yang dipesannya ke dalam tas maka Amanda lalu mengeluarkan amplop yang sudah berisi uang 5 juta. Memang mahal, tapi dia lebih rela mengeluarkan uang segitu asal tidak kehilangan mas Khanif suaminya.

Dalam mobil saat perjalanan pulang maka ia tersenyum." Salahmu sendiri Mira, kenapa kau masuk ke kehidupan kami. Seharusnya kau pulang ke Jawa bersama anakmu, tapi malah mengganggu kehidupan kami.

* * *

Kembali terbayang di matanya saat perempuan sialan itu datang ke kehidupannya. Saat itu ia dan Khanif akan nonton ke bioskop, ada sebuah film yang ingin ia tonton. Amanda berdandan sebaik mungkin. Nonton bioskop memang sering mereka lakukan, baik saat masih pacaran maupun setelah menikah.

"Manda, kapan selesainya?" Kata Khanif sambil menengok ke dalam kamar. Dilihatnya sang istri masih mencoba gaun yang baru beberapa hari lalu dibelinya. Di lantai tergeletak beberapa baju lain, yang sudah dicobanya.

"Bentar mas, aku masih mencari yang cocok, yang ini kurang pas." Katanya sambil membuka kembali pakaiannya, sepertinya dia masih belum sreg.

"Tapi filmnya mulainya setengah jam lagi sayang, aku takut kalo nanti terlambat, ini film favoritmu kan."

"Ah setengah jam masih lama. Udah kamu keluar, kalo masih disini malah mengganggu ku."

Khanif terpaksa keluar. Biarpun sudah biasa begitu, tiap mau keluar rumah seperti ke pesta apalagi kondangan pasti dandannya lama. Ini baju baru, belum sepatu dan tas. Tapi entah kenapa kali ini agak resah, entah kenapa.

Untuk menghilangkan rasa gelisahnya ia ke ruang tamu. Dilihatnya sebuah kotak membakar Marlboro, ia ambil sebatang lalu membakarnya. Hal itu sedikit menghilangkan rasa gelisahnya.

Sebuah cahaya kilat tampak diluar disusul hawa dingin. Ternyata di luar sedang hujan. Lelaki itu tak khawatir karena ada mobil Pajero yang bisa melindunginya dari hujan biarpun mungkin ia harus sedikit berhati-hati dalam menyetir.

Duaarrr! Kembali terdengar guntur setelah sebelumnya cahaya kilat masuk malam. Ia akhirnya keluar untuk melihat sederas apa hujannya.

Begitu pintu rumah terbuka ia terpaku. Diterangi lampu depan, tampak di beranda rumah dua sosok dihadapannya, dua orang yang tidak disangka-sangkanya. Khanif seolah tak percaya.

"Mi..Mira..."

Sosok wanita yang dipanggil Mira tersenyum sedangkan anaknya yang masih kecil memeluknya.

“Syukurlah mas Khanif masih kenal aku.” Ujarnya sambil memberikan seulas senyum.

Khanif masih tegak berdiri seakan belum yakin, sementara wanita itu kembali membuka mulutnya.

"Kenapa kau tidak menyuruhku masuk mas, apa kau tega membiarkan Satria kedinginan."

"Sat, Satria, siapa dia..."

"Satria anakmu. Bukankah sebelum kau kembali ke Jakarta kau berpesan pada ku agar memberikan anak kita yang akan lahir namanya Satria, itu karena ia teman baikmu yang sering menolongmu di sini." Teriaknya agak keras, entah jengkel karena lelaki di hadapannya masih mematung ataukah karena sebab lain.

"Mas Khanif, kamu bicara dengan siapa." Amanda tahu-tahu sudah dibelakangnya.

Celaka, batin lelaki itu.

* * *

Ruang tamu yang sebelumnya dingin karena AC kini tampak pengap. Tiga orang didalamnya tampak saling pandang.

"Aku tahu nyonya adalah Mira bukan." 

"Syukurlah kalau anda sudah tahu." Balasnya. Anak kecil bernama Satria masih memeluk di pangkuannya.

Amanda hanya tersenyum tipis sambil melirik suaminya. Sebelum menikah dengannya memang Khanif berterus terang kalo dirinya pernah menikah dengan seorang wanita, tapi tidak memberi tahu kalo ia punya anak. Ia sudah ku cerai, begitu katanya. Hal itulah yang membuat perempuan itu mau menjadi istrinya.

Tak disangka kalo kehidupan mereka yang sudah lancar berjalan tiga tahun kini terusik.

"Apa mau anda datang kesini?"

Hmmm, sudah mulai memanggil anda, mungkin sebentar lagi kamu batin Mira. " Anakku ingin bertemu dengan bapaknya, apakah itu salah."

* * *

Khanif membawa Mira ke belakang dimana sebuah ruangan berada. Kamar itu memang akan menjadi tempat tidurnya sementara, karena tidak mungkin mengusirnya saat hujan begini. Ruangan itu sendiri cukup jauh dari kamar utama, sehingga lelaki itu tidak khawatir kalo nanti istrinya mendengar, kecuali kalo ia mengintip sembunyi-sembunyi.

"Apa mau mu datang kesini Mira." Teriaknya ketika mereka sudah masuk kamar. Teriakannya membuat anak kecil berusia dua tahun itu terkejut dan langsung memeluk ibunya.

"Mas, tolong jangan kasar kalo bicara, Satria bisa ketakutan."

Oh, ingin sekali ia berteriak lagi tapi tak mungkin. Selain tak pantas ia juga takut Amanda mendengar.

"Aku kesini karena aku masih istrimu mas."

"Kau sudah bukan istriku lagi Mira."

"Aku masih istrimu mas, kau belum memberikan surat cerai padaku, kau hanya meninggalkan ku saja."

Sial batinnya. Bisa saja ia langsung menjatuhkan talak cerai sekarang juga, Mira jadi janda dan urusan selesai, tapi entah kenapa mulutnya masih terkancing.

"Kau tahu mas, aku jauh-jauh dari Jepara kesini menemui mu karena satria selalu bertanya tentang mu. Karena itu ku kumpulkan uang selama berbulan-bulan agar bisa berangkat kesini. Kau tentu tahu bukan kalo kehidupan ku hanya pas pasan di desa, tapi demi anak ini aku rela menabung agar ia bertemu ayahnya. Dan kini setelah bertemu kau masih tidak mau memeluknya."

Lelaki berusia 30 tahun itu menatap anak yang kelihatan masih sedikit ketakutan karena perilaku ayahnya pada ibunya, khanif ingin memeluk tapi diteguhkan hatinya. Jika ia lembek dan hanyut maka kehidupannya yang selama ini nyaman akan terusik bahkan mungkin berantakan.

"Sudahlah, kamu disini saja, tapi jangan pernah ke sana kalo tidak ku suruh." 

Setelah itu ia lantas menutup pintu dan pulang ke kamarnya.

* * *

Sambil berjalan menuju ke tempatnya khanif mengomel dalam hati. Ah sial, kalo saja ia tidak tergoda dahulu, urusan tidak akan ruwet seperti ini.

Tiga tahun lalu ketika masih jadi karyawan biasa ia dipanggil oleh orang tuanya untuk pulang. Ia terpaksa pulang karena ibunya sedang sakit keras sedangkan ayahnya sendiri sudah lama pulang sejak ia masih SMP.

"Menikahlah dengan Mira nif, ini permintaan terakhir emak", ucap ibunya yang sedang berbaring di ranjang. Suaranya parau karena penyakit paru-paru nya sudah kronis. 

"Tapi emak, aku sudah sudah punya pacar di Jakarta, emak kan sudah tahu itu." Ucap pemuda itu keberatan dengan suara pelan. Kalo dalam keadaan biasa ia pasti marah karena dipaksa seperti itu apalagi ini perjodohan. Tapi karena ibunya sedang sakit keras maka ia menahan diri.

"Emak enggak setuju sama gadis Jakarta Nif, nanti kamu ikut pergaulan dia dan melupakan adat orang kampung, pokoknya emak maunya kamu sama Mira, ia gadis baik, kamu pasti tidak akan menyesal dengan dia." 

Habis berkata begitu wanita lanjut usia itu batuk-batuk.

"Udah Mak, itu bisa kita bicarakan nanti, emak minum obat ya biar cepat sembuh." Pemuda itu mengalihkan pembicaraan karena ia memang sebenarnya tidak setuju.

Saat Khanif hendak ke belakang terdengar pintu diketuk disusul ucapan salam.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Seorang gadis muda masuk dan jantung pemuda itu berdetak kencang ketika yang datang adalah wanita yang baru dibicarakan oleh ibunya untuk dijodohkan dengannya, siapa lagi kalo bukan Mira.

Khanif agak pangling juga ketika gadis itu muncul. Bayangan anak perempuan kecil yang ingusan, lalu saat remaja jadi kurus dan jerawatan hilang. Yang muncul di hadapannya ialah gadis muda yang cantik ayu, kulitnya memang tidak seputih Amanda pacarnya tapi jelas terawat baik bahkan terlihat lebih halus. Rambutnya panjang sampai pinggang.

"Mas khanif, kapan pulang?"

Pertanyaan ini membuyarkan lamunannya, pemuda itu segera menjawab. Gadis itu tersenyum lalu berkata ia ingin menjenguk ibunya. Setelah basa-basi sebentar maka ia lalu masuk ke kamar dimana ibunya berada.

* * *

Khanif berjalan di pinggir sawah sambil melihat tanaman pagi yang sudah menguning, pertanda sebentar lagi panen. Ia memang suka ke sawah kalo pulang kampung, sekedar bernostalgia dengan tempat mainnya waktu kecil.

Setelah melihat Mira sekarang yang sudah jadi ayu rupawan hatinya bimbang. Harus diakui kalo ia lebih cantik dari Amanda.

Tidak khanif, kamu harus setia, begitu batinnya.

Ia teringat waktu pertama ke Jakarta untuk kuliah sering berpindah-pindah kontrakan hingga akhirnya ia diterima di tempat kost Bu Endang.

Induk semang yang satu ini berbeda dengan pemilik kost sebelumnya. Jika para juragan kost sebelumnya hanya peduli dengan duit maka Bu Endang orangnya baik, suka bertanya kepada penghuni kost apa keluhannya bahkan menunggak satu atau dua bulan tidak apa-apa. Tak heran sih, selain tempat kontrakan ia juga memiliki beberapa kios di pasar yang ramai dan juga satu tempat butik. Kadang ia juga membelikan beberapa makanan kecil, tak heran para penyewanya betah.

Tapi yang bikin khanif tambah betah adalah anak kedua Bu Endang yang bernama Amanda. Selain cantik ia juga ramah dengan para penghuni kost termasuk dia. Ia seusia dengan khanif dan juga sedang kuliah, hanya beda kampus biarpun masih di ibukota Jakarta.

Pemuda itu sebenarnya naksir dengan gadis itu, cuma berhubung ia hanya seorang mahasiswa, mana dari desa pula maka ia hanya memendam rasa, apalagi banyak juga penghuni kost lainnya yang suka dengannya.

Tapi namanya jodoh tidak terduga. Ternyata Amanda sendiri juga menyukai khanif, gadis itu sendiri yang menanyakan nya ketika mereka berdua jalan-jalan di Monas saat akhir pekan. Tentu saja pemuda itu senang bukan main dan sejak itu mereka pacaran. Mungkin karena Amanda gadis kota maka ia tidak malu-malu.

Setelah lulus kuliah, dengan bantuan Bu Endang, yang setuju anaknya pacaran dengan pemuda dari Jepara itu akhirnya Khanif bisa masuk kerja di sebuah perkantoran. Maklum, salah satu stafnya yang bernama Satria jadi langganan kostnya.

Berkat otaknya yang encer plus juga rajin membawa diri maka pemuda itu dalam dua tahun sudah naik jabatan menjadi staf, apalagi Satria juga mempromosikan ke atasan. Amanda tentu saja senang bukan main.

Khanif tentu saja merasa berutang budi pada keluarga Bu Endang, baik orang tuanya maupun anaknya yang selalu mendukungnya.

Dan kini Amanda harus menderita? Mengkhianati gadis yang mempercayainya, tentu saja tidak. Aku harus menolak perjodohan itu, biar nanti aku katakan terus terang ke Mira maupun orang tuanya, begitu batinnya sambil duduk di pinggir pohon waru di persawahan. Sedangkan untuk ibunya nanti ia akan menjelaskan pelan-pelan.

* * *

"Kamu Khanif bukan?"

Teguran keras dari seseorang membuyarkan lamunannya. Pemuda itu menengok dan ternyata yang menegurnya adalah seorang pemuda yang seusia dengannya. Ia naik  motor RX-KING dengan gaya yang angkuh.

"Benar, kamu siapa?" Tanyanya karena memang baru pertama kali melihatnya. Ia heran, kenapa pemuda itu seperti memusuhinya padahal melihatnya pun baru kali ini.

"Aku Herman, dan perlu kamu ketahui kalo aku ini pacarnya Mira, jangan mimpi kamu bisa menikahinya tahu!!!" Bentaknya dengan kasar.

Sebenarnya kalo Herman bicara baik-baik dan juga sopan tentu saja anak muda itu senang. Ada orang lain yang bisa jadi pemecah masalahnya dan ibunya tidak bisa memaksanya. Tapi karena ia kasar maka jadi jengkel, ditambah lagi sejak hidup di Jakarta dan menjadi staf kantor maka sifatnya jadi berubah. Dia berkata dingin saja.

"Bukan urusanmu, aku mau mengawini nya atau bukan apa urusanmu." Katanya dengan nada tinggi, ia marah karena ada pemuda tak dikenal langsung kasar bahkan memakinya sehingga perasaan harga dirinya sebagai lelaki.

"Bangsat, jangan harap kau bisa memiliki pacarku Mira tahu!" Herman berteriak lalu turun dari motornya lalu melayangkan sebuah bogem mentah. Khanif yang tidak menyangka kalau lawannya akan pakai kekerasan pun kena tonjok. 

Biarpun tidak pernah belajar beladiri tapi khanif nekad. Ia balas dengan pukulan juga, kebetulan Herman sendiri sebenarnya hanya modal nekad karena ia menganggap lawannya itu akan merebut pacarnya. Keduanya pun berkelahi dengan seru.

"Hei, ada apa ini?" Teriak seorang petani yang kebetulan lewat. 

Dua orang yang sedang berkelahi itu berhenti. Herman langsung kabur dengan motornya sedangkan khanif bersyukur karena ada orang lewat biarpun mukanya agak bonyok.

Ia itu berandalan bukan pacar Mira, begitu penjelasan orang tuanya Mira ketika berita itu tersebar. Kedua orang tuanya langsung menjenguknya, yang membuat khanif agak kikuk.

"Iya mas Khanif, Herman bukan pacarku, ia hanya mengaku-ngaku saja." Mira juga ikut memberikan penjelasan sambil mengompres luka di pipinya. Entah mengapa usapan tangan gadis itu membuat hatinya berdesir.

Akhirnya pernikahan itu dilaksanakan dengan cepat atas permintaan ibunya. Jika sebelumnya khanif menolak, maka kini ia setuju saja, agar ia bisa menang dari Herman. Selain itu ia juga tak menampik kalo istrinya itu lebih cantik dan entah kenapa khanif ingin menaklukkan nya.

"Kau sungguh cantik dan menggairahkan sayang." Begitu rayunya ketika mereka berdua saja di malam pertama. Mira tersenyum malu dan pipinya bersemu merah, membuat pemuda itu makin bergairah dan makin banyak melancarkan rayuannya. Akhirnya mereka melewati malam pertama.

Mira melayani suaminya dengan baik sehingga membuat khanif melupakan kekasihnya yang ada di Jakarta. Walaupun begitu ada sedihnya yaitu setelah tiga hari menikah, ibu khanif akhirnya meninggal dengan tenang setelah anak kesayangannya menikah.

Baru setelah mendapat telepon dari gadis Jakarta itu pemuda itu baru ingat. Untungnya saat itu ia sedang sendirian.

"Mas khanif kok lama di kampung dan tidak ada kabar, apa sakit ibumu belum sembuh?"

Celaka batinnya. Mengapa ia melupakan kekasihnya di ibukota. Lebih celaka lagi ia sudah menikah, biarpun atas desakan orang tuanya tapi toh tetap sudah kawin.

"Ibuku sudah meninggal, maafkan aku jadi lupa karena sedih sayang." Begitu alasannya, sebuah alasan yang tepat dan Amanda pun kaget lantas mengucapkan bela sungkawa.

Ada urusan pekerjaan yang sangat penting di kota, begitu alasannya ketika istrinya bertanya mengapa ia buru-buru berangkat padahal baru selesai tahlilan 7 hari. Karena alasannya kuat maka Mira melepaskan nya.

* * *

"Kapan kau akan menikahi Manda nak Khanif? Kalian sudah lama pacaran lho" Tanya Bu Endang padanya.

Khanif jadi kikuk dan menyatakan siap menikahinya beberapa bulan lagi." Itu karena saat ini aku sedang berjuang, atasanku merekomendasikan aku pada direktur Bu, insyaallah kalo sudah jadi langsung akan aku nikahi."

"Alhamdulillah, ibu malah senang nak Khanif mau naik jabatan, semoga tercapai tujuannya nak, ibu turut mendoakan."

Saat liburan ke puncak Bogor berdua dengan pacarnya, barulah pemuda itu terus terang kalo ia sebenarnya waktu pulang kampung sudah menikah, dengan paksaan orang tua, begitu tekannya.

Tentu saja gadis itu terkejut bukan main." Mas khanif tega sekali mengkhianati ku."

"Tidak sayang, aku saat itu terpaksa sekali."

"Bohong..." Tukas gadis itu sambil menangis sesenggukan. Beruntung suasana sepi sehingga tidak ada yang memperhatikan mereka berdua.

"Demi Allah Amanda, aku hanya mencintaimu. Ia memang sudah ku kawini tapi sekarang sudah ku cerai, setelah ibuku meninggal. Kau tentu tahu bukan, aku tak pernah pulang kampung lagi, bahkan saat 40 hari ibuku pun aku tak pulang, semua demi kamu." Begitu rayunya.

Amanda langsung memeluknya, kalo memang kekasihnya itu berdusta pasti kadang pulang kampung untuk menjenguk istrinya, tapi sejak ke Jakarta ia tetap disini.

Akhirnya Khanif naik jabatan juga menjadi HRD menggantikan HRD lama yang pensiun. Tak lama kemudian ia menikah dengan Amanda, pesta pernikahan pun digelar dengan meriah. 

Setelah menikah maka mereka mengambil sebuah perumahan karena ingin hidup mandiri. Beruntung Amanda juga pintar berbisnis sehingga uangnya bisa ditabung. Selain itu ia mendapat fasilitas kantor sebuah mobil Pajero. Mereka pun hidup bahagia.

Tapi sayangnya kini kebahagiaan mereka terusik dengan kedatangan orang ketiga.

Bersambung 



Bagaimana kisah Khanif, Amanda, dan Mira selanjutnya? Apakah Khanif akan memilih salah satu ataukah dua-duanya? Ataukah mungkin nambah lagi? Silahkan tunggu episode selanjutnya tahun depan.😁

*Catatan: tadinya bingung mau kasih judul apa, akhirnya setelah dengar lagu di blog mas Herman dijadikan judul saja.

Agus Warteg
Agus Warteg Hanya seorang blogger biasa

34 komentar untuk "Cinta dan Benci"

  1. kenapa gak dikasih judul cinta segi tiga mas, kayaknya cocok :D

    kang satria jadi anak dua tahun yaa, jadi dia gak biisa berulah di cerita ini, bahkan belom bisa ngomong :D

    ceritanya udah kayak sinetron ya mas, jadi berasa nonton sintron :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tadinya Satria atau mas Herman yang akan jadi peran utama, tapi aku ganti khanif agar dapat transferan pulsa.🤣

      Ayo kirimin aku pulsa mas.😁

      Hapus
    2. minta request mas agus nif, biar dikasih script yang sweet sweet kayak model cerpennya beby mbul jaman baheula...biar endingnya enak wkwkwk...tapi kalau ciri khasnya mas agus mah emang gini sih ya hihi

      Hapus
    3. Lho ini kan udah sweet banget, dapat dua cewek mbul.😁

      Tinggal nunggu transferan pulsa nya aja.🤭

      Hapus
  2. Emang dasarnya aja si Khanif yang ganjen...udah tau Manda Uda jadi pacarnya..eeh..masih jg kesengsem Ama si Mira,karena Mira jauh lebih kece di banding si Manda,coba kalo Miranya elek..pasti si Khanif ogah😁

    Harusnya judulnya Di antara dua Pilihan😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak, dasarnya khanif yang ganjen, ntar episode dua di kantor ada karyawan baru namanya Vivi juga dipacari.

      Episode tiga ada tetangganya namanya Selfi juga diembat 🤣

      Hapus
    2. Wkwkkk..Khanif laku amat ya

      Hapus
    3. Maklum mbak, ia punya ajian pelet jarak goyang dari kakeknya Ki Dahlan Satriadi.😁

      Hapus
  3. Nasib Khanif mujur kali ini dapat dua perawan sekaligus, biasanya apes mulu, klo ga ditolak atau sekalinya malah dapat cwe jadi2an 🤣

    Btw saya senyum2 sendiri ngebayangin Satria brewokan tapi umurnya baru 2 tahun 🤣

    Wow Herman tampil beda kali ini jadi preman dan Jaenuddin jadi kakek2 🤣

    "Cuk, kakek mau pingsan."
    "Sini Kek baring dipaha Manda aja" kata Manda wkwk, "daripada dimadu lbh baik sama Kakek aja" kata Manda lagi wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Katanya mau dikasih pulsa kang, makanya dibikin mujur nasibnya, dapat empat perawan nanti.😁😁😁

      Ayo bikin cerpen satria umur dua tahun tapi brewokan kang, kalo kang Jaey pasti bisa dan top 😄

      Hapus
    2. Wah 4 perawan makin senang mas Khanif dan makin rajin bagi pulsa 🤣

      Biar Kang Satria sendiri aja yg bikin ttg masa kecilnya, masa kecilnya klo ga salah jadi si jampang, brewok, ngudut, bawa golok 🤣

      Hapus
    3. Betul kang, makin banyak pulsanya makin banyak dapat ceweknya.😁

      Tapi kang Satria lagi semedi, kang jaey saja yang bikin.

      Sepertinya lagi bikin nih, ntar malam rilis.😁

      Hapus
    4. Ga, mgkn aku mau bikin anu aja kisah dua sejoli di pulau seribu 🤣

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ntar episode dua ada cewek kantor namanya Vivi Anita Rahma, di dekati khanif untuk jadi yang ketiga. Soalnya Amanda sama Mira ngambek, jadi cari yang ketiga.🤭

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. canda deng mas admin....mira dan manda udah cocok bangat...pas banget...

      anita off dulu soalnya pembaca bosan anita terus jaman jadi cerven anak indigo hehehe...anitanya mau liburan dulu ngeblognya, mauk liburan di desa...🤭

      Hapus
    4. Waduh, mau liburan di kampung nih, jangan lupa oleh olehnya yang banyak mbul.😁

      Hapus
    5. Kalo mbul kasih oleh-oleh yang banyak, mungkin nanti nama Nita akan muncul lagi.😆

      Hapus
    6. Amanda Mira, nama yang selalu ada di hati

      Hapus
    7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    8. Ngga mau kuping item atau gula Jawa mbul, maunya oleh olehnya duit segepok gambar pak Karno.😆

      Hapus
    9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  5. ini manjur ya mbah.....pokonya kalo udah urusan asmara semua jadi gelap mata uang lima juta...ah tidak apa2 hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya banyak yang jadi dukun ya kang, duitnya banyak, padahal belum tentu manjur.🤣

      Hapus
  6. Gde juga biaya buat menawan hati pujaan hati Amanda... semoga bener-bener ampuh, walaupun ada Mira... Ya kita tunggu aja lanjutannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duit segitu kecil Mbak, soalnya Amanda mainan nya tas Hermes.😄

      Hapus
  7. Akhirnya dinongolin juga nih cerbung.. wkwkwk.

    Ada kemungkinan si khanif nambah lagi tapi ujung-ujungnya si khanif bakal bernasib tragis, mati dicekik Mira atau digorok Herman sang preman..wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Khanif akan nambah lagi yang kelima dan Mira akhirnya diceraikan.

      Mira ngga terima lalu ngadu ke Herman. Herman tentu saja emosi dan nyegat khanif.

      Dan akhirnya...

      Herman nantang khanif.





      Nantang untuk joget tiktok, kalo kalah Mira buat Herman.🤣

      Hapus
  8. 💃💃 asiiiiik ada cerita baruuuuu 😄. Seperti biasa ya mas, selalu bikin penasaran endingnya hahahah. Gemeees nih ttg orang ketiga. Mana kayaknya bakal pake jampi2 🤣. Masih bingung aku hrs milih siapa. Yg kampret sih memang khanif hahahahah

    BalasHapus
  9. wkwkwkwkw, jadinya jampi-jampinya gimana nih, kan mahal banget tuh.
    Serem amat yak kalau wanita sudah cermburu, apapun dilakukannya.
    Coba gitu, uang 5 juta dia pakai ke salon, perawatan.
    nanti kan bisa dapat cuami balu, wakakkakakaka

    BalasHapus
  10. Sudah lama gak baca cerpen karya om Agus. Khas, masih kayak yang lama. Pakai nama tokoh temennya semisal Khanif, Satria dan sebagainya wkwkwk.

    Yaa, ribet sih kalo nikah sama suami orang, eh punya anak pula, belum diberi pula. Ribet ribetttt wkwwkwk

    BalasHapus