Celana dalam dan penglaris warung
Khanif mempunyai sebuah tempat makan favorit di kota-nya yaitu bakso pak Laris yang ada di sebuah pasar malam. Selain harganya yang cukup terjangkau yakni cuma 12 ribu per mangkok rasanya juga sangat enak. Urat baksonya enak dan kuah nya juga gurih sekali.
Tak heran kalo warung makan nya ramai terus dikunjungi biarpun banyak pedagang bakso lain.
Pak Laris sendiri bukan nama sebenarnya, konon itu nama panggilan karena dagangan nya yang laris manis, khanif juga tidak terlalu ingin tahu siapa nama sebenarnya, toh bukan hal penting.
Sudah setahun lebih ia berlangganan terus di sana, seminggu sekali ia pasti kesana apalagi kalo habis gajian, bisa 5 hari makan bakso terus menerus.
Sampai terjadi suatu peristiwa yang mengejutkan nya, yang mengubah persepsi nya selama ini. Karena itulah akhirnya ia berkunjung ke sahabatnya yaitu Herman yang merupakan satu kantor dengannya.
"Assalamualaikum mas Herman."
Herman yang sedang mengetik laptop berhenti untuk melihat siapa yang menyapanya.
"Waalaikumsalam." Agak kaget juga ia melihat teman kerjanya muncul di rumahnya. Biarpun mereka satu perusahaan tapi jarang bertemu selain di kantor karena letak rumah mereka berdua yang berjauhan. Semoga saja ia tidak datang untuk hal yang menyebalkan, misalnya mengajak gabung MLM atau agar silaturahmi tidak putus, pinjam dulu seratus. Soalnya dari pengalamannya, biasanya orang yang lama tidak pernah main menjurus kedua hal tersebut.
"Wah masuk nif, ada apa nih tumben main."
Pemuda gen Z berusia 25 tahun itu tersenyum. " Iya mas, ada perlu makanya aku datang ke sini."
Herman yang berbeda tiga tahun hanya menyimak dulu.
"Aku bikinin kopi dulu ya."
"Ah, ngga usah mas, jangan repot-repot."
"Bikin kopi apa reportnya sih. Paling hanya semenit dua menit."
"Ya udah ngga apa-apa mas Herman. Kalo bisa kopi good day saja ya, jangan kopi hitam seperti kapal api mix, soalnya kurang suka."
"Oke."
" Kalo ngga ngerepotin tolong sekalian rotinya untuk cemilan ya mas."
Sueee, tentu saja Herman hanya bisa ngedumel dalam hati. Ia masuk dan tak lama kemudian ia keluar dengan satu cangkir kopi tanpa roti atau kue.
"Rotinya belum beli nif."
Pemuda itu berterima kasih lalu menyeruput kopinya.
Ia lalu mulai bercerita.
"Mas Herman kenal dengan bakso pak Laris di pasar malam ngga?"
"Bakso pak Laris, oh kenal. Aku beberapa kali makan di sana biarpun tidak sering, baksonya emang enak. Biasanya kalo diajak teman, soalnya aku tidak hobi bakso. Emang mau traktir aku nih?"
"Oh bukan mas. Jadi aku suka banget bakso pak Laris itu, cuma tiga Minggu ini aku sudah tidak pernah kesana lagi."
"Lho, emang kenapa?"
"Jadi ceritanya habis gajian aku kesana, biasa untuk makan bakso. Warung nya ramai sekali, maklum habis gajian jadinya banyak yang beli. Karena ramai itulah pak Laris dan karyawannya kewalahan. Yang empunya rumah makan itu ke belakang ambil sesuatu sementara pegawainya itu karena gugup atau apa gitu, nyenggol dandang tempat kuahnya."
"Jadi, karyawannya itu kena kuah panas dan akhirnya warungnya sementara tutup?"
"Enggak mas, dandang nya jatuh dan di dalam dandang itu ternyata ada banyak celana dalam mas. Iya, celana dalam, gila ngga?"
"Astaghfirullah, kamu ngga asal ngomong kan?"
"Demi Allah kang, aku ngga fitnah, orang waktu pada ramai melihat itu aku juga penasaran dan lihat sendiri celana dalamnya."
Herman berpikir sejenak." Mungkin itu cuma kain biasa Nif bukan celana dalam, aku pernah baca kadang ada bumbu bakso yang lebih enak kalo dibungkus dengan kain walaupun aku tidak terlalu percaya sih.
"Yaelah kang, orang bentuknya segitiga kayak sempak kok. Dan jumlahnya bukan cuma satu, tapi lumayan banyak ngga sempet aku hitung. Pemilik warung marah-marah dan akhirnya sekarang bubarlah orang-orang yang sedang antri."
"Ya iya lah, emang kamu masih ngantri mau beli bakso."
"Enggak, aku langsung kabur pulang juga mas, sekarang warung itu sepi yang beli."
"Serem juga ya. Kemungkinan itu pakai penglaris usaha kali ya, makanya tempat baksonya ramai terus."
"Mungkin mas, pantesan rasa gurihnya beda dengan kuah bakso lainnya."
Mereka berhenti ngobrol sejenak.
Khanif lalu lanjut ngobrol." Yang bikin gue heran, kenapa mesti pakai celana dalam gitu ya mas."
"Ya karena kalo pakai celana panjang ribet lah, makan tempat di dandang juga, belum lagi kalo celana panjang nya jeans, bisa biru kuahnya dan cepat ketahuan hahaha..."
Herman dan khanif tertawa.
"Terus kamu sekarang makan bakso di mana?"
" Di warung pak Tarno, cuma sayangnya rasanya ngga enak."
"Coba yang lain?"
"Udah mas, warung lainnya juga kurang. Ada sih yang rasanya enak seperti pak Laris, tapi jauh dan juga mahal, semangkok 25 ribu."
"Waduh, bisa dapat dua porsi ya kalo di pak Laris."
"Iya mas, makanya aku kadang masih kangen sama baksonya pak Laris."
"Kalo kamu masih kangen sama baksonya pak Laris, coba saja bikin sendiri, jangan lupa bumbunya di masukin ke celana dalam, siapa tahu kalo pakai celana dalam sendiri kuahnya lebih gurih dari pak Laris hahaha..."
TAMAT
Disclaimer: ini hanyalah cerpen saja ya, tidak semua tukang bakso menggunakan penglaris seperti ini bahkan mungkin hanya sedikit saja yang pakai.
dulu masa zaman sekolah saya popular dengan cerita bra wanita dalam kuah lontong. setiap hari waronglontong tu penuh customer. bila diselidiki katanya peniaga tu masukkan bra dalam periuk lontong. sebab tu kuahnya sedap🤣
eee kembang tekak saya bila lalu depan warong tu
cuma kok pakai penglaris?.....
😁😁😁
Saya jadi kepikiran Mas, jangan-jangan bakso langganan saya begitu juga...
Salam,
sampe kepo pas lewat sana katanya yg jual suka ngejemur CD sama behanya sebelum buka
eh beneran ada dong wkkwwkwk
Btw, sering nih cerita kayak gini, kadang juga bikin saya parno kalau mau beli makanan apalagi yang berkuah.
Tapi semoga bakso langganan saya nggak kayak gini ya, mual dah jadinya hahaha
tapi cara-cara yang dibilang masuk akal atau enggak gini memang sering aku denger, contohnya kayak bakso dikotaku sini mas agus, memang rame, antri pula, terus ada yang nggak sengaja tau katanya daging yang dipake daging tikus.
sempet sepi warungnya waktu itu, tapi sekarang balik udah rame lagi, entahlah mungkin ada yang bilang fitnah atau apa