Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Misteri radio yang menyala sendiri

"apa itu pak?" Tanya khanif pada bapaknya yang baru datang sambil membawa sebuah kardus. Ia langsung berhenti main hape.

"Udah, lihat saja nih." Jawab bapaknya sambil menggunting tali rafia yang melilit kardus tersebut. Pemuda itu mendekat lalu ikut membantu membukanya.

Ternyata bapaknya baru membeli sebuah radio jadul. Bentuknya seperti ini.



"Beli dimana pak?" Tanya khanif yang memang baru pertama kali melihat benda seperti ini.

"Di pasar Kliwon, kemarin kan hari Selasa Kliwon bapak main ke sana untuk bertemu pak dhe kamu yang jualan di sana, habis itu bapak keliling dan lihat radio ini. Karena harganya murah makanya bapak beli."

Pasar Kliwon sendiri merupakan pasar tradisional yang hanya buka pada hari pasaran Jawa Kliwon sesuai namanya. Biasanya yang dijual memang barang lama seperti sepeda onthel, kaset-kaset jadul Ida Laila, keris dan semacamnya.

"Pak, zaman kan sudah modern, untuk apa beli radio, sekarang kan zaman internet, informasi tinggal buka hape."

"Itu kan kamu, bapak sukanya yang beginian, jadi ingat zaman bapak muda dulu. Selain itu ini radio juga bisa jadi salon. Nih lihat."

Bapak habis itu langsung mencari kabel dan mencolokkan kabel itu ke hape Nokia 2700 jadulnya untuk memutar musik klasik kesukaannya. Tak lama kemudian mengalun lagu stasiun balapan dari Didi kempot. Suaranya cukup jernih dan enak didengar biarpun jadul bentuknya.

 Pemuda berusia 25 tahun yang masih jomblo itu mengangkat bahu lalu masuk kembali ke kamarnya untuk melanjutkan main hape.

* * *

Duaarrr!!!

Suara guntur disusul hawa dingin membuat khanif bangun. Ternyata diluar sedang hujan deras. Pemuda itu bangun dari kasur karena ingin buang air kecil.

Ruangan tengah tampak remang-remang karena memang sudah kebiasaan keluarga nya kalo mau tidur semua lampu tengah dimatikan dan diganti dengan lampu kecil 5 Watt, tentunya untuk menghemat listrik.

Khanif segera bergegas ke kamar mandi. Setelah selesai ia balik ke kamar. Saat itulah ia mendengar suara seperti lagu Jawa. Suaranya cukup kecil cuma karena tengah malam jadi jelas.

Ia mencoba mencari asal suara tersebut, ternyata dari radio yang dibeli oleh bapaknya, yang ada di samping televisi.

"Ah, bapak pasti lupa mematikan radio nya." Gerutu pemuda itu lalu memencet tombol. Suara radio pun langsung berhenti. Khanif lalu masuk kembali ke kamarnya.

Hari-hari berlalu seperti biasa. Khanif mencoba melamar pekerjaan ke berbagai perusahaan lewat email, tapi sayang nya tidak ada yang diterima, apa karena ijasahnya cuma SMA ya batinnya. Ia mencoba buka folder spam, siapa tahu ada email yang masuk ke sana. Ternyata benar ada beberapa yang masuk.

Ia buka satu persatu, kebanyakan malah dari judi online, sialan. Eh, tapi ada satu ternyata dari sebuah pabrik.

"Mak, aku di undang interview di pabrik."

Ibu khanif yang sedang memasak nasi tentu saja terkejut." Benarkah, coba ke sana, siapa tahu kamu diterima kerja."

Pemuda itu lalu mencoba menghubungi perusahaan tersebut. Agak lama satu jam ia menunggu sampai sebuah email balasan masuk.

"Kenapa nak?" Tanya ibunya ketika melihat muka anaknya lesu.

"Sudah lewat Mak, harusnya sebulan yang lalu interview nya, cuma karena masuk folder spam jadi aku ngga tahu."

"Folder apa itu?" Tanya ibunya yang memang tidak terlalu paham masalah tersebut.

Khanif baru mencoba menjelaskan ketika mereka dengar suara ribut-ribut di luar. Ternyata adiknya Rukayah yang datang dengan temannya. Paling ia hendak belajar kelompok di rumahnya. Rukayah memang baru sekolah SMA.

"Kayah, radio mu antik juga." Seru temannya ketika melihat radio yang ada di ruang tengah.

"Iya, itu peninggalan Mbah Kakung aku, sudah dari zaman Belanda lho. Mungkin sudah 100 tahun. Mbah Kakung aku dulu seorang kepala desa disini, makanya bisa punya radio." Anak itu malah membual. Tiga temannya hanya mengangguk angguk.

"Wah keren, tapi ngga ada kejadian aneh ya?" Tanya teman satunya lagi.

"Kejadian aneh apa? Masa radio ada kejadian anehnya."

"Ya, siapa tahu, katanya kalo benda kuno suka ada penunggunya."

Rukayah merenung sejenak. " Iya sih, sebenarnya semalam aku bangun karena dengar ada suara di ruangan ini. Ternyata radio itu menyala sendiri, kalo ngga salah jam 11, serem. Iya kan mas?"

Kakaknya yang ditanya menggeleng." Mas ngga dengar."

"Ih, masa ngga dengar sih, suaranya jelas kok." Bantah adiknya yang takut dianggap bohong.

"Mas main game sampai jam satu tapi ngga dengar, mungkin kamu mimpi kali." 

"Sudah-sudah, mungkin bapak lupa matikan radio, biasa bapakmu kalo nyetel radio atau televisi suka lupa." Ibunya tiba-tiba muncul menenangkan. Ia tak mau kedua anaknya berdebat.

* * *

Hore, akhirnya aku bisa naik level, seru khanif kegirangan. Sudah sebulan ini ia berusaha agar naik level dari game yang ia mainkan tapi gagal terus. Kadang ia tergoda untuk mencari cheat game tersebut di internet tapi dibatalkan, bukan gamer sejati kalo pakai cheat begitu pikirannya.

Ia memang maniak game, uang jajan dari ibunya kadang ia pakai untuk beli diamond atau semacamnya agar bisa naik level. Kadang juga ia beli game resmi kalo versi gratis cuma mentok level lima, biarpun harganya lumayan mahal.

Ah, kencing dulu lah sebelum tidur.

Pemuda itu lalu keluar kamar. Ruangan tengah seperti biasa remang-remang. Saat berjalan itulah ia mendengar suara seperti gamelan.

Khanif bukanlah pemuda penakut, ia kadang sering nonton film horor seperti pengabdi setan ataupun KKN desa penari tapi tak pernah takut sama sekali, kadang juga nonton penghuni tanah Jawa di YouTube saat tengah malam tapi mendengar suara gamelan disusul seperti orang bermain wayang kulit di tengah malam buta biarpun bunyinya lirih tak urung membuat tengkuknya merinding.

Ia mencoba mencari asal suara itu, ternyata berasal dari radio yang dibeli oleh bapaknya. Padahal ia lihat sendiri bapaknya mematikan radio sebelum tidur tadi karena ibunya mengingatkan agar Rukayah tidak ketakutan.

Ia teringat dengan cerita adiknya, tak salah lagi. Ini memang radio ada penunggunya.

"Ada apa sih?" Tanya bapaknya ketika anak sulungnya itu menggedor pintu kamar.

"Ini pak, radio itu bunyi sendiri."

"Mana?" Tanya bapaknya lagi sementara ibunya menyalakan lampu tengah, ruangan jadi terang.

Mereka bertiga lalu menuju radio tersebut. Tak ada suara lagi selain langkah mereka.

"Kamu ngga bohong kan." 

"Sumpah pak, tadi aku dengar suara seperti orang main wayang. Lagian buat apa aku bohong sih."

"Pasti ada setan nya tuh radio bapak. Aku juga beberapa hari lalu dengar suara dari radio itu padahal aku yakin itu radio sudah bapak matikan." Adiknya yang bangun mendengar ribut-ribut ikut menimpali.

"Ya udah, ini bapak cabut kabelnya, pasti ngga bakal nyala lagi." Bapaknya mengalah.

"Taruh di belakang saja pak, di gudang."

"Ini tengah malam, besok saja ntar bapak taruh di gudang."

* * *


"Pak Wongso, bapak tahu ngga kenapa radio ini suka nyala sendiri." Tanya bapak sementara khanif di sampingnya. Baik emak maupun Rukayah sudah mendorong agar radio itu dibuang atau dijual lagi, yang penting tidak ada di rumah. Karena masih sayang dengan radio itu bapak hanya menaruh di belakang rumah, yang terpaksa ia harus beli kabel listrik lagi. Setelah itu ia bersama anaknya pergi ke pasar Kliwon.

"Lho, masa radio itu bisa menyala sendiri." Pedagang barang kuno di pasar Kliwon itu bertanya.

"Benar pak, dua anak saya ini semuanya dengar kalo tengah malam radio itu bunyi sendiri." Ujarnya. Khanif disampingnya mengangguk.

Pak Wongso yang sudah berumur 60 tahun tapi masih kelihatan sehat itu merenung. " Kalo ngga salah, aku dapat radio itu setahun atau dua tahun lalu. Yang jual aku juga lupa. Tapi konon itu radio almarhum bapaknya, karena sudah tidak terpakai lagi ia jual daripada di rumah bikin sesak saja."

"Waduh, jangan-jangan yang suka menyalakan radio itu arwah bapaknya yang jual itu." Pemuda itu bergidik.

"Bisa jadi, apalagi itu radio kesukaannya dan sudah sangat lama."

* * *

"Khanif, mau kemana?"

Pemuda itu menengok untuk melihat siapa yang menyapanya. Ternyata Herman, kakak kelas sekolah SMP dulu, beda nya ia sekarang sudah bekerja di pabrik, lain dengan dirinya yang masih nganggur.

"Ini mas Her, aku mau buang radio ini di tempat sampah."

Di desa nya untuk membuang sampah memang harus ke tengah sawah jauh dari rumah penduduk desa. Tiap dua atau tiga hari sekali ada truk pembawa sampah yang datang membawa sampah-sampah yang ada.

"Emang radio nya rusak ya?" Tanya Herman agak tertarik karena bentuknya yang antik itu.

"Enggak mas, radio nya masih bagus, tapi ada setan di dalamnya suka nyala sendiri, makanya mau aku buang."

"Ada setan radio?"

Yang ditanya lalu menceritakan tentang bagaimana kalo tengah malam radio itu suka menyala sendiri. Untungnya khanif pemuda yang jujur, jadi ia menceritakan apa adanya, tidak dilebihkan seperti adiknya.

Herman mengangguk angguk."

"Sebenarnya aku tahu kenapa radio jadul ini suka menyala sendiri nif, dan ini tidak ada hubungannya dengan hantu atau setan."

"Ah masa sih. Bagaimana mungkin radio bisa menyala sendiri sementara sudah dimatikan."

"Karena ini radio lama maka aku duga kena interferensi radio atau gelombang radio acak. Jadi radio zaman dulu itu tidak ada anti interferensi agar gelombang radio tidak tertangkap antena secara acak, beda dengan radio tahun 2000 keatas yang sudah ada fitur ini. Cuma memang kalo kena interferensi suaranya itu kecil. Kalo siang sebenarnya kena juga cuma karena kecil jadi tidak terasa atau terdengar, beda dengan tengah malam yang sepi. Suara kecil juga kelihatannya besar, sama lah dengan suara detak jam, kalo siang ngga bakal kedengaran. Selain itu, dalam radio lama biasanya ada baterai yang bisa menyimpan listrik, jadi biarpun kabel sudah dicabut tapi masih bisa menyala dalam daya rendah."

"Tapi, tapi.. masa ada suara gamelan atau wayang mas. Padahal bapakku ngga pernah nyetel wayang di radio nya."

"Coba aku cek radio kamu dulu."

Herman lalu mencolokkan radio tersebut. Ia lalu memutar-mutar tombolnya. Ada beberapa gelombang radio yang tertangkap, tapi lelaki itu masih memutar terus.

"Nah, ini ada satu stasiun radio yang menayangkan wayang. Ini kan daerah Jawa, jadi wajar ada radio yang nyetel itu karena masih ada banyak juga orang yang suka wayang atau gamelan."

Ia lalu memutar lagi, dapat lagi stasiun radio yang juga memutar lagu-lagu Jawa keroncong.

"Jadi namanya juga interferensi, jadi memang acak. Biarpun bapak kamu pas matikan radio mungkin sedang mendengarkan lagu pop, tapi kalo tengah malam bisa berubah jadi wayang atau apa, tergantung siaran yang tertangkap."

Khanif makin bingung dengar penjelasan temannya.

TAMAT

Agus Warteg
Agus Warteg Hanya seorang blogger biasa

4 komentar untuk "Misteri radio yang menyala sendiri "

  1. Terus radio nya jadi dibuang atau ngga? Daripada dibuang menurutku dijual saja di toko online seperti toped, lumayan bisa laku jutaan kalo radionya langka.

    BalasHapus
  2. Ngeri emang kalo tengah malam dengar suara gamelan, jadi ingat adegan di KKN desa penari saat mau kembali ke dusun, tengah hutan malam-malam ada suara gamelan.😱

    BalasHapus
  3. Radio tua yang menangkap berbagai gelombang di udara, interferensi ya, bikin suasana malam jadi berubah menyeramkan...

    BalasHapus
  4. Ternyata bukan setan ya, tapi karena radio lama itu kena acak gelombang. Berarti radio tahun 2000 aman ya, ngga bakal ada bunyi gamelan.

    BalasHapus