Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kekasih dari alam kubur part tujuh

 


Saat hendak pulang dari Brebes menuju desanya itulah mobilnya mogok tanpa sebab di tengah jalan. Agus cek kondisi kendaraannya oke semua tak ada sesuatu masalah. Akhirnya ia putuskan untuk jalan, saat itulah ia mendengar jeritan seorang wanita minta tolong.

Kalo saja pikiran Agus sedang jernih pikirannya mungkin ia merasa aneh ada seseorang minta tolong padahal daerah sekitarnya tidak ada rumah penduduk tapi karena ingin menolong maka ia langsung saja kesana. Betapa terkejutnya ia ketika melihat gadis yang meronta-ronta itu adalah Pratiwi.

A..apa, langkahnya langsung berhenti. Tiga orang itu menengok dan detak jantung kepala desa itu langsung berdetak kencang dan nyalinya menciut. Dibawah sinar bulan ia mengenali ketiganya sebagai anak buahnya tapi kini dengan kondisi mengerikan. 

Herman sekujur tubuhnya dibungkus kain kafan kecuali mukanya tampak sedikit berdarah akibat jatuh dari jurang. Bayu juga memakai kain kafan tapi lehernya tampak bolong, juga mukanya rusak separuh, begitu juga salah satu matanya hilang. Yang paling mengerikan satria, tubuhnya tampak remuk dan darah masih menetes keluar dari tubuhnya.

Baca kisah sebelumnya: Kekasih dari alam kubur part enam

Pratiwi tertawa nyaring, ia segera bangun dan langsung berdiri di depan ketiga mayat hidup.

"Apa kabar mas Agus, akhirnya kita bertemu juga."

Habis itu ia tertawa-tawa membuat Agus serasa terbang nyawanya. Ingin ia kabur dari tempat tersebut tapi sayangnya kakinya terasa lemas tak bertenaga. Tiga mayat hidup itu tanpa dikomando langsung menuju dirinya dengan perlahan. Kaki mereka melangkah seperti zombie.

Tidak, ini pasti mimpi buruk, racau Agus. Ingin ia lari tapi sayangnya tidak bisa. Ia coba cubit tangannya, ternyata sakit pertanda ini bukan mimpi belaka. Sementara mereka bertiga semakin dekat tinggal beberapa langkah lagi, sementara Pratiwi hanya tertawa-tawa dari kejauhan.

Disaat-saat kritis itulah sebuah cahaya menyilaukan datang dan membuat langkah ketiga mayat hidup itu berhenti sejenak untuk melihat. Ternyata cahaya itu dari lampu mobil pickup yang langsung berhenti tepat diantara pak lurah dan tiga mantan anak buahnya itu.

"Pak lurah, cepat masuk." Perintah orang tersebut sambil membuka pintu mobilnya. Agus mengenalinya sebagai salah satu warganya tapi tidak tahu namanya. Tanpa banyak bicara ia melangkah, untungnya kali ini ada tenaga sehingga ia bisa masuk. Tanpa banyak bicara, orang itu langsung memasukkan gigi lalu tancap gas, mayat Herman dan Bayu yang mencoba menghadang langsung terpental kena hantaman bodi mobil.

"Biarkan saja, tidak usah dikejar." Pratiwi berkata lalu iapun pergi.

Biarpun badan mobil tersebut agak jelek tapi larinya ternyata boleh juga. Dalam sekejap kendaraan roda empat itu sudah kabur meninggalkan tempat tersebut.

Agus menarik nafasnya yang tadinya sudah kembang-kempis saking ketakutannya. Ia coba amati lagi orang yang menolongnya yang usianya hampir sama dengannya dan memang ia kadang bertemu di desa Kaligangsa cuma tidak tahu namanya.

"Terima kasih mas..."

"Namanya Jaenudin, biasa dipanggil Jaey pak lurah." Sebuah suara lembut menyahut dari belakang. Agus menengok dan segera mengenalinya sebagai kyai Syahroni, ulama kharismatik di desanya. Kepala desa itu jadi malu karena ia tidak tahu nama warga kampung yang dipimpinnya.

Bagaimana mereka berdua bisa datang ke tempat tersebut, apakah hanya kebetulan saja?

Malam itu sehabis memimpin jamaah sholat isya di masjid kyai Syahroni lalu pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang ia tidak buru-buru. Sepanjang jalan ia hanya sedikit bertemu dengan warga, hal inilah yang membuat hatinya agak masygul.

Pertama desanya akhir akhir ini sangat sepi apalagi sejak kejadian meninggalnya Herman dan Bayu secara mengenaskan terutama saat acara tahlilan nya Herman, para penduduk jadi ciut nyalinya dan lebih ngendon di rumah masing-masing. Jamaah sholat Maghrib dan isya juga berkurang drastis.

Kedua, siapa sebenarnya yang menjadi biang keladi dari semua peristiwa ini. Ia yakin ada sesuatu yang jahat dibalik semua kejadian tersebut.

Sambil wiridan maka kyai desa itu duduk di teras rumahnya.

"Assalamualaikum kyai Syahroni." Sebuah salam membuat ulama itu menengok, dibalik kegelapan malam muncul sesosok laki-laki yang berusia tidak beda jauh dengannya. Ia memakai pakaian serba hitam, kontras dengan rambutnya yang putih.

"Waalaikumsalam. Kalo boleh tahu siapakah kisanak ini?" Tanyanya karena ia memang baru pertama kali melihatnya.

Orang tua itu tersenyum." Wajar kalo kyai tidak kenal aku karena memang biarpun aku berasal dari desa ini tapi sudah lama sekali pindah. Aku Joko, cucunya Ki Kusumo, mungkin kyai pernah dengar nama kakekku." 

Paras ulama yang sudah sepuh itu agak berubah. Nama Ki Joko cukup sering ia dengar terutama kalo ada warga desa yang kena teluh atau santet, pasti banyak yang kesana, kabarnya memang ia berasal dari Kaligangsa cuma ia memiliki istri orang Sawojajar makanya pindah kesana dan menetap di sana biarpun istrinya sudah meninggal.

"Ah rupanya Ki Joko jauh-jauh datang dari Sawojajar ke gubugku yang reot ini, silahkan masuk Ki, jangan sungkan."

Orang tua itu maju dan paras kyai Syahroni agak berubah ketika ia melihat bahwa orang tua itu kakinya tidak menapak tanah. Melihat perubahan maka Ki Joko tersenyum. Ia lalu menceritakan semuanya termasuk peristiwa terbunuhnya dirinya oleh seseorang akibat kerasukan roh jahat. Orang tua itu tidak menceritakan yang membunuhnya Ahmad, remaja tanggung karena tahu ia tidak berdosa.

"Apa yang dapat kulakukan Ki Joko?"

"Mata batinku melihat roh dari masa lampau itu ingin membuat kekacauan yang lebih besar di desa ini karena dendam masa lalu. Kulihat sekarang ia sedang mengincar nyawa kepala desa Kaligangsa. Kalo kyai Syahroni sudi maka aku rasa sebaiknya ia diselamatkan biarpun kelakuannya kurang baik."

Orang tua itu mengerti. Iapun lalu segera menuju ke rumah Dudung tetangganya tapi sayangnya ia tidak ada di rumah. Entah pergi kemana, begitu kata istrinya. Ia coba ke Kosim tapi sama seperti Dudung, ia juga pergi. Takut, begitu kata anaknya karena Kosim ikut tahlilan saat mayat Herman dilemparkan dan ia takut kena kutukan.

Ulama kampung itu hanya geleng-geleng kepala, apakah orang-orang sekarang sudah jadi penakut semua. Saat sedang bingung itulah seseorang menyapanya.

"Assalamualaikum pak kyai."

Kyai Syahroni langsung menengok dan yang menegurnya ternyata Jaenudin yang sedang naik mobil pickup karena ia sekarang memiliki usaha mengantar sayuran dari desanya ke pasar Brebes. Ia mendapatkan modal usaha dari bank. Jaey segera turun lalu mencium tangan ulama tersebut.

Tentu saja kyai Syahroni senang, segera saja ia meminta agar Jaey mengantarnya ke suatu tempat.

"Kamu mau kan Jaey."

"Demi pak kyai aku rela mengantarkan kemana saja. Bahkan ke Jakarta juga ayok."

"Syukurlah." Orang tua itu bernafas lega." Sekarang kita segera kesana, makin cepat makin baik."

"Memang kita mau kemana pak kyai, kok sepertinya penting sekali." Tanyanya sambil menghidupkan mesin mobil. Mobilnya melaju pelan menembus kegelapan malam.

"Ke pohon beringin yang ada di luar desa." Jawabnya. Sebuah jawaban yang tentu saja mengejutkan lelaki itu sehingga ia langsung mengerem mobilnya.

"Waduh pak kyai, untuk apa kita ke tempat angker itu?"

"Katamu tadi siap mengantar ku kemana saja, bahkan ke Jakarta yang jauh saja kamu berani. Masa ke pohon beringin yang ada di luar kampung saja nyalimu langsung ciut."

Jaey tersenyum kecut." Waduh pak kyai, terus terang aku memang takut apalagi akhir-akhir ini banyak orang mati mengerikan di desa ini, termasuk di pohon itu. Herman, kemudian Bayu. Wis serem "

"Kalo kita terlambat kesana, mungkin akan ada satu orang lagi yang akan mati mengerikan, dan mungkin juga nanti akan gentayangan di desa ini. Ayo cepat kesana, semoga masih sempat."

"Memang siapa yang ada disana kyai?" Tanya laki-laki itu penasaran.

"Pak kades." Jawab ulama itu singkat. Jaey sebenarnya ingin bertanya tapi orang tua yang dihormatinya itu segera menyuruhnya agar segera ngebut kesana. Akhirnya iapun langsung tancap gas. Beruntung mereka tidak datang terlambat sehingga bisa menyelamatkan lurah Agus dari keganasan para mayat hidup yang dibangkitkan oleh roh gentayangan itu.

"Makasih banyak mas Jaey, aku tidak akan melupakan kebaikan mu. Makasih banyak juga pak kyai." Kata kepala desa itu, seumur hidup baru kali ini ia berterima kasih pada orang yang biasa diacuhkannya. Ia lalu hendak mencium tangan ulama tapi di cegahnya.

"Berterimakasih lah kepada Allah SWT juga pak kades. Tanpa pertolongannya, tidak mungkin engkau selamat." Katanya bijak.

"Makasih banyak ya Allah." Ucapnya lirih. Orang tua itu hanya tersenyum sedangkan jaey hanya mesem saja.

"Sekarang kita kemana pak kyai?" Tanya jaey bingung, apakah akan pulang ke rumahnya, ia takut. Melihat tiga mayat dengan kondisi mengerikan hendak mengganyang kepala desa itu saja sudah membuat nyalinya ciut. Bagaimana kalo nanti mereka datang kesana mencarinya karena sudah menyelamatkan calon korbannya.

"Sebaiknya pak lurah pulang saja ke rumah. Jaey, kalo kamu terserah, tapi boleh juga menemani pak lurah ini."

"Waduh pak kyai, aku ada keperluan di desa lain, untuk mengambil dagangan buat besok dibawa ke pasar Brebes." Tolak nya.

"Ya sudah, terserah kamu, tapi sebelumnya kamu antarkan pak lurah ini pulang."

"Aku.. aku tidak berani sendirian disana pak kyai, ku mohon temani aku kyai." Ujar Agus menghiba, hilang sudah wibawanya. Kejadian barusan benar-benar sudah menghilangkan nyalinya.

"Tak perlu takut pak lurah, begitu sampai rumah jangan lupa untuk sholat agar dapat perlindungan dari Allah SWT. Aku belum bisa menemani karena harus ada yang aku kerjakan lebih dulu."

"Memang pak kyai mau mengerjakan apa?" Kali ini jaey yang bertanya.

"Kamu tidak perlu tahu, yang penting antarkan aku kesana."

"Kemana pak kyai."

"Kuburan umum di pojok desa." Jawab ahli agama itu kalem.

Jawaban itu tentu saja membuat mereka berdua kaget bukan main dan Jaenudin pun kembali mengerem mobilnya.

"Kemana pak kyai?" Tanyanya seakan tak percaya dengan pendengaran nya.

"Kamu tadi dengar apa yang ku ucapkan, antarkan aku ke kuburan umum di pojok desa." Ucap ulama itu dengan suara agak keras pertanda ia dongkol. Maklum, sewaktu Jaey mengerem mobilnya secara mendadak, kepalanya hampir terbentur dashboard mobil, beruntung tangannya sigap sehingga kepalanya selamat dari benjolan.

Lelaki itu hanya mengangguk saja. Walaupun sebenarnya ia penasaran untuk apa kiyai yang dihormatinya kesana. Sejak kejadian mengerikan yang terjadi di desa mereka, kuburan itu menjadi angker. Jangankan masuk, siang hari orang lewat saja tidak berani. Lha kok kyai Syahroni malam-malam kesana.

Tapi karena ini perintah dan perintah seorang kiyai pantang dibantah maka iapun menurut. Ia membawa mobilnya sampai di mulut jalan, sedangkan kuburan itu masih jauh ke depan. Itu saja sudah bikin merinding setengah mati.

"Pak kyai." Ujar Jaey ketika ulama itu hendak membuka pintu mobil. Orang yang disapanya hanya tersenyum lalu meneruskan membuka pintunya lalu keluar. Kiri kanan jalan hanya tampak kegelapan malam dengan beberapa pohon yang sudah tua tapi orang tua itu tampak tenang melangkah.

"Pak lurah, kita pulang sekarang." Tanyanya pada orang yang ada di sebelahnya.

"Ayok mas, emang kamu mau menunggu kyai Syahroni sampai pulang lagi, mau menunggu disini?"

"Hiii, ogah. Dikasih uang segepok juga aku tidak mau." Katanya lalu segera menstarter mobilnya. Tapi anehnya mobil itu tidak mau jalan sehingga lurah Agus tampak tegang dan pucat teringat ia dengan pengalaman sebelumnya, beruntung orang disebelahnya tidak terlalu memperhatikan, sedang sibuk melihat dashboard.

"Sial, beginilah beli mobil bekas." Gerutu pemiliknya.

Jaey kembali menstarter dan kini dapat menyala, mobil pickup itu berjalan pelan meninggalkan kuburan membuat kepala desa itu tenang. Biarpun Herman dimakamkan kembali bukan di pemakaman umum tersebut tapi nyali nya tetap ciut juga.

Sementara itu berbekal cahaya rembulan kyai Syahroni melangkah ke dalam pemakaman umum itu, beruntung cahayanya tidak tertutupi awan sehingga kakinya tidak tersandung nisan atau semacamnya.

Langkah kakinya berhenti di sebelah utara di sebuah kuburan yang sudah rata dengan tanah karena memang penghuninya sudah dimakamkan sepuluh tahun yang lalu. Makam yang tadinya tidak dilirik kini menjadi ditakuti, siapa lagi kalo bukan kuburan Pratiwi, anak dari Broto.

Dengan memegang tasbih di tangan kanannya orang tua itu mulai membaca basmalah dan beberapa doa. Mukanya ada sedikit ketegangan tapi dengan keteguhan hatinya, keraguan yang tadinya muncul perlahan-lahan sirna.

Doa nya mulai mendapatkan hasil, sayup-sayup dari kejauhan sebuah bayangan samar menampakkan diri di pohon Kamboja, lalu akhirnya seorang perempuan muda tampak berdiri tidak jauh dari tempat orang tua itu. Wajahnya tampak sedih seakan menanggung sesuatu, tapi hal itu membuat kyai Syahroni lega, karena berarti benar ia yang dicarinya.

"Assalamualaikum nak Tiwi, apakah kau masih mengenali orang tua ini." Tanyanya dengan pelan.

Arwah itu hanya mengangguk, tidak menjawab salamnya.

"Nak Tiwi, benar kah kamu ini yang ada di hadapanku. Yang dulu mengaji padaku."

Akhirnya gadis itupun berbicara." Maafkan aku pak kiyai, aku memang benar Pratiwi, tapi sayangnya aku tidak pantas menjadi muridmu." Air mata pun tanpa sadar jatuh dari pipinya.

Jika saja ia dapat bersimpuh dan mencium tangan orang tua itu tentu sudah Pratiwi lakukan, tapi sayangnya ada hawa panas dari orang yang dihormatinya yang bisa membuat rohnya terbakar sehingga ia urung melaksanakan nya.

Melihat keadaan gadis itu maka kyai Syahroni melepaskan ilmu membentengi dirinya itu, karena jelas gadis itu bukanlah roh jahat." Aku tahu bukan kamu yang melakukan semua ini, iyakan nak Tiwi."

Gadis itu sepertinya ingin bicara tapi masih bimbang. Melihat hal itu maka orang tua itu melanjutkan." Kalo kamu masih mempercayai ku sebagai gurumu nak, ceritakan lah semuanya."

"Aku bukan ragu kiyai, hanya merasa sudah sangat kotor dan berdosa, ini semuanya karena salah ku."

Walaupun agak terkejut tapi kyai Syahroni membesarkan hatinya." Semu manusia tidak luput dari dosa nak, termasuk aku. Malah mungkin dosaku bisa jadi lebih banyak darimu."

Akhirnya roh gadis itu pun cerita. Ketika ia dilemparkan ke jurang dibawah pohon beringin itu tentu saja Pratiwi sangat dendam, baik kepada ketiga orang yang memperkosa dan membunuhnya tapi juga kepada dalangnya yaitu Agus, kekasihnya sendiri.

Begitu tubuhnya jatuh menghantam tanah maka tentu saja ia sekarat. Tubuhnya remuk dan darahpun mengalir dari tubuhnya. Awalnya darahnya meresap kedalam tanah, tapi terjadi keanehan, darahnya tiba-tiba muncul dari tanah lalu mengalir menuju sebuah gundukan batu yang berada persis di sebelahnya ia jatuh.

Saat rohnya keluar itulah ia melihat sebuah cahaya merah keluar dari gundukan batu itu dan sinar tersebut membentuk sebuah bayangan yang samar, tapi lama-lama menjadi jelas. Ternyata bayangan itu menjadi seorang wanita cantik yang seumuran dengannya tapi menurutnya lebih cantik. Selagi arwah Pratiwi terheran-heran maka roh tersebut menatapnya.

"Terimakasih anak manis, berkat darahmu akhirnya aku bisa bangkit lagi dari kubur untuk membalaskan dendam ku." Suaranya terdengar indah tapi Pratiwi merasa ada sesuatu yang dahsyat dalam nada bicaranya.

"Kau.. kau siapa."

"Ah, kau tentu tidak mengenalku. Aku berasal dari desa Kaligangsa juga, cuma sudah puluhan tahun atau bahkan seratus tahun terkurung dalam makam batu ini. Namaku Larasati. (Untuk lebih jelasnya siapa Larasati silahkan baca: Petaka desa Kaligangsa)

Tentu saja gadis muda itu tidak tahu siapa Larasati. Arwah yang baru keluar dari makam batu itu lalu bertanya." Mengapa kamu bisa jatuh kesini?"

Ditanya seperti itu maka roh Pratiwi jadi teringat dengan nasibnya. Matanya pun memancarkan dendam kesumat. Iapun bercerita kalo dirinya menjadi korban kejahatan dari kekasihnya dan begundalnya. Ingin ia membunuh mereka untuk membalaskan sakit hatinya.

Mendengar hal itu maka arwah dari masa lalu itu tertawa." Aku juga punya sakit hati kepada orang-orang desa Kaligangsa yang sudah membunuh orang yang kucintai. Tapi sayangnya akupun sama sepertimu, mati penasaran oleh kepala desa dulu."

Mendengar hal itu maka hilang sudah harapannya, ternyata ia juga sama seperti dirinya, tidak berdaya menjadi kekejaman manusia.

Melihat reaksi gadis itu maka roh Larasati tersenyum. "Aku saat ini baru bangkit jadi belum memiliki banyak ilmu. Tapi jika aku bisa bertapa dulu maka tidak akan ada orang di desa Kaligangsa maupun sekitarnya yang bisa mengalahkan ku. Membunuh orang-orang yang jahat padamu itu sangat mudah."

"Berapa lama anda akan bertapa?"

"Sepuluh tahun."

Tentu saja arwah Pratiwi itu terkejut, Lama sekali pikirnya.

Roh dari masa lampau itu tersenyum." Kamu tahu, kita harus sabar menunggu agar bisa membalas dendam. Apalah artinya sepuluh tahun bagiku karena aku sudah hampir seratus tahun terkurung disini. Lagipula apakah kamu tidak ingin membalas dendam yang keras kepada para jahanam yang sudah membunuhmu."

Mendengar hal itu akhirnya gadis itu sadar, tapi ia masih penasaran juga." Kenapa kita tidak balas dendam sekarang?"

"Sekarang?" Larasati mengejek." Roh kita ini tidak bisa apa-apa, tidak akan sanggup melakukan apapun bahkan kalo ada yang membaca ayat-ayat suci maka roh kita akan terbakar. Yang paling parah kalo seseorang mengurung kita di sebuah wadah lalu wadah tersebut terkena sinar matahari, roh kita akan langsung musnah menjadi debu dan akan sengsara sampai hari kiamat tiba. Kita tidak akan pernah punya kesempatan untuk membalas dendam dan para manusia jahanam itu akan makin merajalela."

Mendengar penuturannya bergidik juga Pratiwi. Kalo itu terjadi berarti dirinya tidak akan bisa balas dendam. Ia akhirnya menurut dengannya. Arwah Mereka berdua pun lalu masuk kembali kedalam kuburan batu itu.

Mendengar ceritanya maka kyai Syahroni menghela nafas panjang." Apakah kamu tahu kalo itu tandanya kamu bersekutu dengan setan nak."

"Aku tahu pak kyai. Demi membalas dendam maka aku rela bersekutu dengan apapun."

"Tapi mengapa tukang gali kubur itu juga jadi korban, padahal menurut penuturan mu ia tidak bersalah." Yang dimaksud oleh orang tua itu adalah khanif.

Mendengar perkataannya maka roh Pratiwi menunjukkan muka sedih. "Ini bukan salahku pak kyai. Aku tidak kuasa menahan untuk membunuhnya karena ini perintah darinya. Diriku sudah dikuasai olehnya, mau menolak pun tidak bisa."

"Roh Larasati?"

Yang ditanya mengangguk.

"Aku melihat ia sepertinya ingin membunuh para penduduk desa Kaligangsa untuk membalas dendamnya. Aku tidak bisa membantahnya karena roh ku sudah terbelenggu olehnya. Sekarang aku lihat ia sudah memerintahkan anak buahnya itu untuk menuju rumah Agus."

Tentu saja penuturan gadis itu membuat ulama itu terkejut.

* * *

Sementara itu di bagian lain desa Kaligangsa sebuah mobil pickup berjalan di tengah malam. Tidak satupun mereka menemui warga desa, padahal kalo dalam keadaan normal, lurah Agus yang sering jalan-jalan melihat satu dua warganya beraktivitas, baik sebagai pedagang malam seperti mie ayam atau hanya untuk begadang, tapi kini desa sunyi sepi.

Kendaraan roda empat itupun berhenti di sebuah rumah bertingkat dua yang megah.

"Jaey, kamu temani aku malam ini ya, nanti aku kasih kamu hadiah sebagai carik." Rayu Agus pada orang disampingnya.

Walaupun agak tergiur oleh tawarannya tapi Jaenudin teringat dengan kejadian dibawah pohon beringin tadi, ia tidak mau mengalami nasib mengerikan seperti tiga anak buah kepala desa itu." Maaf pak kades, aku permisi dulu ada keperluan penting."

Tanpa menunggu jawabannya ia langsung tancap gas meninggalkan rumah kepala desa itu.

Tentu saja hal tersebut membuat Agus geram. Jika dalam keadaan biasa tentu saja ia sudah mencaci maki tapi kini hanya pasrah saja.

"Mas sudah pulang." Seru sebuah suara dibelakangnya membuat Agus terkejut bukan main, hampir saja ia memaki kalo saja tidak sadar itu suara Sumiati istrinya.

"Sudah Sum. Kenapa kamu belum tidur?" Katanya lega, setidaknya ada seseorang yang mendampinginya di saat seperti ini.

"Suamiku pergi larut malam, mana mungkin sebagai seorang istri aku bisa tidur nyenyak apalagi banyak kejadian aneh belakangan ini, syukurlah mas Agus sudah pulang dan tidak ada apapun." Ujarnya lega.

Mendengar perkataannya maka Agus pun trenyuh. Iapun segera memeluknya." Makasih sayang, mas tidak apa-apa kok. Mari masuk."

Begitulah, akhirnya Agus pun masuk kedalam bersama istrinya dan ia lupa pesan kyai Syahroni agar sholat malam tanpa ia sadari kalo dari kejauhan beberapa tubuh kaku berjalan perlahan-lahan menuju rumahnya.

Bersambung : Kekasih dari alam kubur part 8





Agus Warteg
Agus Warteg Hanya seorang blogger biasa

43 komentar untuk "Kekasih dari alam kubur part tujuh"

  1. whew.. jadi selama ini yang bersalah rohnya larasati, suster tiwi cuma ikut-ikutan tok tow hihi.. aku kira si jaenudin juga bakal jadi korban selanjutnya ya :D

    semakin seru aja nih ceritanya, moga nanti pak lurah matinya secara mengenaskan juga :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Enggaklah Nif, lurah Agus kan tokoh utamanya jadinya ngga boleh mati apalagi matinya ngenes, paling nanti kabor ke luar negeri.🤣

      Hapus
    3. Belum ada Hu, mungkin part 8 juga belum ada soalnya rencananya mau sampai 100 episode.🤣

      Nanti ada adegan romantis, tapi antara mas khanif dan Miranda.😂

      Hapus
    4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    5. Kalo bintang ngambek dikasih permen, kalo Tiwi dikasih apa ya? 😅

      Hapus
    6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lho ternyata Tiwi keturunannya Larasati ya? 🤔

      Baru tahu saya setelah dijelaskan, sungkem suhu.😄

      Wah kenapa Tiwi tidak diperlakukan dengan mesra oleh Agus ya, apa mungkin karena Tiwi tidak kasih kuota atau pulsa ya.🤣

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Masa sih, bisa jadi kok Pratiwi keturunan Mbah buyut Larasati, tinggal aku ubah ceritanya.😅

      Hapus
    4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  3. Wah, dapat llmu nih. berarti kalau kita berhadapan dengan roh jahat, baca ayat alquran. Maka si pengganggu itu bisa hangus terbakar. Ngeri, ah. He he .... selamat pagi, Mas Agus. terima kasih telah berbagi.

    BalasHapus
  4. wah...deg degan menunggu episod selanjutnya...

    Mantul ceritanya .... 👍👌

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih pak tanza...pemeran utamanya si tiwi emang mantul..soalnya peraih piala citra sebagai artis pemeran utama terbaig hihihi

      三三ᕕ( ᐛ )ᕗ

      Hapus
    2. Siapa dulu gurunya aku dalam membuat cerita kang tanza, gustyanita Pratiwi gitu lho.😃

      Hapus
  5. Wah Ki Joko hidup lagi tapi kakinya tidak menapak tanah, perlu dikasi pemberat itu biar menapak tanah 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya Ki Joko digendong sama kang Jaey makanya kakinya tidak napak di tanah.😄

      Hapus
    2. 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

      Hapus
  6. Kasian banget khanif mati sia2 :((

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kasihan ya. Ntar aku tanya dulu sama pengarangnya mbak.😂

      Hapus
  7. Hikssss, belum ending jugaaaa...
    Penasaran :D

    Jadi terjawab ya alasannya, mengapa Khanif juga jadi korban, dan mengapa si Tiwi sedih setelah membunuh Khanif.

    Btw penasaran nih, kalau nulis cerpen kayak gini, biasanya udah dibikin ga alurnya bakalan kayak gimana, atau ngalir aja? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan episode delapan juga kayaknya belum kelar mbak, mungkin part 9 yang terakhir.😂

      Sebenarnya dari awal sudah ada alurnya tapi kadang biasanya melenceng dan akhirnya mengalir begitu saja. Maklumlah masih penulis abal-abal mbak.😄

      Hapus

  8. Masa tuh Lurah Suueee kaga mampus2...Kasihan yang lain wooiiii🤣🤣🤣🤣


    Oohh Zaenudin itu si Jaey...Kira2 bakalan mati juga nggak akhirnya, Atau ia yang bakal jadi pahlawan bertopeng nantinya.🤣🤣🤣🤣


    Atau mungkin Lurah suuueee itu bakal mati di tangan Larasati, Atau pratiwi...Apa bisa juga Lurah suuuee itu matinya dipelukan istrinya Sumiati yang kerasukan roh Larasati.😁😁😁😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Si Jaey sdh aman kabur ke desa sebelah 🤣

      Hapus
    2. Tunggu saja episode 8 apakah lurah sueee itu akan nyusul tiga anak buah apa enggak.

      Lalu siapakah yang akan jadi pahlawan bertopeng, apakah Jaey atau lainnya? Silahkan tonton setelah pesan-pesan berikut ini.🤣

      Hapus
  9. Pak kadesnya hampir jadi korban nih, seram juga ya pohonnya, banyak penunggu gaibnya, herman dan bayu dah koid dan sekarang ingin memakan korban lagi, bagian terseram menurutku ketika kaki tidak menapak ke tanah,..heem, maka ia adalah 😈

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul koh, pohon beringin memang dari dulu udah seram bahkan katanya kalo Maghrib ada yang gelantungan.😂

      Hapus
    2. wadidaw, ngeri-ngeri sedap gimana gitu mas ya, ha-ha

      Hapus
  10. Jadiiii ini nih karena Larasati.. woooooww 😍😍 daebakkkk.. suka beud sama jalan ceritanya Mas Agus.....

    Hmmm.. penasaran sama kisah selanjtnya.. Part 8nya ditunggu Mas.. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke mas Bayu, ini lagi ngetik part 8, sabar sedikit ya.😅

      Hapus
  11. Tambah keren bang guss ceritanya jadi bnyak alur cerita yang terkuak,, jd penasaran gimana nanti mtinya juragan agus hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. katanya sih lurah agus gak akan mati mas, karna dia tokoh utamanya

      yuuk kita demo saja :D

      Hapus
  12. huwaaa deg deg ser bacanya
    semoga nggak terjadi hal yang aneh aneh lagi ya

    BalasHapus
  13. Baca endingnya, ndredeg langsung, kebayang zombie lagi jalan menuju mangsa 😅. Segera aku kebut ini , penasaran nasib si Agus hahahahha

    BalasHapus
  14. anak buahnya Larasati sekarang tuh 3 orang yang dulu jadi anak buahnya Agus ya?
    Weleh-weleh kok jadi dikuasai Larasati ya...

    terus si pak Agus ini piye toh... Sudah mengalami kejadian hampir mati, masih saja melupakan sholat. ckckck

    BalasHapus
  15. Asli deh, keren Bang bisa menghubungkan cerita masa lalu hingga ke masa saat ini.

    Kental sekali nuansa nusantaranya yang lekat dengan ilmu hitam, the best lah Bang Agus ini.

    BalasHapus
  16. Aku penasaran mo baca tapi ini jam 2 malem, eh gk jadi baca akunya wkwkwk
    sorry kak agus besok mampir lagi

    BalasHapus