Anak kecil dalam rumah
Akhirnya kami berempat sampai juga di tempat tujuan setelah menempuh perjalanan selama satu jam. Setelah mengucapkan terimakasih pada supir mobil yang telah mengantar, kami pun masuk kedalam halaman rumah yang kami tuju.
"Assalamualaikum." Herman mengucapkan salam.
Agak lama sampai Herman mengulangi salamnya barulah tampak seorang wanita separuh baya keluar rumah.
"Waalaikumsalam, maaf mas ibu ngga dengar soalnya tadi di belakang sedang menyapu halaman."
Herman memaklumi sementara aku melihat rumah yang akan kami tempati selama sebulan ke depan untuk tugas. Rumah didepan ku tampak megah dan kokoh biarpun memiliki bentuk lama. Halaman depan nya juga luas dan ada pohon waru dan juga beberapa pohon lainnya yang aku tak tahu di bagian pojok sehingga suasana adem. Disampingnya juga ada halaman. Mungkin kalo ada mobil parkir bisa muat lima atau enam. Jadi disini nanti kami berempat akan tinggal selama KKN ya.
Bagian belakang sendiri tidak kelihatan. Ia memperkenalkan diri, namanya Supiah.
"Bapak kemana Bu, apa masih kerja?" Tanyaku sebagai basa-basi.
Muka ibu itu agak berubah." Maaf nak, bapak sudah tak ada."
Tentu saja aku terkejut bukan main dan juga menyesal telah menyinggung hal tersebut." Maaf Bu, aku tidak tahu."
"Tidak apa-apa. Kamu nak Nita apa Heni ya?"
"Aku Nita Bu, ini temanku Heni." Kataku mengenalkan pada temanku. Heni yang dari tadi diam saja mengulurkan tangannya salaman. Begitu juga dengan Fikri, sementara Herman sendiri sudah berkenalan bahkan dia yang menyurvei tempatnya lebih dahulu.
Setelah basa basi kami lalu masuk. Sesuai dugaan ku, rumahnya memang megah biarpun kebanyakan barang di dalamnya seperti kepunyaan almarhum nenekku.
Ada lemari kayu dari jati berwarna coklat kehitaman yang atasnya ada kaca dimana beberapa perabotan terlihat, jam dinding yang berdetak berbentuk kotak panjang, beberapa lukisan lama, begitu juga dengan kursi dan mejanya. Biarpun jadul rapi kokoh kuat.
Ada sekitar empat kamar yang aku lihat. Kamarnya besar-besar. Satu kamar sepertinya cukup untuk kami berempat.
Saat aku asyik melihat perabotan mewah dalam lemari antik itu, tiba tiba muncul kepala seorang anak kecil perempuan dari samping. Aku tentu saja menjerit kaget sementara anak itu kelihatan senang sudah berhasil mengerjai ku.
"Ayu, jangan mengageti tamu."
"Inggih mbok." Jawab anak bernama Ayu yang aku taksir berusia 10 atau mungkin 11 tahun.
Ternyata selain Ayu, Bu Supiah juga memiliki anak lainnya yaitu Kartika yang usianya lebih muda. Ia tampak sedang asyik bermain boneka ketika aku menyapanya.
Ternyata selain rumah mewah ini, tuan rumah juga memiliki bangunan lain di samping yang ternyata akan menjadi tempat untuk kami tinggal selama di desa ini. Rumah disampingnya ini memiliki dua kamar yang seperti sudah lama tak ditempati dan satu ruang dapur yang tampak lama tak digunakan. Tak banyak perabotan disini. Hanya ada dua kursi kayu yang terbuat dari kayu biasa. Kamar depan untuk ruang tamu ada sebuah pintu dan dua buah jendela dari kaca disampingnya.
Ada pintu di dapur itu, dimana di belakangnya ada halaman belakang, lebih tepatnya seperti kebun karena banyak pohon. Pantesan tak kedengaran ketika Herman memanggil tadi karena lumayan jauh.
"Silahkan gunakan kamar ini ya nak Herman."
"Makasih banyak Bu." Jawab Herman, begitu juga aku dan dua temanku lainnya.
"Kalo malam, jangan lupa kamar belakang di tutup ya." Pesannya lagi.
Kami mengiyakan. Bu Supiah lalu memberikan sebuah kunci untuk keluar masuk sehingga tidak perlu lewat rumah miliknya.
"Jangan lupa, kalo malam pintu belakang harus tertutup rapat ya." Ulangnya lagi.
Aku sebenarnya merasa heran, kenapa tuan rumah sepertinya harus mewajibkan pintu dapur di tutup bahkan diulangi lagi. Tapi karena sudah capai di perjalanan aku tidak terlalu menghiraukan. Aku dan Heni lalu masuk ke kamar depan, sementara Herman dan Fikri dikamar satunya.
* * *
Sudah tiga hari aku disini di desa tempat kami melakukan KKN. Hampir tidak ada kendala karena kami memang berusaha membaur dan membantu masyarakat desa yang merupakan tujuan kami disini. Kami bersikap sopan mereka pun begitu.
Begitu juga rumah yang aku tinggali, tak ada hal yang aneh walaupun aku memiliki 'kekurangan' yaitu bisa melihat makhluk halus tapi tak ada yang penampakan sejauh ini.
Hingga hari keempat kami diundang makan ke rumah Bu Supiah karena ia membuat selamatan untuk memperingati 8 tahun kematian suaminya. Ia mengundang kami dan tentunya warga desa lainnya untuk mengadakan acara doa yang dipimpin oleh kyai setempat.
Acara selesai jam 9 malam. Aku dan Heni beberes perabotan seperti gelas dan piring yang berserakan walaupun Bu Supiah melarang karena ia sudah mengupah seorang tetangga nya untuk membantu pekerjaan beberesnya.
Saat itulah aku melihat seorang anak kecil berusia 8 tahun di samping televisi, sepertinya ia sedang melihat kami membereskan ruangan. Kulitnya agak pucat dan sedikit hitam, mungkin karena sudah malam pikirku.
"Tumben Kartika sudah jam segini belum tidur ya."
Heni menyahut." Mana mungkin, kalo tak salah ia sudah tidur dari tadi kok."
"Masa sih?"
"Iya, aku tadi yang menemani dia tidur sama Ayu, setelah keduanya tidur aku kesini."
Aku tentu saja menengok kembali. Anak kecil itu ternyata sudah tak ada. Ah, mungkin aku capai pikirku.
Tapi ternyata anak kecil itu ku lihat lagi hari lainnya. Saat itu habis Maghrib Ayu merengek minta diajari PR sehingga biarpun aku capek terpaksa ku turuti. Saat aku sibuk mengajari matematika, Kartika seperti biasa sibuk main boneka dan anak kecil itu ada disampingnya.
Setelah melihat ia tidak memiliki bayangan, barulah aku tahu kalo anak tersebut bukan anak biasa tapi roh anak kecil. Tentu saja aku terkejut.
"Kak, bilangan KPK dan FPB dari angka ini berapa?"
Oh, aku lalu fokus mengajari Ayu lagi.
Sehabis Isya Herman lalu berunding dengan aku dan juga Fikri serta Heni tentang acara esok harinya untuk KKN. Desa tempat kami bertugas ini sebenarnya tidak terlalu terpencil amat, sinyal telepon juga ada biarpun cuma 3g belum 4g seperti di kota. Kembali aku melihat anak perempuan kecil itu bermula pucat itu, sepertinya dia sudah tahu aku bisa melihatnya. Tapi dia hanya diam saja tidak mengganggu.
Aku juga tidak memberi tahu teman-teman ku tentang anak kecil itu, supaya mereka tidak takut. Lagipula belum tentu mereka percaya hal gaib. Bagaimana kalo aku malah dituduh cari perhatian.
Esok harinya aku leyeh-leyeh saja di depan rumah sambil main hape untuk memberi kabar pada bapak dan ibuku serta sesekali melihat sosmed. Saat itulah ia datang. Berbeda dengan kemarin-kemarin, kali ini berbicara dengan ku.
Ia mengaku bernama Asih dan merupakan kakak dari Ayu. Asih bercerita kalo dirinya menjadi korban tumbal keluarganya agar tetap kaya.
Tentu saja aku terkejut bukan main. Lebih terkejut lagi ketika anak itu bercerita kalo bukan cuma dia, tapi juga kedua kakaknya telah jadi korban.
Memang aku juga merasa heran, Bu Supiah kelihatannya tidak bekerja keras tapi rumahnya mewah dan luas untuk ukuran orang kampung. Kukira warisan keluarga, ternyata...
Asih juga berpesan padaku agar berhati-hati, karena di tempat ini bukan hanya ada dirinya, tapi juga sosok lain sesembahan keluarganya yaitu : kuntilanak.
* * *
"Nak Heni, kamu tidak mengalami hal aneh di rumah itu?" Tanya Bu Warso pemilik rumah makan saat kami sedang makan siang. Nama sebenarnya aku tidak tahu tapi ia dipanggil Bu Warso karena suaminya namanya demikian.
Gadis yang ditanya terkejut." Ah, enggak ada kejadian aneh Bu. Emang kenapa tanya begitu?"
Pemilik warung itu tampak tak percaya." Ah masa sih tidak ada kejadian aneh di rumah Supiah. Kamu tahu tidak, Supiah sebenarnya punya anak lima, tapi tiga anaknya mati, hanya tinggal dua masih hidup, yang pastinya nanti akan mati juga."
Aku terus makan tapi sambil mendengarkan obrolan tersebut.
"Semua orang juga akan mati Bu." Jawab Heni kalem.
"Duh, nih anak. Kamu tahu, kakak ayu dan Kartika yang namanya Bima, Asih dan Widya itu mati tak wajar. Bima mati tertabrak mobil yang lewat depan rumah, Widya mati tenggelam di kolam sedangkan Asih tak ada apa-apa mati, kata dokter sih kena serangan jantung tapi aku yakin dia jadi wadal atau tumbal emaknya yang rakus harta."
"Kalian juga sebaiknya hati-hati, nanti bisa jadi wadal juga."
Heni diam tak menjawab. Selain tahu kalo dijawab Bu Warso akan makin panjang omongan nya, ia juga tidak terlalu tertarik. Gadis cantik itu menganggap wajar Bu Warso iri karena memang rumahnya kalah jauh dengan milik Bu Supiah.
Dalam perjalanan pulang ke rumah Heni bertanya padaku." Nita, gimana menurutmu omongan Bu Warso tadi?"
"Yang mana ya?" Jawabku pura-pura tidak tahu.
"Yang mengenai anaknya Bu Supiah jadi tumbal lho."
Aku bimbang mau menjawab apa. Kalo aku ceritakan tentang Asih, takutnya temannya itu malah ketakutan. Bagaimana kalo ia nanti minta pulang, padahal KKN sudah hampir selesai, atau lebih parah bagaimana kalo aku disangka membual.
"Emang kamu percaya hal begitu Eni?"
Heni tidak langsung menjawab tapi mengangguk lebih dulu pada warga desa yang menyapa mereka.
"Kalo aku antara percaya tak percaya. Sejak kecil aku sering diceritakan oleh bapak kalo ada hantu namanya pocong lah, kuntilanak lah, memedi jerangkong yang katanya cuma tulang saja, tapi sejujurnya aku belum pernah melihat langsung. Begitu juga soal tumbal atau santet. Biarpun kalo santet aku pernah melihat langsung."
"Hah, kamu pernah melihat orang kena santet?" Tanya ku tertarik.
"Ibu ku sendiri yang kena."
Tentu saja aku makin tertarik.
"Jadi ibu ku pernah sakit terus, sudah periksa ke dokter tapi ya begitu. Kadang sembuh kadang enggak, kalaupun sembuh cuma sebentar lalu kumat lagi. Lalu oleh uwa ku dibawa ke orang pintar atau dukun lah. Katanya kena santet dari saingan dagang dan diperut ibu ada paku yang berkarat dan juga kawat, makanya sakit terus. Oleh dukun itu diambil paku dan kawatnya. Sejak itu ibu tak pernah sakit perut lagi."
"Lha, kenapa kamu masih tak percaya?"
"Sebab aku tidak melihat langsung kawat sama paku itu keluar dari perut, beda kalo melihat langsung baru aku yakin, tapi tak mungkin ibu berbohong sih."
Aku hanya geleng-geleng kepala saja mendengar ceritanya. Ia lalu bertanya padaku, percaya ngga dengan hal mistis.
"Kamu punya saudara kembar yang meninggal waktu kecil ya?"
Heni tentu saja terkejut." Lho kok tahu."
"Soalnya waktu di kampus, aku lihat kadang ada gadis kecil yang mukanya mirip kamu bahkan kadang di sebelah mu."
Tentu saja gadis itu makin terkejut dan juga takut, tapi lalu aku tenangkan bahwa saudara kembarnya hanya ingin melihat saja.
Aku lalu bercerita tentang anak kecil bernama Asih yang jadi tumbal. Di luar ekspektasi ku, ternyata Heni suka dengan ceritaku dan bahkan meminta ku agar bercerita lebih banyak tentang itu.
"Kok Asih masih di rumah itu ya?"
"Katanya ia masih disana untuk melindungi adiknya yang akan dijadikan tumbal. Asih tak mau adiknya bernasib sama dengan dirinya."
"Kamu punya kemampuan melihat makhluk gaib itu dari kapan?"
"Seingat ku sih dari kecil padahal bapak dan ibuku tidak, kata bapakku mungkin turunan dari nenek. Nenekku termasuk orang pintar di daerah ku. Kalo lebaran aku ke tempat nya, rumahnya pasti penuh dengan orang yang ingin silaturahim sekaligus minta doa. Enaknya, kadang aku dikasih duit sama mereka. Tapi sayangnya nenek sudah almarhum, meninggal waktu aku kelas dua SMP. Aku cukup sedih karena nenek sayang sama aku, kalo kesana pasti dikasih oleh-oleh banyak."
"Sedih kehilangan nenek apa duit dari tamu nih." Goda temanku.
"Dih, nih anak."
Begitu sampai rumah, Herman dan Fikri sudah menunggu.
"Nita, Heni. Bagaimana tugas kalian?"
Kami berdua pun menjawab semua baik, anak-anak yang kami ajari senang.
"Ya udah, kalian sekarang mandi dulu sana."
"Lho tumben mas. Ada apa?"
Herman akhirnya cerita kalo dirinya pernah melihat kuntilanak saat dirinya sedang santai di halaman belakang. Tentu saja Heni ketakutan dan minta aku temani saat sedang ke kamar mandi.
Malam harinya aku tidur lebih cepat karena agak capek mengajari anak-anak, sementara teman-teman ku masih ngobrol di teras. Samar-samar aku dengar mereka tetap akan melanjutkan KKN karena hanya tinggal beberapa hari lagi. Lagipula hanya Herman saja yang dikasih penampakan, Heni dan Fikri aman dari gangguan. Kudengar Heni cerita tentang aku melihat hantu ditumah ini. Duh, dasar nih anak.
Entah jam berapa aku terbangun karena ingin buang air kecil. Saat aku membuka mata betapa terkejutnya aku ketika melihat sesosok perempuan disana, lebih tepatnya ia seperti berada di atasku.
Berbeda dengan sangkaan ku dimana mukanya tua nan seram atau mengerikan, Perempuan itu wajahnya cantik seperti artis Korea tapi wajahnya dingin, lebih tepatnya angker. Ia mengenakan baju merah, matanya juga berwarna merah darah. Ia seperti berbicara kepadaku.
" Jangan, jangan kau ceritakan tentang ku di rumah ini pada orang lain. Aku tahu kamu keturunan Nyi Serayu makanya aku tidak mengganggu mu atau temanmu, tapi kalo kamu berani mengusik ku, aku tak akan segan bertindak keras padamu."
Aku tentu saja ketakutan dan mencoba membaca doa tapi lidah ku seakan terkunci, kucoba gerakkan tangan atau badan tapi kaku semua. Kucoba baca ayat-ayat Alquran dalam hati tapi entah kenapa lupa semuanya.
Perempuan bergaun merah itu tersenyum seperti mengejek. Ia lalu pergi melayang keluar kamar, tembus melewati pintu.
Begitu dia pergi aku coba menggerakkan badan. Berhasil, aku lalu membuka pintu dan melihat dia melayang menuju pintu dapur dan menghilang di kegelapan malam. Aku terkejut ketika melihat pintu itu masih terbuka, pasti teman-teman lupa menutupnya.
Aku masuk kembali ke kamar dan Heni masih tertidur pulas. Aku coba memejamkan mata untuk kembali tidur tapi susah. Kulihat jam di hape, hampir jam 1 dinihari. Kok kuntilanak merah itu bisa tahu nenekku, padahal tempat KKN ini sangat jauh dari sana.
Entah berapa lama sampai akhirnya aku bisa tidur lagi dan bermimpi. aku tidak didatangi kuntilanak tapi malah bertemu dengan nenek. Dia hanya diam saja, wajahnya muram dan hanya menggelengkan kepalanya, pertanda aku tak boleh turut campur.
Esok harinya aku lebih banyak diam, sehingga teman-teman ku agak heran tapi memaklumi, mungkin capek karena KKN. Aku sendiri memilih lebih fokus pada program kerja kami disini.
Heni sendiri kadang bertanya padaku tentang anak itu, apa yang ia ceritakan. Tapi aku hanya jawab tak tahu, bukan berbohong tapi memang sejak kejadian itu Asih seperti menghilang.
Dan akhirnya KKN kami pun berakhir.
Aku sendiri tidak tahu bagaimana nasib Ayu dan Kartika selanjutnya, apakah akan menjadi tumbal atau tidak karena sudah kembali ke kota. Aku hanya berdoa, semoga saja mereka berdua selamat.
TAMAT
Kemana Asih menghilang, di culik sama gadis korea berbaju merah dan bermata merah kah?
BalasHapusKartika kemungkinan bakal di tumbalkan ke Mall buat di tanam di tiang mall.
Kartika kemungkinan tidak jadi tumbal, soalnya dia akhirnya dilatih oleh agen Tanza dan dikasih ilmu untuk menghadapi para setan, terutama makhluk astral bertangan delapan seperti dokter Doom Jaey dari Transylvania.😁
HapusWaduh berat ini di luar jangkauan ku, haha..
HapusHarusnya Herman balik dong ke desa itu menyelamatkan Kartika, terus sebagai gantinya tumbalkan kambing 🤣
tumbal ayam aja mas lebih murah dari kambing :V
HapusMas khanif yang beli ayamnya aja ya, lagi bokek Herman nya.😂
HapusYa tanya aja dulu ke hantunya mau ga ayam 😅
HapusKayaknya mau kalo ayamnya satu truk.🤣
HapusMampu dong tentunya Ibunya Kartika beli ayam satu truk dia kan sdh kaya, daripada Kartika di ambil sama hantu, hihi..
HapusCuma masalahnya truknya ga bisa lewat soalnya jalannya ancur. Mungkin ayamnya diangkut pakai heli aja kali ya.😁
Hapussama bang, aku juga dari kecil diceritain hantu tapi secara spesifik melihat wujudnya belum pernah, penasaran, tapi yaa sedikit takut juga wkwkwkwk tapi vibesnya lainya kalo udah lihat mungkin ya hahah
BalasHapusKalo ingin melihat hantu katanya ada ilmunya, tapi harus ada gurunya, kalo asal saja, bisa didatangi kuntilanak atau Genderuwo terus lho.😱
Hapusserem juga sebenerya kalo bicara tumbal pesugihan, karna jiwanya gak bisa pulang ke atas :)
BalasHapusIya mas, makanya cepat kawin. Katanya kalo perjaka bisa jadi tumbal lho.😱
HapusKoq si mbak Kunti bisa kenal ya dengan neneknya Nita? Apa dulu ada persaingan di saat hidup? Serem juga kalo nempatin rumah kelewat gede tapi ada penunggunya,habis pantangan jangan lupa tutup pintu belakang di langgar sih yaa..coba kalau pantangan gak di langgar, pasti cerita nya yg di tulis gak bakalan kayak gini, makanya di langgar 😁😁
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusIya ya, kenapa mbak Kunti itu bisa kenal dengan neneknya Nita, padahal tinggalnya berjauhan. Ntar aku tanya sama kang Satria yang nulis.🤔
HapusBerarti mbul nanti yang jadi sutradara film barunya dong, yang judulnya kuntilanak perawan di kamar mandi.😱
HapusOk, kata kang Satria, nenek Nita dan Kunti itu masuk grup WA alam gaib, makanya biarpun berjauhan tapi tetap kenal.😀
Hapus#rahasiaterjawab
Wah kerennya ternyata dunia goib juga ada perkumpulan grup wa 🤣
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusAda dong grup WA nya.
HapusPernah denger kan kang ojol nganterin makanan, eh ternyata setelah di datengin alamatnya kuburan. Itu keisengan anggota grup itu.🤣🤣🤣
Ngga lah mbul, aku ngga pinter bikin cerpen.😂
HapusKalo mas Wawan mungkin indigow bisa lihat hantu, kalo aku dengar suara di belakang krosak krosok saja takut, setelah di cek istri katanya cuma tikus atau kucing.😂
Iya sih pernah denger cerita itu, mahluk halusnya pinter pake hape ,canggih emang dunia pergoib-an kita, ..wkwkkk
HapusLebih canggih dari Harry Potter ya mbak.😁
Hapushaaa tumbal pesugihan ya ...udah lama gak mampir blog ini, sekali baca cerita serem dan tumbal2an dan kunti haha.semoga mereka baik2 aja di dunia mereka..haha
BalasHapusSebenarnya mau nulis bulan Oktober pas Halloween mbak, cuma masih malas saja, jadinya sekarang buat kado akhir tahun.😁
Hapuslagi nunggu cerita horor lainnya hahaha...aplg baca pas malam jumat nih,pasti seruuu haha
HapusLagi sering posting hape aja mbak, tapi kalo mbak Eny mau cerita horor ntar aku bikin deh.
HapusContohnya horor tanggal tua, duit di dompet abis, mau ngutang ngga boleh.
Gitu ya mbak? 🤔😂😂
Serem ih Mas...
BalasHapusMemang ya ada tentang tumbal itu biasanya sebagai syarat untuk mencapai sesuatu.
Misal pengen kaya, terus ke pemujaan. Nah ini macam2 pemujaannya. Ada yang muja sama monyet. Katanya tiap periode tertentu minta tumbal. Setelah beberapa tumbal, akhirnya yang muja itu mati. Tapi matinya berpindah alam. Dia jadi monyet dulu dan konon jadi budak di alam lain itu.
Seru juga kalau cerita begitu, Mas
Salam,
Pernah dengar juga sih tentang pesugihan monyet, katanya memang tiap tahun harus kasih tumbal. Kalo ngga kasih tumbal nanti orangnya jadi monyet juga.😂
HapusNgeri kalau udah main tumbal demi kaya mendadak berarti meminta bantuan jin. Tidak ada segala sesuatunya gratis, minta imbalan bahkan berbunga seperti pinjol. Kecuali menang giveaway hehe..
BalasHapusBetul pak, mendingan kerja keras ya. Kalaupun mau cepat kaya bisa main slot, paling bangkrut, rumah tangga hancur dan jadi gelandangan tapi ngga jadi budak jin.😂😂😂
HapusSereeemnya dapet 👍. Sayangnya memang msh banyak yg begini ya mas. Ngeri aku Ama Orang2 yg percaya tumbal dan minta pesugihan. Ga kebayang kalo meninggal ntr gimana pertanggungjawabannya ke Tuhan
BalasHapusBaru mbak Fanny yang bilang serem.😄
HapusKatanya kalo meninggal itu sebenarnya belum meninggal beneran, tapi jadi budak dulu di alam jin mbak, bisa jadi kursi yang di duduki oleh para orang yang cari pesugihan juga. Tapi ngga tahu aslinya sih, soalnya itu cerita obrolan iseng di warung.😁
cocok warna baju dan mata..... merah....
BalasHapusmistik yang masih dipercayai di banyak negara
Oh, kirain cuma di Indonesia saja, ternyata di luar negeri juga ada ya pak
HapusWalaupun roh anak kecil, kalau saya yang melihatnya merinding juga. Hihihihi ... Takut ah
BalasHapusHati hati Bu, nanti ada yang ngikutin di belakang.😱
HapusKuntilanak merah, jadi ingat pernah ngobrol sama makhluk manis bergaun merah waktu nginap di rumah teman di Meruya. Teman saya bingung lihat saya ngomong sendirian.. wkwkwk.. padahal jelas jelas makhluk yang saya ajak ngobrol itu ada di samping saya.. wkwkwk dan ternyata makhluk manis itu telah ngikutin saya dari joglo,. iseng banget ya tuh mahluk manis.. wkwkwk
BalasHapusSeharusnya mas Herman kasih lihat sama temennya, jadinya kan bisa melihat juga tuh makhluk manis.😁
HapusBahaya, Mas. Apa yang saya lihat belum tentu sama dengan yang dia lihat.
HapusIya juga sih. Yang dilihat mas Herman Song Hye Kyo tapi yang dilihat temennya Satrio.
HapusNtar temennya mikir, kok mas Herman sukanya sama cowo.😂
Haha, kacau tuh klo ky gitu 😅
HapusMakin kacau kalo mas Herman cipokan.🤣
HapusMantap cerita horrornya, ini kalau dijadiin novel seru nih Mas Agus. Nita lebih memilih untuk ikut campur sama urusan pertumbalan dan mengabaikan gelengan neneknya, Nyi Serayu dan mencoba menggagalkan pertumbalan di rumah tadi dibantu sama Asih agar adik-adiknya selamat.
BalasHapusKereen mas ceritanya😁
Harusnya ini dijadikan 3 artikel biar kayak novel ya pak guru.😁
HapusPenginnya Nita gelut sama Kunti merah itu ya pak, ntah siapa yang menang.😄
Yang menang kayaknya penulis nya.😁
untung bacanya siang, kalo mlm2 mrinding juga kali ya...
BalasHapussebenarnya kunti itu punya ilmu apa sih ya bisa melayang, kyk superman 😁
Mungkin Kunti itu muridnya Mrs. Marvel makanya bisa melayang.😁
HapusYa ampoooonnn, malam Jumat, cuman sama anak-anak, tapi baca beginian hahaha.
BalasHapusUntung tempat tinggal kami sekarang kecil, jadi nggak terlalu serem kalau anak-anak udah bobok, maknya masih keluyuran benerin ini itu.