Nyaris celaka saat mengambil uang
"Herman, kamu ambil uang ya ." Kata bos nya pak khanif sambil menyebutkan nama sebuah bank pemerintah sambil menyerahkan sebuah cek.
Herman hanya mengangguk. Ia melihat kertas berharga itu sebentar.
"Banyak sekali bos." Katanya agak kaget ketika melihat jumlahnya. Ratusan juta lho.
"Iya, ada proyek dengan perusahaan sebelah. Biasanya mas Hendra yang ngambil tapi dia lagi cuti. Udah tenang saja, nanti pak Dahlan akan menemani kamu." Pak Dahlan adalah satpam yang memang biasa menemani Hendra kalo ambil duit, baik untuk gajian ataupun hal lain seperti proyek.
"Boleh aku ajak Lina bos?"
Atasannya melihat sebentar lalu mengangguk dan ia meneruskan lagi kegiatannya.
Tentu saja aku senang. Kami bertiga segera meluncur ke tengah kota dimana bank tersebut berada.
Tidak terlalu lama Herman mengambil uang tersebut karena memang bos nya telah menelepon lebih dulu agar menyiapkan uangnya. Hanya ia sendiri yang naik ke lantai atas, sementara pak Dahlan dan Lina menunggu di mobil.
Setengah jam kemudian Herman lalu turun sambil membawa duit beberapa gepok yang dimasukkan kedalam tas.
Karena masih siang pemuda berusia 27 tahun ini santai saja. Toh uangnya tak akan digunakan untuk hari ini.
Setelah selesai, pas keluar dari bank dilihatnya ada anak kecil berkulit hitam dengan pakaian yang dekil menawarinya koran bekas. Kelihatan ia sangat berharap.
Otomatis hati Herman iba padahal ia tidak butuh koran. Sudah zaman internet bukan. Ia segera menanyakan berapa harganya. Ternyata hanya tiga ribu. Lumayan lah buat tikar atau alas duduk kalo lagi ada konser.
Herman segera mengeluarkan uang 50 puluh ribu yang merupakan uang jalan tadi.
"Ngga sekolah dik?"
"Enggak kak."
"Kenapa."
"Bapak ngga punya biaya."
Herman hanya diam sementara anak kecil itu nampak mencari cari uang kembalian.
"Udah ngga usah kembali. Kembaliannya buat kamu saja."
Anak itu tampak mau menangis. Dengan terbata-bata ia berkata." Makasih kak."
Pemuda itu hanya mengangguk lalu pergi. Saat ia hendak menyebrang jalan dimana mobilnya menunggu tiba-tiba ada orang berteriak.
"Woi, kamu apakan anak ini hingga menangis."
Otomatis ia menengok dan ternyata seorang lelaki dengan tampang sangar yang meneriakinya, dan bukan hanya seorang tapi juga banyak orang yang memandangnya dengan tatapan galak. Sementara beberapa orang ada yang mengerubungi anak itu.
Belum sempat Herman menjawab sudah banyak suara.
"Jangan-jangan mau diculik." Ada yang komen.
"Siapa tahu mau di bo'ol." Menimpali yang lainnya.
Kampret, maki Herman dalam hati.
Beberapa orang mengejarnya. Melihat ada orang mengejar orang yang memberinya uang maka anak kecil itu menangis histeris.
Yaelah. Herman tahu maksudnya tapi jangan histeris dong, mereka bisa makin salah sangka. Pemuda itu mau lari kabur tapi kurang yakin, bagaimana kalo mereka bisa mengejarnya dan menghakiminya.
Dan bagaimana dengan uang ratusan juta di tas, bagaimana kalo hilang saat ribut-ribut.
Beruntung di saat darurat itu sebuah pintu mobil terbuka dan sebuah suara penyelamat.
"Mas Herman, cepat masuk mobil." Siapa lagi yang menyuruh kalo bukan Lina.
"Iya, tak usah dijelasin, kita kabur dulu." Pak Dahlan yang menyupir ikut menimpali.
Ia segera masuk dan mobil itu segera meninggalkan kerumunan massa yang seperti berteriak kesetanan. Pemuda itu jadi bergidik ketika mengingat ia hampir celaka.
"Kalo disini sebaiknya kabur dulu mas. Orang disini itu susah dibilangin. Kadang juga niat baik malah jadi celaka karena Salah sangka." Kata Lina sambil memberikan sebuah air mineral.
"Waduh."
"Iya, beberapa bulan lalu ada seorang ibu yang naik motor kecelakaan lalu ada orang yang mau nolongin tapi malah dikeroyok katanya dia yang nabrak, padahal ibu-ibu itu jatuh sendiri karena menghindari lubang jalan. Hape dan dompetnya hilang sementara orangnya masuk rumah sakit."
"Makasih sayang, kalo ngga ada kamu entah bagaimana nasib mas." Herman reflek otomatis memeluk.
"Woi, ini masih sore." Teriak pak Dahlan bergurau.
Agar urusannya beres maka sore itu Herman didampingi Lina ke kantor polisi menjelaskan kronologi kejadian tersebut. Alhamdulillah semuanya berakhir baik.
Dan sejak itu Herman jadi trauma beli barang pada anak kecil, apalagi anak kecil yang menangis.
TAMAT
Akhirnya hubungan herman dan lina terbongkar..hahaha
Sepertinya saya sering membaca kasus model di cerita ini deh Mas. Tapi entah dimana kejadiannya.
Jadi ya hati-hati dan waspada selalu saja.
Salam,
dulu kan gajiannya cas, tidak kayak serakarang lewat rekening
kalau ambil duit di bank, bisa tiga koper penuh
hati jadi was-was, saat itu kan rawan perampokan di jalan raya.
duitnya selamat
kalau tidak?
mahu menangis seharian
hahaha
Saya membayangkan mereka cuma nak mengambil kesempatan kerana tahu yang awak baru keluar dari bank. Niat baik kita bila disalah erti boleh jadi kacau-bilau di kawasan sekitar.
Bagus juga buat report polis, sekurang-kurangnya boleh jelaskan keadaan sebenar.
kayaknya modus ini juga pernah terjadi, ujung-ujungnya memang kayak kerjasama gitu
jadi dompet atau tas yang kita bawa dan saat kita lengah bisa aja dijambret dikerumunan