Gadis bergaun putih part 4
Diluar kamar mandi, dua laki-laki berbeda usia berkelahi dengan sengit yaitu Satria dan tamunya. Biarpun ia baru berusia dua puluh lima tahun dan kuat tapi karena tamunya itu seperti kerasukan setan maka tenaganya besar sekali. Mereka berdua bergumul di lantai dan tiba-tiba, lutut kanan pria itu mendarat telak di selangkangan tuan rumah.
Sekuat apapun Satria, ia langsung lemas dan semaput jatuh ke lantai. Ia hanya pasrah saja ketika kedua tangan lawannya itu langsung mencekik lehernya, kuat sekali. Nafasnya pun langsung tersengal-sengal.
Ya Allah, apakah aku akan mati? Batinnya.
"Apa... Apa kau akan mencekik mati aku seperti kau mencekik mati Laras?" Teriaknya ditengah keputus-asaannya.
Teriakan itu membawa hasil. Pria itu sedikit mengendurkan cekikan nya, mungkin sangat terkejut dengan ucapan Satria padahal itu hanya tebakannya saja.
Tapi sayangnya ia malah tambah beringas dan setelah itu makin mengencangkan jepitan kedua tangannya." Tak ada seorangpun yang boleh tahu tentang hal itu anak muda, kalo tidak maka aku terpaksa membunuh lagi."
Satria tentu saja tambah sengsara, tangannya berusaha menggapai apa saja yang bisa dipukulkan pada lawannya itu tapi nihil. Pandangan matanya makin kabur.
Disaat kritis seperti itulah, sebuah linggis tahu-tahu bergerak dan mendarat di punggung laki-laki paruh baya itu, linggis itu melayang diudara seperti dikendalikan oleh sebuah tangan tak terlihat.
Pria paruh baya itu tersungkur dan terkejut bukan main, apalagi dilihatnya ada sesosok tubuh samar-samar mendekatinya. Sosok itu dulu sangat dekat dengannya tapi kini ingin membunuhnya. Ia berusaha mencari bungkusan yang dibawanya tapi nihil, mungkin hilang disaat ia bergulat dengan Satria.
Ketika linggis itu mengayun lagi maka tak ayal nyalinya pecah. Tanpa bungkusan itu tak mungkin ia bisa mengusir roh Larasati. Ia segera berkelit lalu lari menuju pintu. Tak lama kemudian terdengar suara mesin mobil menjauh.
Satria sendiri hanya bisa membiarkan tamu biadab itu pergi. Keadaannya tidak memungkinkan untuk mengejarnya. Ia berusaha bangun sambil berpegangan pada dinding tapi karena tak ada tenaga maka ia terjatuh kembali. Sebelum menyentuh lantai, sesosok wanita langsung menangkapnya sehingga tubuhnya tidak terbanting.
Larasati menangis memeluk kekasihnya itu. Air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya.
"Sudahlah, aku tidak apa-apa kok." Ujar Satria.
"Astaga, mas Satria, kau tidak apa-apa?" Sebuah suara mengagetkan mereka. Satria yang sedang dipeluk oleh Larasati hampir saja jatuh karena tiba-tiba ia menghilang, beruntung tangannya masih sempat bergerak ke dinding sehingga ia tidak roboh.
Ternyata yang datang adalah pak Khanif, ketua RT setempat dan juga pak Herman yang sedang ronda. Segera saja ia memapah tuan rumah menuju sofa agar bisa duduk.
"Astaghfirullah, siapa yang berbuat kejam begini padamu nak Satria." Tanya pak Herman. Muka orang yang menyewa rumahnya itu memang babak belur dan ada lebam dilehernya.
"Tadi aku lihat ada mobil kabur dari sini, apakah dia?" Tak pak khanif juga. Ia lalu memeriksa keadaan novelis itu." Aku akan memanggil dokter."
Ketua RT itu lalu keluar sementara pak Herman meminta Satria untuk menuju kamarnya agar lebih nyaman tapi ditolaknya.
"Siapa dia nak Satria?"
"Maling." Jawabnya singkat.
"Maling?" Pak Herman kaget." Tapi aku lihat mobilnya itu ada dari tadi. Aku dan pak RT kira dia temanmu dari kota makanya tidak kami datangi. Aku kesini karena mendengar suara berisik. Ah, kalo saja kami datang lebih cepat." Katanya menyesal.
"Maling sialan itu berpura-pura mobilnya mogok lalu minta tumpangan disini. Setelah itu aku tidur tapi karena ada suara berisik maka aku pun bangun. Tak disangka, begitu ia kepergok, bukannya kabur malah berniat membunuh ku." Jawabnya sambil bersender di sofa. Ia masih lemas tak bertenaga, mungkin karena tendangan di selangkangannya.
Tak lama kemudian pak RT datang, bukan cuma dengan dokter tapi juga dengan dua orang lain yaitu Agus dan Jaey, yang tentu saja mereka berdua kaget melihat keadaan novelis itu.
Dokter yang tampak berumur lebih tua dari pak Herman karena rambutnya sudah beruban itu lalu memeriksa tuan rumah. Ia lalu berdiri." Tidak apa-apa, semuanya hanya luka luar, kalo diolesi salep nanti juga sembuh. Untung tidak ada luka patah tulang, tapi sebaiknya ia dibawa ke klinik saja sih agar lebih mudah diobati."
"Tak usah, aku tidak apa-apa kok pak dokter."
"Tapi..." Dokter itu masih ragu.
"Beneran tidak apa-apa."
"Ya sudah, kalo memang tidak apa-apa. Nanti aku tulis resep obat untuk dibeli. Oh ya, selain salep untuk luka luar, nanti ada salep untuk itumu juga biar lekas sembuh dan greng lagi. Sekarang apotik masih tutup jadinya minum obat ini dulu ya." Katanya sambil tersenyum. Yang lain jadi mesem-mesem sementara Agus dan Jaey malah cekikikan.
Setelah mengucapkan terima kasih dan membayar uang, yang ditolak oleh pak dokternya, maka ia pun pergi.
"Aku tadi sudah minta Rozak yang lagi ronda untuk mengejarnya. Semoga saja tertangkap sehingga ia bisa dimintai pertanggungjawaban nya." Begitu kata pak RT.
Satria hanya diam mendengarkan, sementara pak Herman manggut-manggut." Oh ya nak Satria, kamu bilang tadi dia pencuri. Apakah ada barangmu yang hilang?"
"Entahlah, aku tidak sempat memeriksa."
"Wah gawat, mana malingnya sudah kabur." Kata Agus. Ia lalu keluar.
"Kenapa kamar mandinya berantakan mas?" Tanya Jaenudin setelah ia berkeliling. Satria agak terkejut karena ia sebenarnya sedang memperhatikan di pojok ruangan dimana seseorang sedang memperhatikan nya dengan air mata mengalir. Larasati tentu ingin merawatnya tapi dengan banyak orang disisinya maka tak mungkin ia menampakkan diri.
"Entahlah, mungkin ia mengira aku punya harta karun disitu. Sialan, padahal tidak ada apa-apa disitu selain celana kolor ku yang kotor belum dicuci."
Pak Herman tampak berpikir sejenak." Kalo tak salah, sebelum dibeli pak Jonathan dulu di sekitar sini ada sebuah sumur tua ya."
"Betul sekali, cuma sayangnya airnya kurang jernih jadinya jarang ada yang memakainya. Tapi sejak dibangun rumah, sumur itu menghilang, mungkin di urug pak Jonathan." Sahut pak khanif.
Hati Satria langsung menangis. Tentu mayat Larasati dikubur didalamnya makanya polisi juga tidak bisa menemukannya.
"Aku menemukan ini di dapur, apakah ini milik mas satria apa maling itu." Agus kembali sambil membawa bungkusan dari kain berwarna hitam. Setelah dibuka isinya adalah kembang tujuh rupa, kemiri, bawang putih, akar pohon dan lainnya yang satria tahu dari guru spiritualnya kalo itu adalah bahan untuk mengusir roh halus dan melepaskan kutuk.
"Ya, itu milikku." Jawab Satria setelah berpikir sejenak.
"Untuk apa bahan bahan ini nak?" Tanya pak RT heran. Ia yang biasa hidup di kampung memang kadang pernah melihatnya, tapi masa Satria yang orang kota memerlukannya.
"Enggg... Itu untuk ramuan herbal." Ujarnya sekenanya.
"Ramuan herbal, untuk apa?" Tanya khanif lebih lanjut.
Sebagai novelis, mudah saja bagi ia menjawab." Itu aku dapat dari temanku, katanya untuk membuat badan segar dan juga katanya bisa menjernihkan pikiran agar ide menulis bisa lancar."
"Wah, temanmu itu berdusta. Apa kau tahu..." Belum sempat pak RT meneruskan ucapannya tapi sudah dipotong oleh pak Herman.
"Ini kok seperti interogasi pak RT." Katanya sebal.
"Aku harus mengetahui duduk perkaranya Herman." Jawab khanif yang seusia dengan Herman.
"Kalo begitu, tangkap malingnya Nif. Bukan malah menyudutkan korban." Tegurnya. Pak khanif jadi malu dan langsung diam.
Tak lama kemudian sayup-sayup terdengar azan Subuh di kejauhan. Pak khanif dan pak Herman lalu permisi sedangkan Agus dan Jaey disuruh untuk menunggu.
"Gus, tolong belikan aku makanan dong di warung Bu Nita."
Tentu saja Agus terkejut." Waduh mas. Aku tidak berani, tahu sendiri Bu Nita itu galak dan aku juga masih punya hutang."
"Ini uang 100 ribu, tolong belikan nasi tiga bungkus buat kita bertiga. Sisanya terserah mau buat beli rokok atau apa saja buat kamu." Kata Satria sambil menyerahkan uang bergambar pak Karno. Tentu saja Agus kegirangan, segera saja ia pergi, hanya tinggal jaey yang geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.
"Mas Jaey, apotik sekarang sudah buka belum ya?"
Jaenudin agak terkejut juga dengan pertanyaan nya." Belum mas, baru jam 5. Biasanya apotek buka jam 8. Lagi pula aku harus jaga kamu."
"Kamu kenal sama penjaganya kan, tolong belikan sekarang dong. Badanku rasanya sakit semua. Tenang saja, tak mungkin maling itu kembali." Kata Satria sambil meringis. Melihat keadaannya maka Jaey tidak banyak cakap lagi, segara ia keluar rumah.
Begitu kedua orang itu pergi, Larasati segera saja muncul dan memeluknya. Air matanya kembali bercucuran di kedua pipinya." Sudah, aku tidak apa-apa kok sayang. Sungguh, hentikan tangismu ya, nanti kalo ada yang tahu malah nanti gawat."
Satria dan Larasati akhirnya bisa saling berpelukan walaupun hanya beberapa saat, tapi itu sudahlah cukup.
"Apakah disitu kamu dikuburkan sayang?" Tanya Satria. Yang ditanya hanya diam saja. Satria langsung memeluknya kembali." Sudahlah, tidak apa-apa."
Pagi harinya mereka tidak bisa bersama lagi karena banyak yang berkunjung ke rumah mungil itu. Pak RT dan pak Herman tentu saja datang kembali. Agak siangan dikit Bu Nita juga datang sambil membawa kue dan makanan. Ia datang karena diberi kabar oleh Agus. Tentu saja ia terkejut ketika melihat keadaan tuan rumah.
"Waduh, siapa yang tega sekali padamu cah bagus."
Satria lalu mengarang cerita yang sesuai dengan keterangannya tadi pagi. Setelah mendoakan agar ia cepat sembuh maka pemilik warung makan itupun pulang.
Siangan dikit maka datang Bu Heni. Sama seperti tukang warung itu, ia pun bertanya macam-macam yang dijawab sekenanya. Setelah ia pergi masih ada beberapa tetangga yang datang menengok.
Sore harinya barulah Satria benar-benar kaget ketika melihat pak RT itu datang kembali dengan sebuah mobil polisi. Setelah basa basi sebentar maka ketua RT itu langsung bicara ke tujuan.
"Aku yakin, ada sebuah misteri kenapa pencuri itu hendak membongkar kamar mandi. Mungkin disitu ada mayat Larasati, istri muda dari seorang pengusaha yang hilang tak tentu rimbanya." Begitu kata pak khanif yang hanya dijawab dengan bahu diangkat oleh Satria.
"Kita harus membongkarnya sekarang." Demikian lanjut ketua RT itu lagi. Tentu saja Satria terkejut sekali.
"Jangan sekarang."
"Kenapa? " Tanya ketua RT itu tak mengerti. Petugas polisi juga bertanya mengapa tidak boleh sekarang.
Novelis itu mencari akal." Seperti yang bapak lihat, aku masih shock akibat kejadian tadi pagi. Badanku juga masih sakit semua. Aku tak ingin tambah kaget karena ada mayat disini. Kumohon pak polisi."
Ketua RT dan polisi itu saling bertatapan. Karena alasannya masuk akal maka permintaannya dikabulkan. Tiga hari lagi baru akan dibongkar kamar mandinya.
Malam harinya begitu para tamunya pergi maka Larasati langsung datang dan memeluknya. Ia menangis tersedu-sedu. Satria lalu menghiburnya." Sudahlah sayang. Semoga dengan ditemukannya jenazahmu nanti kau akan tenang di alam sana. Aku janji akan selalu mengingat mu." Katanya sambil mengecup keningnya.
Tangis Larasati makin menjadi, kini baru disadarinya mengapa ia selalu gelisah belakangan ini, karena akan berpisah dengan orang yang dicintainya. Mereka lalu saling berangkulan sambil seakan tak ada lagi hari esok.
Hari-hari berikutnya masih ada satu dua orang yang datang menengok. Yang rutin adalah Agus karena selalu dapat makanan gratis. Kalo malam ia menawarkan diri untuk menginap tapi selalu ditolak oleh Satria. Tak ingin merepotkan kamu, begitu alasannya.
Satria sendiri punya alasan menolak karena memang ingin menikmati saat-saat terakhirnya dengan kekasihnya biarpun mereka berbeda alam. Ia kini tidak pernah menyentuh lagi keyboard laptop nya. Dulu waktu diputuskan oleh Vera ia memang pernah kecewa tapi masih bisa mendapat inspirasi menulis. Sedangkan mengetahui bahwa ia akan ditinggal selama-lamanya oleh Larasati maka ia langsung kehilangan semangat.
Hari yang dinantikan datang juga. Polisi akhirnya datang lagi ke rumah tersebut dan Satria sudah kehabisan alasan untuk menolaknya. Setelah memakan waktu seharian karena kamar mandi itu di beton dengan kuat, maka sore harinya akhirnya selesai juga. Ternyata memang benar kalo dulunya kamar mandi itu bekas sumur yang di urug. Setelah petugas polisi terjun ke bawah sumur, ditemukan tulang belulang manusia berjenis kelamin perempuan.
Tentu saja penemuan itu bikin geger. Para wartawan pada datang meliput apalagi diketahui bahwa yang menyewa rumah itu adalah seorang novelis yang cukup terkenal. Satria sendiri yang memang sudah bersiap-siap dengan pertanyaan para jurnalis bisa menjawab dengan lancar.
Dengan adanya penemuan mayat itu maka pak Jonathan, suami dari Larasati tak bisa mengelak. Ia ditangkap tanpa perlawanan sama sekali, sepertinya sudah pasrah.
"Kau tahu Satria. Sebenarnya aku sangat mencintai Larasati. Ia sebenarnya tidak banyak menuntut padaku, ia hanya ingin diperhatikan olehku. Justru hal itu yang tidak bisa aku lakukan karena aku punya istri tua dan juga lima anak yang aku urus. Belum bisnis ku juga harus ku kelola bukan." Begitu kata pak jon ketika Satria berkunjung ke penjara. Pria yang dulu ia lihat masih tegap itu kini sudah berubah layu seperti kakek-kakek, seakan usianya bertambah puluhan tahun hanya dalam sebulan.
"Maka ketika kami bertengkar malam itu aku khilaf. Ia meminta cerai padaku. Tentu saja aku tolak, ia minta lagi agar aku mengenalnya pada istri pertama ku, yang tentu saja ku tolak juga. Ia marah dan mengamuk, tentu saja tidak aku ladeni. Tiba tiba ia meludahi ku. Amarahku tentu saja langsung naik, ia langsung aku cekik. Tentu saja hanya cekikan biasa karena aku masih sayang padanya. Tapi ia terus menantang ku hingga aku khilaf. Begitu sadar tahu tahu ia sudah meninggal." Kata pak jon menangis sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Satria hanya diam saja mendengarkan.
"Begitu tahu Larasati meninggal maka aku panik. Aku belum mau dipenjara. Akhirnya aku kubur di sumur tua itu lalu aku buat sebuah kamar mandi agar orang tidak curiga. Maafkan aku Satria, karena kau telah mandi di atas makam kuburannya."
Novelis itu tetap diam menyimak.
"Sejak kejadian itu bisnis ku entah mengapa merosot. Anakku juga banyak yang sakit, satu sembuh maka lainnya dalam beberapa bulan akan ada yang sakit. Aku lalu bertanya ke dukun. Katanya hal ini karena kutukan perempuan yang aku bunuh. Akhirnya aku diberikan sebuah bungkusan yang harus aku taruh langsung dalam kuburannya, itu untuk menetralisir pengaruh jahat. Maafkan bapak Satria, sejujurnya bapak tidak berniat menyakiti kamu malam itu."katanya sambil menangis lagi.
Satria tetap diam.
Melihat pemuda itu diam saja, pak Jonathan tentu saja heran." Mengapa kau diam saja Satria. Tidakkah kau ingin membalas perbuatan ku malam itu? Kalau kau ingin pukul aku, pukullah sesukamu."
Pemuda itu menghela nafas baru menjawab." Untuk apa kulakukan, karena apapun yang aku lakukan padamu ia tetap tidak akan kembali."
Tentu saja pak Jonathan heran."apa maksudmu satria?"
Novelis itu tidak menjawab. Ia malah bangkit berdiri lalu keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan pak Jon yang masih tak mengerti.
Yah, sejak pemakaman Larasati di kuburan umum memang dia tidak pernah datang lagi. Satria sendiri yang paling giat mengurusnya sehingga membuat keluarga Larasati sendiri terheran heran.
Pernah ia datang sekali dalam mimpinya untuk mengucapkan terima kasih. Setelah itu ia menghilang kembali dalam kabut, seperti ketika pertama kali ia bertemu Satria. Setelah itu tak pernah datang lagi biarpun ia masih menghuni rumah mungil itu.
* * *
Pesta pernikahan itu berlangsung meriah. Mona dan Erik tampak berbahagia di pelaminan. Beberapa teman mereka menggoda sehingga suasana tambah ramai. Walaupun senang, tapi Mona masih gelisah juga karena novelis itu belum datang juga.
"Tenang saja sayang, aku yakin ia akan datang, ia bukan orang yang suka ingkar janji bukan?" Erik berkata menghibur istrinya.
"Tentu saja. Ia biasanya datang tepat waktu. Kau kan sudah sering bertemu dengannya dan tahu kalo ia benci orang yang terlambat."
"Tentu saja, kecuali mungkin ia menemukan kekasih baru dan lupa datang kesini." Ujar Erik sambil tertawa. Mona sendiri ikut tertawa sambil membayangkan, apakah itu sekretaris barunya yang belum sempat ia lihat wajahnya seperti apa.
"Kau lihat, kekasih lamanya itu masih setia menunggu. Semoga saja ia datang. Kalo tidak..." Pengantin pria itu menghentikan ucapannya karena pahanya sudah dicubit oleh istrinya.
Sementara itu Vera yang memakai gaun berwarna merah muda tampak gelisah di tempat duduknya. Walaupun pacarnya Toni berusaha menghiburnya tapi ia tetap resah, cuma perasaan itu tidak ia perlihatkan untuk menghormati kekasihnya.
Walaupun ia sudah putus dengan Satria, tapi ia penasaran dengan cerita Mona yang mengatakan mantan kekasihnya itu sudah memiliki kekasih baru yang membuatnya sudah melupakannya. Tentu saja Vera tambah penasaran karena ia tahu novelis itu tidak mudah jatuh cinta, tapi sekali kasmaran maka ia akan setia.
Setelah menunggu beberapa saat maka Vera lega juga. Dilihatnya Satria datang dengan pakaian rapi. Wajahnya masih tetap gagah biarpun sepertinya ia kurang bersemangat.
"Akhirnya kamu datang juga mas Satria. Kamu masih seperti biasa."
Satria tersenyum." Dan kamu masih tetap cantik Vera."
Sebuah senyuman manis muncul di wajah Vera." Gombal. Kenapa kau tidak bawa kekasih barumu itu kesini?"
"Kekasih baru?" Tanya Satria tak mengerti.
"Ah tidak usah mengelak. Aku lihat kamu tadi turun di tempat parkir dengan seorang gadis bergaun putih disamping mu. Tentu itu pacarmu yang baru bukan. Kenapa tidak kau bawa kemari?"
Perkataan itu membuat Satria tersentak. Akhirnya sebuah senyum pun muncul di wajahnya. Sementara itu musik pesta pernikahan tetap mengalun menghibur para tamu undangan.
TAMAT
Kayak nonton drakor tauk, episodenya dari awal ke akhir itu naik turun klimaksnya :D
Tapi menarik banget, dan memang pas banget nih Mas dipisah jadi beberapa bagian, kadang kalau kepanjangan orang jadi capek bacanya, karena di layar ya.
Dengan dibikin per bagian ini, orang lebih fokus bacanya, karena setiap partnya ditayangin dulu, nanti part lainnya menyusul, jadi informasi nggak numpuk semua di pikiran :D
Btw, ujung-ujungnya penasaran juga, apakah si gadis bergaun putih alias Larasati pacarnya Kang Sat, eh mantannya ding, itu bakal selamanya menjalin hubungan dengan novelis tersebut?
Kalau novelis itu punya pacar, entar diganggu lagi deh :D
ngomong-ngomong, temen-temen bloggernya Si Agus kok jadi pada kopdaran semua di cerpen ini yah 😂
Aku lupa ngomentari yg ngilu itu di part 3, untung di part 4 ini ada tayangan ulangnya (sesuatu yg ngilu itu) 😂😂
Oh yg mobilnya mogok itu maling sekaligus jonatan sekaligus mantan suami Laras.. 👌👌😂
seruuuuu banget bacanya hihi
tapi kasiman juga ya, tapi tu dokter mas mengatakan mau kasih saleo agak terbata bata gitu ya ngucapnya hahahah, kocak sih
Kalau dipikir-pikir si Larasati udah kayak manusia biasa aja bukan kayak arwah yang gentayangan..hihihi
ntar baca2 lagi kalau sempat... habis sampai part 4... panjang amat ga kelar semalam ini...
Cerita yang bagus kak Agus! Endingnya juga membuat hati senang dan lega hahaha.
Aku suka! Keren lah keseluruhan ceritanya👏🏻
Ngomong-ngomong, selamat mas Agus. Ceritanya bagus banget. Dulu bikin cerpen, sekarang cerbung, ditunggu buat novel nya ya, mas. Mudah-mudahan bisa terkenal macam satria eh Tere Liye maksudku, mas.🤭
Produktif juga dalam sehari bisa menghasilkan dua tulisan..
Btw ceritanya keren mas. Coba bikin yang lebih panjang trus kirim ke penerbit. Siapa tahu rejeki.😁
Tapi-tapi, ending nya mengharukan, walaupun Satria nggak bisa liat Laras, tapi Satria tersenyum gitu.
Aaahhh, bagus nih ceritanya mas. Mana panjang lagiii. Untung pas aku baca semua seri udh ada, jd ga usah lama2 nunggu kelanjutannya :p. Bikin cerita bersambung LG, yg super serem kalo bisaaa ;)
Satria masih terus ditemani sang pujaan hati...
Seruu ceritanya, Mas. Sedih banget sama kisahnya Laras. Rasanya meninggal dibunuh itu paling ngeri ya. Tidak terbayang sedihnya keluarga yang ditinggalkan. Untungnya akhirnya terjawab sehingga tidak ada hal yang penasaran lagi.
Kalau ada pengembangan cerita lagi pasti mau baca deh,. Soalnya penasaran alasan Laras kembali ke Satria. Haha walaupun si Satria ngga bisa lihat.
Pinter tenan mas satria ini membolak balikkan hati emak emak yang baca cerita ini.
Kayaknya masih mau bersambung nih. Deg degan lho pas muncul lagi si gaun putih di akhir cerita.
Apa tokoh si agus dijadikan kaya raya tidak ngutang terus gitu. Trus selingkuh sama mbak larasati
Mbok dibikin versi bahasa jawa trus dikirim ke Panjebar semangat hehe
Disana ada bagian cerita cerita mistis gitu. Tapi boso jowo mas
Pak Jonathan ini keterlaluan yah... Numpang dengan dalih. Rasanya pas pak Jonathan mau kabur, gue pengen dteng terus merapalkan mantra "Avada Kadabra" atau mantra "crutio" mantra kutukan di serial film Harry Potter. Hahah tpi nnti nggk nyambung.
Kasian larasati. Pak Jonathan juga, maruk amat sama istri. Hahaha. Pke acara istri tua, istri muda..
Untung ada si Agus. Pemberi kesan sedikit humor saat kondisi lagi klimaks.. jadi nggk terlalu tegang.. tapi tetep saya smpet emosi sama Pak Jonathan.. hahaha
Akhirnya bahagia yah.. yah walaupun beda dunia. Tapi nggk apalah.. namanya juga cinta.. haha