Gadis bergaun putih part 2
Satria terbangun ketika ia mendengar suara agak berisik dan mencium bau sesuatu. Ia acuhkan saja, siapa lagi yang berbuat ulah kalo bukan si 'dia' pikirnya. Tapi karena penasaran ia beranjak juga dari tempat tidur. Betapa terkejutnya ia ketika melihat apa yang ada di atas meja.
Baca kisah sebelumnya Gadis bergaun putih part 1.
Ia mengucek kedua matanya seakan tak percaya, tapi tetap saja ia melihat nasi putih, telor dadar, ayam goreng, dan teh manis ada diatas meja. Bau masakannya menggugah selera. Ia lalu cubit kakinya sendiri keras-keras. Sakit, bertanda kalo ia tidak bermimpi.
Dicobanya memegang piring yang berisi nasi putih terasa panas, bertanda kalo itu baru dimasaknya. Biarpun tidak melihat, ia tahu kalo ada seseorang atau sesuatu yang melihat apa yang sedang dilakukannya, siapa lagi kalo bukan gadis bergaun putih pikirnya.
"Ehm, aku..aku mengucapkan banyak terima kasih atas hidanganmu ini." Kata Satria dengan suara agak gemetar. Bagaimanapun ini pertama kalinya ia menghadapi hal seperti ini sehingga tanpa sadar peluhnya keluar biarpun masih pagi hari.
Sambil membaca doa terlebih dahulu ia lalu mulai makan. Masakannya enak bahkan lebih lezat daripada buatannya sendiri. Sambil makan ia mencoba meresapi, tak ada sesuatu pun yang aneh yang merasukinya pertanda tak ada kekuatan aneh atau jahat dalam masakannya.
Selesai makan ia coba mencicipi teh manis itu. Rasanya hangat seperti biasa, hanya terlalu manis.
"Ehm." Kini kegugupannya perlahan-lahan mereda." Kalo, kalo bisa tolong jangan terlalu banyak gula karena tidak baik untuk kesehatan ya. Lagi pula harga gula juga lagi mahal." Selorohnya untuk mencairkan suasana.
Selesai makan ia berniat untuk merapikan tempat makannya, tapi sebuah tangan yang dingin memegang tangannya.
Kontak kami yang pertama.
Biarpun tangannya dingin tapi Satria dapat merasakan sebuah tangan yang lembut. Ia menduga, tentu ia seorang wanita yang masih muda. Biarpun begitu, tetap saja wajahnya agak pucat, siapa sih yang tidak kaget kalo tahu-tahu ada sebuah tangan yang tak terlihat memegangnya.
Tak lama kemudian piring dan gelas tampak melayang-layang di udara, seperti dibawa oleh tangan yang tak nampak. Peralatan makan lainnya juga ia yang membereskan dan tidak lama kemudian terdengar suara gemericik air di dapur serta suara seperti orang mencuci piring.
Satria sendiri langsung masuk kembali ke kamarnya. Jantungnya masih berdegup kencang karena jujur saja ini melebihi bayangannya. Kalo gayung yang hilang, laptop yang pindah sendiri atau kunci mobil nya yang disembunyikan itu hal biasa, tapi sebuah sarapan pagi yang lengkap tak pernah disangkanya.
Walaupun begitu ia menarik nafas lega. Setidaknya penghuni rumah ini sudah mau bekerjasama dan tidak mengganggunya lagi.
Dengan pikiran itu ia lalu keluar kamar. Didepan pintu ia melihat sekeliling tapi tak ada sesuatu yang aneh. Akhirnya ia berkata."Ehm, aku tahu kamu ada disini dan bisa melihatku. Sebelumnya aku ucapkan banyak terima kasih sudah membuatkan sarapan, semoga saja tidak ada tagihannya ya."
Diam sejenak, tak ada sesuatu yang bergerak tapi walaupun begitu ia tetap merasa si 'dia' memperhatikannya.
"Oke, aku keluar dulu ya. Aku ada perlu keluar untuk mengurusi keperluan novelku." Setelah berkata demikian ia langsung keluar dan menutup pintu.
Sambil menyetir mobil Satria berpikir siapa sebenarnya penghuni rumahnya itu dan mengapa ia memasak makanan untuknya. Karena kurang konsentrasi di perempatan jalan ia hampir saja menabrak seorang pengendara sepeda motor. Beruntung hal itu tidak terjadi, hanya pengemudinya saja yang marah-marah.
Untuk mengurangi pusing akhirnya ia memutuskan untuk menonton bioskop saja. Tapi biarpun ia menonton film tapi pikirannya masih dipenuhi tentang masakan tadi pagi plus semua piring dan gelas yang melayang di udara.
"Untuk apa kamu kirim foto masakan pagi-pagi sih mas Satria, mau pamer karena kamu tahu aku tidak punya duit tanggal tua untuk beli makanan ya?" Sebuah pesan dari Budi, salah satu teman blogger nya masuk ke smartphone-nya Pesan itu kelihatannya marah tapi ia tahu kalo temannya itu cuma bercanda. Ia memang penasaran dengan penglihatannya tadi pagi dan memotretnya lalu mengirimkan ke sahabatnya itu.
"Sueee, ada seorang teman cewekku yang update artikel tentang masakan tapi ia minta aku bikin fotonya." Balasnya." Jadi kamu lihat ada nasi putih, telor dadar plus ayam geprek ya?"
"Bukan ayam geprek, tapi ayam goreng. Terus ada dadar dan nasi sepiring kan."
Oh syukurlah, tadinya ia mengira kalo hanya dia saja yang bisa melihatnya, ternyata temannya itu juga bisa bertanda ia tidak sedang bermimpi atau makan sampah atau makanan jorok lain kalo seseorang sedang di kerjai hantu.
Setelah menonton film ia lalu coba rekreasi ke tempat wisata untuk menghilangkan pikiran yang lagi memenuhi otaknya. Hal ini sedikit membuatnya rileks. Akhirnya sore harinya ia putuskan pulang kembali ke rumah.
Ia tertegun saat masuk ke rumah karena diatas meja terdapat pakaian miliknya yang sudah dicuci. Ruangan juga sudah bersih dan rapi. Baru ia sadar kalo saat pergi belum membereskan barang-barang seperti biasa. Ah, pasti karena pikirannya yang masih kacau karena kejadian tadi pagi.
Satria mencoba untuk mencari dimana 'dia' tapi tentu saja tidak ketemu. "Terima kasih banyak, maaf aku lupa beres beres tadi pagi."
Ia mencoba untuk menunggu barang kali saja akan dijawab tapi nihil. Ah, mungkinkah sebenarnya ia menjawab tapi tidak terdengar olehnya karena sudah beda alam. Agak meremang juga bulu kuduknya tapi karena ia tahu si 'dia' baik hati maka rasa seram dalam hatinya perlahan-lahan mereda.
Daripada pusing akhirnya ia putuskan untuk menulis lanjutan novelnya saja. Tak butuh waktu lama ia bisa menulis juga dengan lancar. Saat sedang asyik menulis, pintu kamarnya terbuka sedikit dan ia terbelalak karena melihat secangkir kopi melayang dan mendarat tepat di mejanya. Bau harumnya kopi membuat segar pikirannya yang tadi suntuk karena menulis terus.
"Hai, terima kasih. Tapi tak perlu repot-repot. Ah, maksudku aku tidak ingin merepotkan mu."
Tak ada jawaban.
"Hai, duduklah. Sejujurnya aku disini kesepian dan butuh teman ngobrol. Yah, kau tahu, tak ada tetangga yang mau bermain disini."
Sepertinya ada gerakan dan hai, kasur tempat tidurnya menekuk sedikit kebawah ditengah, pertanda ada sesuatu yang mendudukinya. Siapa lagi kalo bukan 'dia'.
Satria jadi girang, sepertinya ia sudah dianggap teman baik oleh 'penunggu' rumah ini." Kalo boleh tahu, siapakah namamu, jujur saja tidak enak memanggilmu hai hai saja."
Tak ada jawaban seperti biasa.
"Hai, kalo kamu malu bicara, kamu boleh menulisnya di atas kertas kok." Kata Satria lalu mengangsurkan kertas dan pena ke depan dimana diperkirakan ia duduk. Gayung bersambut, kertas itu melayang lalu hinggap di atas meja. Pena tampak bergerak kian kemari pertanda ia sedang menulis.
Maaf, aku belum bisa memberi tahu mu saat ini, begitu bunyi tulisan diatas kertas. Walau sedikit kecewa tapi ia maklum, tentu saja siapa sih wanita yang akan langsung memberikan namanya pada orang yang baru dikenalnya beberapa hari, pikirnya.
Satria memperhatikan tulisan itu, tampak rapi pertanda ia orang yang pintar menulis seperti korespondensi atau mungkin sekretaris pribadi.
Saat ia asyik melamun itu, pintu kamar terbuka sedikit lalu menutup kembali, 'dia' sudah pergi. Mungkin tak ingin mengganggunya bekerja.
Keesokan harinya ketika ia bangun sudah tersedia makanan diatas meja tapi dengan menu yang berbeda, sesuai dengan barang belanjaan Satria saat di pasar. Sebuah teh manis hangat juga tersedia sebagai teman sarapan.
"Terima kasih. Kenapa kau tidak ikut makan bersama ku?" Ajak Satria sambil menggeser kursi di sebelahnya. Tapi kursi yang tergeser malah ada didepannya, berarti ia duduk berhadap-hadapan dengannya.
"Masakanmu enak sekali, sama seperti masakan Bu Nita di warung ujung jalan itu. Kamu kenal dia kan? Atau mungkin suka ngutang juga disana."
Sebuah suara tertawa kecil terdengar didepannya. Ah, suaranya sungguh merdu, beda sekali dengan suara kuntilanak yang di film atau televisi. Tapi suara tawa kecilnya itu langsung berhenti. Ah, apakah ia menyinggung perasaannya dengan bicara tentang hutang, tapi kok malah ia tadi tertawa. Saat ia sedang bingung apa sebabnya terdengar sebuah suara lain.
"Selamat pagi mas Satria."
Satria segera membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Jaenudin, anak dari pak Herman pemilik rumah yang ditempatinya. Ia datang tidak dengan tangan kosong tapi membawa buah mangga dan rambutan.
"Oh mas Jaey. Silahkan masuk mas, sekalian ikut sarapan yuk." Ajaknya pada sang tamu.
"Udah sarapan tadi mas Satria. Ini oleh oleh dari bapak." Katanya sambil menyerahkan buah yang dipegangnya.
"Ah, pak Herman bikin aku tidak enak saja."
"Ah tidak kok, kebetulan kebun sedang panen jadinya dikirim kesini biar ikut mencicipi."
"Ayo masuk dulu mas Jaey, sekalian ikut sarapan. Awas kalo bilang tidak mau, aku juga ngga mau terima oleh-oleh mu." Kata Satria sambil tertawa, Jaenudin pun terpaksa masuk.
Begitu masuk maka ia kagum." Wah, ternyata mas Satria ini pintar menata rumah ya. Aku kira karena cowok jadi berantakan rumahnya."
Satria jadi tertawa." Siapa dulu dong yang beresin."
Tiba-tiba dibelakang Jaenudin tampak sesosok bayangan samar seperti gadis bergaun putih dalam mimpinya, ia mencibir padanya, sehingga hampir saja Satria tersedak saat makan buah-buahan.
"Wah, buahnya asem ya mas?" Tanya Jaey tak enak, padahal ia sudah pilih yang paling matang.
"Ah enggak, aku saja yang gugup tadi." Kilah Satria. Tentu tak mungkin ia beritahu apa sebabnya tersedak tadi.
"Oh ya mas Jaey, tolong beritahu pada pak Herman, aku ingin menyewa rumah ini selama setahun."
Jaenudin tentu saja terkejut." Wah, beneran ingin ngontrak setahun mas? Betah disini yah?"
Satria mengangguk, kalo tidak betah untuk apa ia ngontrak setahun langsung.
"Tidak ada kejadian apa-apa disini?" Tanyanya lagi.
"Lho, memang ada kejadian apa sih kok aku sepertinya malah tidak boleh menyewa lama." Satria tentu saja sudah tahu jawabannya tapi pura-pura tidak tahu saja.
"Ah tidak. Syukurlah kalo mas Satria betah. Nanti aku beritahu bapak." Kata jaey lalu segera pamit karena harus bekerja di kebun lagi karena lagi panen. Sampai di depan pintu Satria memasukkan dua lembar uang sepuluh ribuan. Untuk rokok, begitu katanya yang tentu saja diterima dengan girang oleh Jaenudin.
Keesokan harinya pak Herman datang ke rumah itu. Tentu nya dengan membawa oleh-oleh yang lebih banyak dari kebunnya. Setelah meyakinkan Satria kalo betah, akhirnya jadilah bayar kontrakan setahun. Ternyata tidak terlalu mahal, sehingga sore harinya kini dirinya yang membalas membawa oleh-oleh dari kota untuk yang punya tempat tinggal itu.
Setelah kejadian itu, Satria makin betah di rumah tersebut. Ia merasa seperti punya asisten pribadi yang bisa diandalkan untuk mengurus rumah. Tentu saja 'dia' (selanjutnya aku tulis tidak pakai tanda kutip ya) bekerja kalo tidak ada seseorang yang bertamu ke rumahnya. Dia bebas bergerak kesana kemari, membersihkan dan membereskan barang sehingga semua benda tampak melayang-layang. Sebenarnya Satria ingin merekam video tapi takutnya dia malah tersinggung, bisa berabe.
Dan karena urusan rumah tangga yang cukup menyita waktunya sudah dikerjakan oleh 'asisten pribadinya' maka penulisan novelnya pun berjalan lancar. Pak Dahlan tentu saja girang.
"Aku ingin kau nanti ikut road show saat perilisannya nanti."
Satria terkejut." Akan kupikirkan nanti." Jawabnya.
Tentu saja pak Dahlan mendelik." Harus, apa kau tidak ingin bukumu laris seperti sebelumnya. Ah aku tahu, sudah lupakan Vera. Masih banyak gadis lain yang lebih pantas untukmu. Dan ingat, bukan kau yang harus mengejar mereka, tapi para gadis itulah yang mengejarmu."
Uh, pak Dahlan seharusnya benar. Sebenarnya ia sudah melupakannya sama sekali tapi karena diingatkan lagi ia malah jadi sedih.
Tapi kesedihannya jadi berkurang ketika ia sampai di rumah dan dia datang. Entah mengapa, setiap kali ia pulang ke rumah hatinya merasa tenang. Ah, mungkinkah ia jatuh cinta padanya?
Mendengar Satria mau merilis novel barunya maka teman-temannya pun pada berdatangan. Mereka minta agar diberi tahu jalan ceritanya tapi selalu ia tolak. Biar kalian beli bukunya jadi royalti ku tambah, begitu guraunya.
"Kukira rumahmu berantakan seperti di rumah-rumah mu yang dulu." Begitu kata salah seorang teman wanita Satria setelah melihat-lihat keadaan rumah. Ia memang kadang-kadang bermain ke tempat kontrakannya dulu karena dekat dengan rumahnya. Tapi ia baru sekarang kesini, maklum karena jaraknya jauh.
"Aku kan pintar menata rumah." Katanya pada Mona, temannya sejak SMA. Ia salah satu penggemar novelnya. Dulu waktu pertama-tama menulis cerpen, Mona lah yang sering mengoreksi tulisannya, kadang satu dua kali juga memberi ide agar jalan ceritanya lebih menarik. Setelah cerpen cerpennya mulai disukai masyarakat maka Satria melanjutkan dengan menulis novel dan Mona masih setia mengoreksinya sebagai editor. Ia sebenarnya jatuh cinta dengan Satria tapi sayangnya dirinya lebih memilih Vera yang kini meninggalkan nya.
"Tak ada kejadian aneh disini kan mas Satria?" Tanya Erik, salah satu kawannya sejak masa kuliah dan kini menjadi pacar Mona.
"Lho, maksudnya apa Er?" Tanyanya tak mengerti.
Erik melihat sekeliling dulu." Jujur saja, teman saya pernah ada yang mengontrak rumah ini dulu mas, dua tahun lalu kalo tidak salah. Katanya dia diganggu terus sama penunggu rumah ini. Ada setannya katanya, temannya yang ikut menemani juga melihat hantu wanita disini. Akhirnya dia cabut setelah seminggu karena takut." Katanya berbisik.
"Oh begitu ya." Hanya itu jawaban Satria, tentu saja jawaban itu mengundang rasa penasaran.
"Masa sih kamu tidak mengalami apa-apa?" Tanyanya. Yang ditanya cuma tertawa saja.
"Mas, kapan kau akan menikah. Kau kan sudah sukses, punya mobil dan tabungan, masa akan menjomblo terus?" Tanya Mona.
Pertanyaan itu menyentaknya, tapi ia kalem saja." Belum ada yang cocok. Oh ya, kapan kamu akan menikah dengan Erik?" Balasnya.
Mona hanya geleng-geleng kepala saja, pertanyaannya bukannya dijawab tapi ia malah balik bertanya.
"Tenang saja mas, nanti pasti akan ku kirimkan, tak lama lagi. Dan kau jangan menyesal ya." Kata Erik sambil menyeringai. Kekasihnya itu memang berterus terang kalo ia pernah menjalin hubungan dengan novelis itu.
Satria balas nyengir. "Kalem saja, aku akan datang dan akan menghabiskan kue pernikahan kalian."
Hahaha, mereka berdua tertawa. Setelah ngobrol kian kemari terutama tentang rencana novel lain. Tak terasa waktu berlalu dan hari sudah sore. Akhirnya mereka pulang walaupun Satria sebenarnya menawari mereka menginap. Ogah, aku mau menginap ditempat lain berdua saja dengan Mona, begitu kata Erik, yang langsung pahanya dihadiahi sebuah cubitan oleh kekasihnya itu.
Setelah mereka pergi maka ia berniat untuk merapikan ruang tamu, tapi ternyata ruangan itu sudah rapi. Tentu dibersihkan oleh dia saat ia asyik bercanda dengan mereka didepan rumah.
Keesokan harinya datang sebuah pesan singkat yang tak mengenakkan. Vera, mantan kekasihnya itu akan menikah bulan depan dengan Toni.
Malam harinya ia termangu di kamarnya. Mungkin benar kata Mona, ia harus mencari pasangan hidup. Tak mungkin selamanya ia hidup sendiri. Ah, kalo saja ada Vera. Tapi ia tahu ini salahnya juga.
Ia kenal Vera ketika kuliah di ibukota karena satu kelas dengannya. Cintanya ternyata terbalas karena Vera juga salah satu penggemar novelnya. Awalnya hanya sebatas pertemanan saja sampai lulus kuliah karena tidak ingin mengganggu tugas kuliahnya. Barulah setelah wisuda, Mereka pun sepakat pacaran.
Awal hubungan terasa manis karena mereka saling mencintai. Tapi baru tiga bulan hubungan itu diuji karena ternyata Satria yang sedang berusaha sebagai penulis novel lebih suka menghabiskan waktu dengan laptopnya dari pada dengan pacarnya.
Vera yang tahu kekasihnya itu seorang novelis awalnya juga maklum dengan pekerjaannya. Tapi makin lama ia makin tersisihkan. Sebagai gadis muda tentu saja ia ingin diperhatikan dan juga dimanja. Karena Satria tidak pengertian maka iapun marah.
Pilih aku atau laptop mu, begitu ancamnya pada pacarnya setelah ia tak tahan. Awalnya Satria tentu saja meninggalkan pekerjaan sejenak. Hubungan mereka berdua pun membaik.
Tapi hubungan itu kembali renggang ketika ada kontes menulis yang diadakan oleh seorang penerbit besar yang pemenangnya akan diterbitkan olehnya. Satria yang memang ingin menjadi novelis terkenal tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Siang malam ia sibuk dengan imajinasinya agar tulisannya bagus. Usahanya tidak sia-sia, ia berhasil menjadi juara ketiga dari ratusan peserta dan karyanya mulai diakui masyarakat.
Satria makin sibuk dengan pekerjaannya setelah novelnya yang berjudul Cinta Tak Terbatas Waktu menjadi best seller dan menuai penjualan yang cukup memuaskan untuk seorang penulis pemula.
Selain menulis, ia juga harus ikut road show novel tersebut agar penjualannya meningkat sehingga waktunya bersama Vera makin sedikit. Kekasihnya itu sebenarnya maklum karena ia yakin kesuksesan Satria berarti kesuksesannya dirinya juga nanti. Ia sendiri tidak ikut mendampingi karena terikat dengan pekerjaannya sebagai staf kantor di sebuah perusahaan.
Tapi hubungan mereka benar-benar memburuk ketika Mona diangkat sebagai editor untuk mengoreksi tulisannya. Vera yang cemburuan langsung menuduh dirinya selingkuh dan tidak setia. Betapapun Satria menjelaskan bahwa ia hanya teman saja tidak terimanya.
Yang ada Vera malah menjalin hubungan dengan Toni, salah satu teman kantornya. Ia selalu ada untukku, beda dengan dirimu yang hanya ingat keyboard laptop saja, begitu sindirnya. Sebuah sindiran yang memang tak bisa dibantahnya. Vera hanya ingin dianggap penting dan ia sebenarnya masih mencintaimu, begitu kata temannya.
Tapi ia tidak bisa karena saat ini ia sedang berjuang sebagai penulis dan ini adalah saatnya. Menjadi novelis terkenal seperti Tere Liye atau JK Rowling adalah salah satu mimpinya sejak dulu.
Mimpinya itu memang dapat dicapai. Uang dan ketenaran dapat diraih, beberapa novelnya menjadi hit di pasaran tapi hubungan cintanya kandas. Vera sudah serius dengan Toni, sedangkan Mona menjauh ketika tahu cintanya tak terbalas dan lebih memilih Erik.
Ah, kini baru disadarinya kalo ternyata ia lebih menuruti ego-nya dan tak pernah memahami perasaan kekasihnya itu. Tak terasa air matanya mengalir.
Mengapa kau menangis? Sebuah bisikan pelan masuk ke telinganya dan membuat Satria sadar dari lamunannya.
"Si..siapa?" Tanya Satria. Lamat lamat ia mendengar kata demi kata dalam susunan yang samar yang sukar ditangkap.
"Tulislah, tulislah apa yang ingin kau katakan." Kata Satria hampir menjerit karena masih kacau.
Dia tidak menulis, tapi malah berbisik makin nyata." Mengapa menangis sayangku. Aku ada di dekatmu."
Sayangku!
Dia menyebutkan sayangku?
Sesuatu yang dingin memegang tangan kanannya. Ah, sebuah tangan yang halus lembut walaupun dingin. Satria menarik tangan yang dingin itu kebibirnya dan dicium sambil menangis." Ulangi lah, ulangi apa yang kau katakan." Katanya setengah berbisik.
Tangan yang dingin itu tiba-tiba tampak diam. Ah, tersinggung kah dia?
Ternyata bukan, ada sepasang mata berwarna merah terlihat di luar rumah. Satria segera keluar untuk melihatnya.
Sebuah mobil Fortuner tampak di depan rumah cuma sayang sepertinya sedang bermasalah. Pengemudinya tampak membuka kap mobil dan membetulkan sesuatu. Peluh sedikit keluar dari wajahnya yang sudah seumuran dengan pak Herman.
"Perlu bantuan pak?"
Pengemudi itu menoleh, mungkin kaget karena tiba-tiba ada suara dibelakangnya.
"Ah tidak, hanya cek air radiator saja. Ternyata tinggal sedikit pantas suhunya naik."
"Perlu aku ambilkan air?" Satria menawarkan bantuan.
"Tidak perlu, masih aman kok. Sepertinya mas orang baru disini ya?" Tanyanya sambil sedikit memperhatikannya.
"Betul sekali, kok bapak tahu kalo aku orang baru?"
"Ah jangan berburuk sangka mas." Ia buru-buru menjawab." Aku sering lewat jalan ini saat mau ke kota. Dan sebagai hiburan, kadang aku perhatikan keadaan kiri kanan jalan. Biasanya aku lihat rumahnya kosong, tapi sekarang ada mobil berarti sudah ada penunggunya."
Satria jadi manggut-manggut.
"Maaf boleh aku masuk?"
"Kerumah ku, tentu saja silahkan. Kadang aku kesepian dan ingin ngobrol juga." Jawab Satria senang.
"Bukan, mas menghalangi jalanku."
Satria menengok dan baru sadar ia berdiri di samping pintu mobilnya. Segera ia menepi dan pengemudi mobil itupun masuk.
"Beneran tidak perlu air?" Ia masih menawarkan bantuan.
Orang itu tersenyum." Tak perlu mas, saat ini aku buru buru. Nanti jika ada waktu luang aku akan mampir."
Mobil itu segera di starter dan langsung menyala. Setelah membunyikan klakson tanda permisi ia pun langsung pergi.
Esok harinya Satria kedatangan tamu lain yaitu pak Herman pemilik rumah tersebut. Ia berkunjung sambil membawa oleh-oleh." Wah, rumahnya bersih dan nyaman sekali nak Satria."
Satria tertawa kecil." Aku sudah biasa pindah rumah pak, jadinya terbiasa beres-beres sendiri agar rapi."
"Oh begitu ya. Sepertinya nak Satria betah disini."
"Tentu saja pak, rumahnya bagus dan adem. Cocok sekali suasananya untuk menulis novel."
"Syukurlah kalo begitu. Tapi tentunya repot kalo mengurus rumah sendiri. Kalo nak Satria butuh tenaga, beritahu saja nanti akan bapak carikan."
"Ah tidak usah pak. Aku lebih suka sendirian, maklum biar fokus pada pikiran untuk menulis."
"Oh tidak apa-apa kok." Kata pak Herman." Ngomong ngomong tidak ada yang mengganggu kan?"
"Orang luar, tentu tidak." Jawab satria." Orang sini semuanya ramah dan baik."
"Maksud bapak, penunggu rumah ini." Kata pak Herman lagi sambil memperhatikan nya.
"Lha, yang nunggu rumah ini kan aku sendiri pak." Jawabnya sambil tertawa.
Dan setelah basa basi seperlunya maka pak Herman pun pamit.
Setelah tamunya pergi satria lalu berkata pada dia yang sosoknya samar-samar dan sedang merapikan ruang tamu. Tampak gelas kopi melayang-layang di udara.
"Kau lihat, sekarang aku sudah mulai bermulut besar." Katanya sambil tertawa. Tapi tawanya berhenti ketika dia melempar buah oleh-oleh pak Herman sehingga hampir masuk ke mulutnya. Kini gantian dia yang tertawa kecil lalu sosoknya samar-samar menghilang.
Sueee, Satria memaki sambil maju kedepan yang ia kira dia berada untuk mencubitnya, tapi baru beberapa langkah kakinya tersandung oleh sebuah kaki yang tak terlihat.
Hihihi, kini dia tertawa cekikikan. Satria yang kesal akhirnya melempari buah-buahan yang dibalas olehnya sehingga ruangan tamu malah berantakan.
Malam harinya ia bermimpi melihat gadis bergaun putih itu. Kini wajahnya terlihat jelas, ia sangat cantik dengan baju warna putih itu, serasi dengan warna kulitnya yang juga putih.
Kau sangat cantik, begitu satria memuji sambil memegang kedua tangannya. Ia tersenyum senang tapi wajahnya tiba-tiba berubah tegang.
Bangunlah mas Satria, teriaknya.
Apa, Satria tentu saja terkejut dengan perubahan suasana itu. Tapi ia tetap minta Satria untuk bangun.
Bangun mas Satria, bangun, bangun.
Satria terbangun dari mimpinya. Ia mengerjapkan matanya karena masih bingung. Dilihatnya dia mondar-mandir dalam kamarnya karena gelisah.
"Ada apa?" Tanya Satria setelah bisa menguasai dirinya.
Ssttt, ia malah menyuruhnya diam. Saat Satria mencoba mengerti apa maksudnya terdengar suara lain. Bukan dalam kamarnya tapi dari ruangan lain.
Ia membuka pintu kamarnya dan dalam keremangan cahaya lampu ia melihat sesosok tubuh berbaju hitam sedang mengendap-endap ke arah kamar mandi. Tangan kirinya memegang suatu bungkusan sedangkan tangan kanannya menggenggam besi yang panjang.
Melihat ada orang asing di dalam rumahnya otomatis Satria terkejut. Segera saja ia berteriak." Maling bangsat, mau apa kamu!!!"
Maling itu tampak terkejut, tidak menyangka aksinya bakal ketahuan. Ia segera berlari menuju pintu depan.
"Berhenti bangsat." Teriak Satria yang khawatir kalo ada barangnya yang hilang. Tapi mana ada maling yang mau berhenti jika ketahuan. Ia segera kabur melalui pintu depan yang ia buka dengan mudah. Hawa dingin segera menyergap novelis itu ketika pintu terbuka, ternyata sedang hujan deras.
Ketika Satria mencoba mengejarnya malah terpeleset dan jatuh. Ia hanya bisa membiarkan maling sialan itu pergi. Sebuah mobil tampak menjauh di kegelapan malam yang diguyur hujan sehingga ia tidak bisa melihat jelas bentuk mobil apalagi plat nomernya.
Sialan, makinya. Ia mengedarkan pandangannya dan menarik nafas lega ketika mobilnya masih ada di halaman samping rumah. Dengan keadaan dirinya yang kotor kena tanah dan air hujan maka tak mungkin mengejarnya.
Ia terpaksa masuk kembali ke dalam rumah. Dilihatnya ada sebuah kunci di pintunya, tentu dengan kunci tersebut ia masuk. Ia menarik kuncinya dan itu adalah jenis kunci yang sering dipakai maling untuk beraksi.
Setelah menimang-nimang ia putuskan untuk membuang kunci tersebut ke tong sampah. Ia menyalakan lampu dan memeriksa semua ruangan. Heran, tak ada benda apapun yang hilang. Apa mungkin pencuri itu belum sempat beraksi saat ia memergoki. Terus, untuk apa ia menuju kamar mandi, tak ada barang berharga apapun disana.
Satria melihat-lihat kamar mandi, saat itulah ia melihat linggis dan bungkusan yang ditinggal oleh pencuri sialan itu. Bungkusan itu ternyata isinya adalah kembang tujuh rupa, menyan dan beberapa barang lain yang ia tidak kenal. Segera saja ia buang bungkusan ke tong sampah karena tidak tahu untuk apa maling itu membawanya.
Saat Satria masih bingung dengan kejadian itu, sebuah handuk tampak melayang mendekati dirinya. Tadinya ia menyangka kalau handuk itu akan ia pakai sendiri tapi ternyata dia sendiri yang mengelap ke sekujur tubuhnya. Tangannya bergerak lincah kesana-kemari.
"Sudahlah, aku tidak apa-apa kok." Katanya pada sosok samar-samar didepannya. "Sialan. Entah siapa dia dan apa maksudnya masuk ke rumah ini. Coba kalo ia dapat ku bekuk." Serunya sambil mengepalkan tangannya.
Ssttt, sudahlah. Sebuah bisikan pelan masuk ke telinganya. Sesosok wanita tampak didepannya dengan pandangan mata penuh khawatir. Satria menjadi iba sendiri.
Saat itu angin semilir masuk kedalam rumah membuat tubuhnya menggigil karena kedinginan, baru ia ingat bajunya masih basah biarpun sudah di lap. Dia tiba-tiba memeluknya, menimbulkan rasa hangat dalam tubuhnya dan satria pun refleks balas memeluk, sementara hujan kian deras diluar.
Bersambung
Paling yang meluk gw si Jaey minta tambahan duit buat beli rokok.🤣😋
Yang bikin gelas piring melayang2 itu sih Jaey juga pake trik sulap dari internet atau youtube..🤣🤣🤣
Ini mau bikin cerita sampai 1000 episode kayanya nih..🤣🤣
Jadi kayak biniknya yaaa si putih itu eeh maksudnya gadis bergaun putih yang tak kasat mata itu #kalau si putih mah meong 😂😂😂😂😂
Kok aku jadi inget dongeng keong mas ya yang tiyep hari masakin bujangan yang punya rumah..
Betewe, ini uda mau menuju adegan haaaawtnya eee malah ber-sam-bung...haha sueee
Oiya, aku kok penasaran kenapa tuh maling malah bawa perintilan sajen, menyan dan kembang tujuh rupa segala ya..jangan-jangan malingnya orang dalam yang pengen meringkus si 'dia' ini
Btw pak hermannya kenapa rajin banget ngasih oleh-oleh dan kayaknya ga nyaman pas si Satria betah di rumah itu ya...#masih tanda tanya besar...😱😱😱😨😨
Wokeh kutunggu part 3-nya 😊
Entah kenapa kok aku curiga ke bapak2 yg pura-pura berenti depan rumah Satria ya, jangan2 dia malingnya dan ada sesuatu yg disembunyiin. Haaah ga sabar lanjutannyaa😅
Btw, aku juga sama kayak Awl. Mikirnya kalau makan makanan buatan hantu biasanya kan realitanya berbeda, cacing lah, daun lah yang ternyata dimakan tapi ternyata di cerita ini beneran ya yang dimakan. Kapan si dia ke pasar-nya ya? 🤣
Dan, waktu bagian orang berbaju hitam sedang jalan mengendap-endap, aku kira hantu juga 🤣
Jadi semakin penasaran siapa sih sosok cewek ini sebenarnya 🙈
Pengen dibuat jadi berapa episode nih ceritanya?
Wkwk org mau masuk mobil disuruh masuk rumah, jgn2 malingnya org itu. 😆
Wah si jaey dikasi 20 ribu, ati2 besok2 dia dtg lagi itu, siapa tau dikasi duit lagi 😆
Mantap, bersambung lagi, lumayan bikin penasaran, apakah nantinya kawin sama hantu ataukah si vera, tapi melihat gelagatnya kayaknya bakal kawin sm hantu hihii 😆
Ini sepertinya satria jadi keenakan nih dilayani sama dia. Berasa udah punya istri aja. Sayangnya istrinya gak kelihatan.🤭
Waduh.. apalagi si Satria ini lagi jomblo dan habis patah hati, jangan-jangan abis ini si "Dia" mengisi relung hati Satria?
Dimasakin hantu nggak apa-apa tuh? Ntar berubah jadi bangkai lagi..
Kirain yang masakin itu si Vera, terus dia sembunyi gitu bikin kejutan.
Eh ternyata ada adegan gelas dan piring melayang :D
Btw kok bisa sih hantu masak beneran, takut juga kirain dikasih makan hal-hal yang jorok, kek di filem-filem gitu hahahaha.
Dan mesti nih, pas lagi seru-serunya eh malah bersambung.
Udah kek drakor aja dah :D
Ayooo mana part 3 nya nih? :D
ku juga mau itu, tiba2 ada yang nyiapin makanan, rumah jadi bersih..wekekek..
ayo lanjutkan.. aku penasaran sama endingnya :D
Btw, ibuk saya itu kan punya kos kosan, gak pernah se sregep itu ngasih oleh oleh ke penyewa rumah.
Jangan jangan oleh olehnya pak herman itu aslinya ada peletnya. Biar betah. Trus mau sama mbaknya gaun putih itu. Mbake gaun putih itu apanya pak herman ?
Ada yang nyiapin makanan, bersih-bersih rumah.
Aku ngakak mas hahahaha
Keren ceritanya, serem. Kok bisa ya pacaran sama hantu. Jadi deg-degan wkwkwk
Geli dong ya dihandukin goyang-goyang sekujur tubuhnya begitu .. wwkkk 😅
Ndak sabar aku nunggu kisah sambungannya 😊
nanti klau roadshow sekalian evening gown ya
wkwkwk lu kata Miss Universe
ahahahahahah kok bisa "banjir" astaga
ditunggu sambunganya
Hem... Siapakah sebenarnya sosok wanita berbaju putih itu? 🤔 apakah dia arwah yang dulu tinggal di situ? Kenapa kok bergentayangan?
Baju putih, kulit putih, bikin satria jadi cinta.
Aku mikirnya si wanita tersembunyi punya kekuatan telekinesis gitu, jd bisa gerakin barang lwt pikiran :p. Tp ntahlaaah, secara kamu suka bikin ending ga disangka2 :p.
Penasaran aja iiih ..
Kirain part2 uda kelar jadi ga penasaraan
Ternyataa masi bersambung lagiiii
Mas Agus, tolong jangan bikin endinh menyedihkan yaaaa 😆🙏🏼🙏🏼
Uda cakep nih cinta antar dua alam
Tapi pasti endingnya ga enak ya? Soalnya ga bisa menjalin kasih dua alam kan hahahaa
Cerita mas Agus slalu kasih bumbu2 yg bikin penasaraaan
Kaya Herman yg ragu krna Satria betah sewa di situ, malah awalnya kaya ga rela rumahnya dikontrak satria haha
Pria yg brenti depan rumaaah
Sama siapaaa itu maliing bawa2 sajeen?!!! Jangan2 si Jaey
Baca tau2 udh magrib. Auto solat dlu saya..
Ada2 aja loh ceritanya, dapet wejangan dari mana mas?? hehe
So sweet banget hantunya, berasa istri sndri.. coba di rumah saya ada juga. Biar kalau saya bangun pagi nggak nyari sarapan sndiri.. wkwk
Penasaran sama malingnya, siapakah dia?? kenapa dia bawa kembang?? next baca part 3 dan part 4... Skrang siap2 gawe dlu..
Thx buat ceritanya mas... release novel gih!! hehehe