Gadis bergaun putih
Gambar dari google
Ia memang seorang novelis sehingga butuh suasana tenang untuk bisa menghasilkan karya yang bagus. Beberapa novelnya seperti Nafsu dadakan yang menceritakan tentang seorang Don Juan dengan petualangan cintanya menjadi best seller. Ia mendapatkan royalti yang cukup banyak dan uangnya ia pergunakan untuk mencari tempat tinggal baru, maklum ia orangnya tidak betah jika tinggal terlalu lama di satu tempat.
Sudah sering kali ia mendatangi beberapa rumah tapi masih kurang sreg. Ada yang cocok tapi sayangnya ada tempat yang ramai sehingga ia malas karena susah konsentrasi untuk menulis novel. Ada rumah yang tenang tapi jalannya sempit sehingga mobilnya susah masuk. Setelah beberapa rumah lain akhirnya ia menemukan rumah yang sekarang dimana ia langsung jatuh cinta ketika melihatnya. Selain desainnya yang cantik, jaraknya dengan rumah lainnya juga agak jauh jadinya tidak terganggu dengan bisik bisik tetangga plus halamannya luas sehingga bisa untuk parkir mobil.
Satria lalu menuju warung yang terdekat. Selain untuk makan juga juga untuk mencari informasi terkait rumah tersebut.
"Bu, rumah itu dikontrakkan tidak ya?" Tanya Satria setelah selesai makan sambil menunjuk rumah yang dimaksud.
Bu Nita yang punya warung makan tentu saja terkejut." Memang mas mau apa tanya tanya?"
"Aku hendak mengontrak Bu."
"Wah, pasti mas orang jauh ya."
"Memang kenapa Bu kalo aku orang jauh." Tanya Satria penasaran.
"Begini lho mas. Rumah itu memang di kontrakkan tapi sayangnya selalu berganti pemilik. Sudah beberapa orang yang menyewa disana tapi selalu tidak ada yang betah. Ada cuma seminggu, ada yang sebulan, bahkan pernah ada yang baru tiga hari sudah kabur dari rumah tersebut." Jelas tukang warung itu.
"Wah, memang kenapa orang orang pada ngga betah di rumah itu?" Tanya Satria ingin tahu.
"Rumah itu berhantu." Jawab Bu Nita tanpa tedeng aling aling.
"Berhantu?" Tentu saja ia terkejut.
"Iya. Pasti ada setan di rumah tersebut. Beberapa penyewa yang pernah makan di warung ku cerita kalo kadang di rumah itu benda benda bergerak sendiri seperti meja atau kursi. Bahkan pernah ada seorang pemuda yang ngontrak disana katanya ditampar oleh penghuni kasat mata itu. Akibatnya ia demam dan jatuh sakit. Oleh keluarganya akhirnya dibawa kabur dari rumah itu, padahal kontraknya masih panjang karena ia menyewa setahun, tapi baru seminggu sudah diganggu." Jelas Bu Nita lagi.
"Oh." Hanya itu balasan Satria. Ia memang sudah menduganya." Kalo boleh tahu, siapa yang punya rumah Bu?"
Tentu saja yang empunya warung terkejut." Mas beneran mau ngontrak? Apa ngga takut diganggu setan nanti?"
"Ah ngga Bu, aku mau tanya-tanya dulu sama yang punya rumah." Jawab Satria diplomatis.
"Mas ikuti saja jalan ini. Nanti ada perempatan pilih arah kiri. Ikuti saja sampai ketemu rumah bercat hijau yang ada pohon mangga, namanya pak Herman, ia yang punya rumah tersebut. Eh tapi beneran cuma tanya tanya saja?"
Satria tidak menjawab, ia lebih memilih menanyakan berapa harga makanan yang dimakannya. Setelah itu ia lalu menelusuri jalan.
Tidak sulit juga mencari rumah Herman. Setelah sampai ia lalu mengutarakan maksudnya ingin mengontrak rumah di pinggir jalan itu. Yang empunya rumah adalah bapak setengah baya, mungkin berumur sekitar 50an.
Pak Herman tidak langsung mengiyakan maksud tamunya." Jujur saja nak Satria. Bapak tidak bisa menyewakan rumah tersebut."
"Lho kenapa pak? Apa sudah ada yang mengontrak duluan?" Tanya Satria ingin tahu.
"Bukan, sudah lama tidak ada yang mau ngontrak rumah itu. Jujur saja bapak tidak memperbolehkan rumah itu ditempati karena ada penghuninya yang tidak kasat mata." Jawabnya. Satria kagum juga dengan kejujuran tuan rumah. Ia pernah menyewa rumah kosong di ibukota yang ternyata berhantu dan yang empunya rumah diam saja tidak memberi tahu, mungkin biar rumahnya laku dikontrak.
"Tapi pak, aku ingin menyewanya. Soal rumah itu ada penghuninya biarlah tidak apa-apa. Kan aku tidak berniat mengganggu, dan jika memang nanti aku tidak betah maka aku tidak akan menyalahkan bapak karena sebelumnya sudah diberi tahu." Kata Satria.
"Tapi nak?"
"Tidak apa-apa, kalo perlu aku akan sewa setahun langsung." Kata Satria mantap, entah kenapa ia ngebet sekali pada rumah tersebut.
"Begini saja nak Satria. Silahkan tempati rumah itu seminggu dulu. Jika ternyata betah maka silahkan sewa, tapi jika tak betah dan ingin pergi tidak usah membayar. Bagaimana?" Usul pak Herman. Sebuah saran yang tentu saja langsung diiyakan olehnya.
Dengan dibantu oleh pak Herman dan anaknya yang bernama Jaenudin maka Satria lalu membawa masuk barang barangnya kedalam rumah kosong itu. Ternyata dalamnya bagus dan juga rapi, padahal biasanya rumah yang diisukan berhantu itu dalamnya kotor dan juga berdebu. Mungkin anaknya yang punya rumah sering menyapu dan membersihkan kali, begitu pikirnya.
Cukup banyak juga barang miliknya yang diangkut kedalam rumah. Setelah semuanya selesai dan ngobrol sebentar maka ayah dan anak itu pamit karena sudah sore meninggalkan Satria seorang diri. Ia lalu masuk kamarnya dan merebahkan diri di kasur. Kamar itu bercat warna putih sehingga tampak bersih. Hawanya sendiri memang sedikit dingin tapi wajar bukan karena ruangannya sudah lama tidak dibuka. Ia lalu membuka jendela agar hawa segar masuk, tampak sebuah gunung di kejauhan dan juga sawah yang menghijau. Sebuah kamar yang cocok untuk menjadi tempat kerjanya.
Sebaiknya aku beres beres barangnya baru istirahat pikirnya. Novelis itu lalu keluar kamar dan mulai menata barang-barangnya.
Lho, perasaan tadi laptop aku letakkan di meja, kok sekarang tidak ada. Apa mungkin digondol maling? Pikir satria ketika ia tidak melihat komputer jinjing miliknya di meja ruang tamu. Ia segera keluar tapi tidak tampak seorang pun. Lagipula siapa yang nekad mencuri di rumah yang dikabarkan berhantu.
Ia segera masuk ke kamar tidur plus merangkap ruang kerjanya nanti, ternyata laptop miliknya sudah ada didalamnya di atas meja.
Plak, Satria menepok jidatnya sendiri. Ah, ternyata aku sudah pikun, laptop sudah dibawa masuk tapi malah mencari-cari, walaupun ia agak heran juga, seingatnya ia belum membawanya masuk.
Setelah memasak dan makan malam (sebagai seorang novelis yang biasa hidup sendiri, ia memang jago masak.) Satria lalu membereskan lagi barangnya. Beruntung lampu di rumah itu menyala jadinya tidak gelap.
Tak ada kejadian aneh yang alaminya malam hari ini. Karena capek habis pindahan maka ia tertidur. Dalam tidurnya ia didatangi oleh seorang wanita bergaun putih. Wajahnya sendiri tidak kelihatan terlalu jelas karena tertutup kabut. Saat ia mencoba mendekati gadis itu, gadis itu mundur kebelakang dan menghilang dalam kabut.
Esok harinya ia sudah melupakan mimpinya. Satria sendiri rencananya akan kembali ke kota dulu untuk membelikan oleh-oleh untuk pak Herman.
Segera ia masuk ke kamar untuk mengambil kunci mobil Ayla nya. Sialnya kuncinya tak ketemu, padahal semalam ia yakin sudah menaruhnya di gantungan kunci di dinding. Saat ia sedang sibuk mencari, ternyata kuncinya ada di dekat laptopnya.
Asem, sambil memaki ia ambil kunci tersebut lalu segera keluar kamar lantas tancap gas ke kota.
Sebelum membeli oleh-oleh ia mampir dulu ke tempat pak Dahlan yang merupakan seorang penerbit sukses yang sudah menerbitkan ratusan buku maupun novel, termasuk miliknya.
"Para pembaca ingin segera kamu membuat sekuel novel Nafsu Dadakan Satria." Kata pak Dahlan sambil memberikan smartphone miliknya yang berisi informasi tentang novelnya, dimana terdapat ratusan komentar yang ingin membaca lanjutannya.
Satria tentu saja sumringah. Akhirnya kerja kerasnya menulis novel diakui oleh masyarakat. Sebelumnya ia memang sering membuat novel tapi belum sesukses sekarang. Segera saja ia mengangguk." Baik pak. Insya Allah akhir bulan ini sudah jadi lanjutannya."
Pak Dahlan tentu saja mendelik."akhir bulan, para pambaca sudah tidak sabaran untuk mengetahui lanjutannya. Pokoknya sesegera mungkin kamu harus menulisnya, kalo perlu Minggu ini harus jadi."
"Waduh pak, ini novel pak bukan cerpen. Kalo buru buru tentu hasilnya tidak bagus."
"Ya udah. Aku turunkan royalti kamu jadi 10%. Kamu tentu tahu kalo makin lama rilis maka hype pembaca makin menurun sehingga makin sulit menjualnya."
"Oke pak. Akan aku usahakan secepatnya." Jawab Satria menyanggupi, ia tentu tidak mau kalo pendapatannya menurun, lagi pula sudah dua bulan sejak bukunya itu terbit sehingga ia memang sudah waktunya menulis sekuelnya.
Setelah memberikan oleh-oleh pada pak Herman (yang diterima dengan senang hati oleh tuan rumah) maka Satria langsung balik ke rumahnya. Segera ia membuka laptop untuk menulis cerita.
Sudah satu jam lebih dan dua gelas kopi sudah habis tapi ia masih belum menemukan cerita yang pas sekuelnya. Berkali-kali tombol Shift dan Delete ia tekan karena tidak puas.
Akhirnya setelah blog walking ke beberapa blog temannya (ia memang memiliki blog pribadi, selain untuk mencari informasi juga sebagai promosi kalo ia membuat novel baru) akhirnya Satria dapat ide juga. Ia mulai mengetik dengan lancar dan menurutnya sesuai dengan endingnya novel sebelumnya. Saat ia sedang asyik menulis itu, tiba-tiba terdengar suara berisik dari belakang.
Tentu saja ia jadi terganggu. Setelah menyimpan tulisannya ke draf, ia lalu ke belakang. Setelah menyalakan lampu dapur, ia terkejut karena dua buah piring pecah berantakan di lantai.
Paling kucing, begitu pikirnya sambil membereskan pecahan piring walaupun dalam hati sebenarnya ia agak sangsi. Jangankan kucing, lalat bahkan seperti ogah masuk kedalam rumah ini.
Setelah membereskan dapur sambil melihat-lihat barang kali ada jendela yang terbuka maka ia kembali ke kamar untuk melanjutkan mengetik. Tapi sial, sudah dua gelas kopi plus sebungkus rokok habis ia masih sulit mendapatkan ide lagi. Akhirnya ia putuskan untuk tidur saja.
Matahari bersinar terang ketika ia bangun, ternyata sudah pukul sembilan lebih. Setelah mandi dan sarapan maka ia keluar untuk berolahraga raga. Saat sedang asyik senam pagi itu tiba-tiba terdengar suara dibelakangnya.
"Selamat pagi."
Satria menoleh. Tampak seorang laki-laki paruh baya seumuran dengan pak Herman berdiri di luar pagar.
"Selamat pagi juga pak." Jawabnya ramah.
"Wah, penghuni baru ya nak." Katanya dengan pandangan mata seperti menyelidik.
"Iya pak. Namaku Satria." Ia mengulurkan tangan yang segera disambut oleh sang tamu.
"Oh syukurlah rumah Herman ada yang menempati setelah lama kosong. Maaf boleh minta KTP nya nak?"
"KTP?" Tanya Satria terkejut, kenapa orang tidak dikenal itu meminta kartu identitasnya.
"Oh maaf, bapak lupa memperkenalkan diri. Namaku Khanif, aku ketua RT disini." Katanya sambil tersenyum.
Satria jadi salah tingkah. Sudah dua hari di rumah itu tapi belum lapor RT sama sekali." Maaf pak saya lupa. Sebentar aku kedalam dulu untuk mengambil."
"Tak usah buru buru nak Satria. Santai sajalah, itu cuma untuk formalitas saja kok, maaf bapak mengganggu aktifitasmu." Katanya mencegah ketika ia melihat Satria hendak masuk kedalam.
"Sama sekali tidak mengganggu kok pak, saya malah senang ada orang ngobrol. Monggo masuk kedalam pak." Ajaknya sambil membuka pintu pagar.
"Ah tidak usah nak, bapak hanya kebetulan lewat saja. Tumben rumah Herman ada mobil parkir, ternyata ada yang menyewanya."
Satria lalu menjelaskannya kenapa ia menyewa rumah tersebut. Tak lupa ia jelaskan kalo dirinya itu seorang novelis, yang dijawab hanya dengan senyum saja oleh pak khanif.
"Pasti nak Satria ini novelis terkenal nih sampai bisa punya mobil."
Satria jadi ge'er tapi tetap merendah." Ah, tidak seberapa terkenal kok pak." Katanya sambil menyebutkan beberapa novelnya yang paling laris. Tadinya ia menyangka pak RT itu akan kagum lalu minta tanda tangan plus selfie berdua, tapi melihat responnya yang biasa saja ia jadi kecewa.
Setelah basa basi sebentar ketua RT itu lalu permisi. Satria sendiri masuk kedalam lalu membereskan barang-barang lagi yang masih tertunda kemarin. Maklum, barangnya banyak sekali.
Ah, coba kalo Vera dibawa kesini, tentu ia tidak akan secapek ini membereskan barang karena ada yang membantu. Tapi harga dirinya berontak, persetan dengan Vera toh sebelum kenal dengannya ia sudah biasa beres-beres sendiri.
Sudah beberapa paragraf ia buat tapi masih belum puas juga cerita novelnya. Sambil menghembuskan asap rokok ia kembali mengetik. Akhirnya dapat juga melanjutkan jalan ceritanya yang menurutnya sesuai.
Tak terasa hari sudah gelap ketika ia memutuskan untuk berhenti dulu. Segera saja ia mengambil pakaian untuk mandi lalu segera ke belakang. Hatinya agak berdesir ketika ia mendengar suara air keran terbuka, padahal ia yakin sudah menutupnya. Dengan pelan pelan ia membuka pintu dan tak ada siapapun didalamnya selain bunyi air jatuh ke kolam.
Satria urungkan niatnya untuk mandi. Ia kembali lagi kedalam kamarnya lalu berpikir. Sudah tiga kali kejadian aneh yang dialaminya, pertanda kalo isu tentang rumah ini berhantu mungkin benar.
Tapi karena ia berpegang teguh pada nasihat guru spiritualnya ia berani menyewa rumah itu." Ingat nak, kau tidak perlu terlalu takut dengan roh atau setan karena mereka juga sebenarnya takut sama kita jika niat kita kuat dan selalu ingat kepada Allah. Jika suatu saat kau bertemu dengan roh baik maka kasihanilah, tapi jika bertemu dengan roh jahat maka hati-hatilah."
Sudah dua kali ia menyewa rumah yang mana ada penunggunya dan berkat doa-doa dari gurunya ia bisa menyingkirkan karena penunggu tersebut suka menakutinya bahkan berniat jahat, cuma karena ia mudah bosan maka pindah lagi. Kini ia kembali bertemu dengan penghuni tak kasat mata dirumah yang ditempatinya. Ia memang tidak secara langsung mengganggunya jadi ia tidak perlu mengambil sikap keras.
Akhirnya dengan membaca doa ia putuskan kembali ke kamar mandi. Tak ada kejadian aneh apa pun membuat ia yakin kalo penghuni itu hanya iseng saja untuk menakuti. Ia pun tidak was-was lagi dan melanjutkan aktivitas seperti biasa seperti tidak ada apapun.
Malam itu Satria tidur, dan dalam tidurnya ia kembali bermimpi ditemui gadis bergaun putih. Ia berusaha menemuinya tapi sayangnya sang gadis kembali hilang dalam kabut.
"Bu, pesan nasi dua bungkus ya Bu." Kata Satria sambil duduk pada Bu Nita pemilik warung makan.
"Wah, kau masih disini nak. Jadi beneran kamu menyewa di rumah Herman." Tanya Bu Nita yang dulu sekolahnya sekelas dengan Herman.
"Iya Bu, aku betah di sana. Rumahnya nyaman. Oh ya Bu, sayurnya dipisah ya, soalnya mau aku makan sore hari." Jawabnya.
"Kamu ngontrak di rumah pak Herman?" Tanya pengunjung warung lain ikut nimbrung. Ia seorang pemuda berusia 25 yang seumuran dengan Satria.
"Iya mas."
"Wah, kamu ngga mengalami kejadian aneh disana? Itu rumah sudah lama kosong lho." Tanyanya ingin tahu. Ia sepertinya pemuda yang sok tahu.
"Tidak, sudah empat hari disana tak ada kejadian aneh apapun kok." Jawabnya santai.
"Ah masa sih nak." Kata tukang warung heran. Biasanya semua penghuni sebelumnya malah cerita yang seram tentang rumah barunya kepadanya.
"Beneran kamu ngga diganggu?" Tanya pemuda disebelahnya sambil mencomot pisang goreng.
Satria tertawa." Lha, saya justru heran kenapa malah kaget. Tidak ada apa-apa disana. Kalo tidak percaya, boleh main atau menginap di rumahku yuk." Ajaknya.
Pemuda disebelahnya mengkeret." Ogah. Jujur saja nih mas. Eh, namanya sih?"
"Satria."
"Oh Satria. Namaku Agus." Katanya sambil kembali mengambil gorengan." Jujur saja mas Satria. Aku pernah lewat depan rumah itu beberapa bulan lalu. Saat itu malam minggu, karena hujan lalu aku terpaksa berteduh di sana. Eh, tiba-tiba ada sesosok gadis bergaun putih lewat samping rumah lalu hilang. Langsung saja aku kabur, tidak perduli hujan."
"Ah masa sih?" Tanya Satria, sambil berpikir apakah gadis bergaun putih itu orang yang sama dalam mimpinya.
"Sumpah mas. Bukan cuma aku, banyak warga disini juga kok yang melihatnya. Pasti itu kuntilanak penunggu rumah itu."
"Serem juga ya. Kenapa pak Herman tidak berusaha untuk mengusirnya ya, kan rumahnya jadi laku disewa."
"Entahlah." Jawab yang ditanya." Bu, aku makan gorengan dua ya Bu sama kopi. Catat saja dulu ya."
Bu Nita langsung mendelik." Dua katamu, memangnya aku bisa kau kibuli apa. Kamu makan gorengan lima ngakunya dua."
"Ah kata siapa, cuma makan tiga kok." Bantah Agus. Tentu saja pemilik warung tambah mendelik.
"Sudah Bu, berapa semua habisnya mas Agus tadi nanti aku yang bayarin, sama itu nasi bungkus semuanya berapa?" Kata Satria menengahi. Tentu saja Agus kegirangan, segera saja ia minta tambah pisang goreng lima biji.
Saat pulang kembali ke rumahnya ditengah jalan hapenya berbunyi. Satria segera mengangkatnya, ternyata dari seseorang yang spesial.
"Halo bang Satria."
"Halo juga Vera."
"Ada apa menelpon?" Tanyanya agak acuh tak acuh, padahal dalam hatinya agak bergetar.
"Kenapa kamu bicara begitu bang. Apa masih marah." Tanya si penelepon dengan suara renyahnya yang membuat hati Satria makin bergelora karena rindu.
"Kamu masih sama Toni?"
"Aku masih sayang sama bang Satria." Katanya merayu.
Hati Satria tentu jadi berbunga-bunga." Jadi kamu sudah putus dengan Toni kan?"
"Dengar sayang, aku masih butuh waktu untuk memilih."
Mendengar hal itu ia langsung saja mematikan teleponnya. Sungguh hal ini bikin kesal.
Begitu sampai rumah hapenya berdering lagi. Dengan kesal ia hendak me-reject nya karena menyangka itu telepon dari Vera, tapi ternyata dari penerbitnya.
"Selamat siang pak Dahlan." Katanya ramah dengan setengah terpaksa karena hatinya masih teringat dengan mantannya.
"Tak usah basa-basi Satria. Kamu sudah buat lanjutannya kan?"
"Sebentar pak, aku kirimkan file nya." Tanpa menunggu lama ia segera membuka laptopnya lantas mengirimkan ceritanya.
Agak lama menunggu baru ada balasan." Bagus sekali ceritanya sih, segera kamu kirim halaman berikutnya ya biar segera aku cetak."
"Waduh pak, belum aku tulis."
"Apa, baru lima halaman yang kau tulis selama beberapa hari ini?"
Tentu saja pak Dahlan jadi mengomel. Ia minta dirinya harus sudah bisa membuat menyelesaikan novelnya minggu ini. Satria hanya bisa mengiyakan saja. Huff, sebenarnya ia ingin beralih ke penerbit lain yang tidak terlalu memaksanya untuk segera merilis bukunya, tapi sayangnya royalti yang didapatkannya terlalu kecil dibandingkan dari pengedarnya sekarang.
Beruntung ia bisa dengan mudah mendapatkan ide. Satu dua halaman bisa ia ketik dengan lancar. Tapi sayangnya saat sedang asyik menulis tiba-tiba terdengar suara berisik di belakang.
Hilang sudah konsentrasinya. Segera ia kedapur untuk melihat apa yang terjadi. Betapa terkejutnya ia ketika melihat peralatan dapur seperti wajan, baskom, dan lainnya berserakan di dapur.
Alih alih takut dan kabur, kemarahan Satria malah memuncak. Segera saja ia berkacak pinggang di ruangan itu.
"Siapapun kamu aku tahu kau ada disini. Dengar, jangan harap aku akan takut dengan semua ulahmu ini." Teriaknya kalap hingga suaranya menggema.
Tak ada sahutan ataupun suara lain selain deru nafasnya." Dengar, kamu tahu aku sedang apa? Aku sedang menulis novel tahu. Apa kamu tahu apa isi jalan ceritanya? Aku menulis monster berkepala lima yang akan memakan manusia manusia yang suka mengganggu sepertimu tahu." Teriaknya lagi. Biarpun marah tapi otaknya masih bisa berpikir, jika ia bilang yang mengganggunya itu setan atau kuntilanak bisa saja akibatnya lebih parah.
Tak ada sahutan apapun, tapi Satria yakin penghuni rumah itu masih ada dan memperhatikannya, hal ini dapat dirasakan oleh indra keenamnya. Akhirnya ia turunkan juga nada suaranya.
"Oke, mungkin ini juga salahku karena waktu masuk tidak permisi. Yah, kamu tahu bukan pindah itu bikin capek, jadi aku harap kamu memaklumi."
Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan.
"Ok, perkenalkan namaku Satria. Aku seorang novelis kondang dari Depok. Aku sudah membuat banyak buku yang menjadi best seller. Ah, kau tidak perlu malu mengakui kalo kamu salah satu penggemarku bukan." Katanya tertawa sendiri. Tak ada sahutan, ia lalu melanjutkan.
"Aku minta maaf kalo mungkin kehadiranku di rumahmu ini tidak berkenan di hatimu. Aku harap mulai sekarang kita bisa berteman dan tidak saling mengganggu, oke?"
Seperti biasa, suasana tetap sunyi, tak ada suara lain selain suara Satria sendiri.
"Aku ingin melanjutkan menulis novel. Aku lagi dikejar deadline oleh bos ku, aku harap kamu jangan menggangguku lagi ya?" Katanya dengan kedua tangan ditaruh didepan dadanya.
Satria lalu melanjutkan menulis lagi. Kali ini tidak ada suara-suara yang mengganggunya. Kini ia bisa menulis dengan tenang dan setelah capek ia akhirnya tidur.
Novelis itu bangun ketika ia mendengar suara agak berisik dan mencium bau sesuatu. Ia acuhkan saja, siapa lagi yang berbuat ulah kalo bukan si 'dia' pikirnya. Tapi karena penasaran akhirnya ia beranjak dari tempat tidur dan keluar kamar.
Betapa terkejutnya ketika ia melihat apa yang ada di atas meja.
Bersambung
Perasaan nggak minat jadi novelis gw...Haaahaaaa!!..🤣 🤣
BalasHapusJangan2 setannya mantan Herman kali, Karena cintanya ditolak oleh Herman.🤣🤣
Ngapain juga Vera nelpon2 Satria...😲😲 Yang gw tahu maunya ditelpon terus.🤣 🤣 🤣
Mungkin yang ngeberantakin dapur si Satria itu anaknya Herman yaitu si Jaey lagi ngejar2 kucing mau dikawinin jadi pada berantakan tuh dapur.🤣 🤣
Siapa gadis bergaun putih...Oohh mungkin Hermini kali.🤣 🤣 🤣
Dan saat Satria terbangun tiba2 diatas meja ada sesuatu....Hem! Mungkin itu novel Enny Arrow & Wiro Sableng bacaan Favorit Herman.🤣 🤣 🤣 🤣
Haha ngawinin kucing 😂😂
HapusBisa jadi kang, makanya Herman ngga mengusir tuh hantu karena kadang masih terkenang dengan masa lalunya.
HapusWah, kayaknya yang di meja itu cuma Enny Arrow ngga ada buku Wiro sableng nya, karena tahu satria suka baca novel Enny Arrow.🤣
Suuueeee...🤣🤣
HapusHuwaaa .. teriak duakali aaakh.
BalasHapusTeriakan kesatu produktif banget nulis artikel baru sih mas ini 😁.
Teriakan kedua karenaaa .. jadi keingetan sosok wanita bergaun putih yang kulihat pertamakalinya menemui kejadian mistis.
Kejadiannya saat dulu aku kelas 1 SD dan kami saat itu masih tinggal di rumah kontrakan karena sedang membangun rumah yang akan kami tempati.
Sereeem banget kejadian itu, mas.
Aku sampai jatuh sakit dan ngga bisa bicara beberapahari, setelah ditanyakan dan diobati 'orang pintar' barulah aku bisa bicara dan menceritakan ke keluarga apa yang aku lihat.
Sejak saat itu aku mulai bisa melihat sosok gaib.
Untungnya intensitas melihat hantu sudah berkurang, tapi masih bisa kalau merasakan ada 'sesuatu' di suatu lokasi.
Yah, kalo lagi niat nulis cerpen memang bisa cepat nulisnya tapi kalo malas bisa dua minggu baru bikin mas.😄
HapusBerarti mas Himawan sepertinya punya Indra keenam yang sensitif, bisa jadi mas ini anak indigo ya.😊
Indigo, ingin digoyang rongdo.🤣
Wohahahaa.. kok baru tau aku istilah indigo ntuh ternyata singkatan dari ingin digoyang rongdo 🤣🤣🤣
HapusAda lagi singkatan lainnya mas Hino yaitu ingin digoda rongdo, beda tipis ya.😂
HapusLahdalah, jangan-jangan Satria dimasakin sama si hantu? Ayo cepet lanjutin ceritanya kaak, penasaraan😅
BalasHapusSabar ya mbak, nanti aku bikin lanjutannya kalo sudah ngga capek jari ngetiknya.😄🙏
HapusMencari tempat tenang untuk menulis ujung2nya dapat rumah yg banyak pengganggunya juga 😆
BalasHapusTumben bersambung tapi seru juga sih jadi ada efek yg bikin penasaran, kita jadi penasaran sama siapa itu Vera, apakah nantinya diam2 vera datang kerumah Satria dan menyiapkan ikan bandeng di meja makan, lalu setelah itu masuk kekamar Satria dan menindih Satria, lalu Satria menyangka sedang "ketindihan" padahal mmg iya betul 😆
Saya suka bagian Satria ngomong sendiri sama hantu, lucu dan menggemaskan, mengapa saya katakan lucu dan gemas, soalnya saya teringat dgn gadis2 dan cwo2 manis di drama korea yg seringkali ada adegan ngomong sendiri 😆
Sebenarnya mau aku selesaikan tapi sepertinya susah soalnya bisa panjang seperti novelnya kang Satrio, jadinya aku putuskan untuk jadi dua episode saja, takutnya yang baca kecapaian kalo kepanjangan.😂
HapusWah ide bagus tuh, satria nanti mengalami ketindihan tapi bukan sama Vera tapi sama Herman eh Hermini...🤣
Kaboorrrr 🏃🏃🏃
Haaahaaaaa!!!....🤣🤣🤣
HapusIkan bandeng mah bukannya Vera tapi Rogaya..
Haahaaaa Suuueee..🤣🤣🤣
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusWkwkwk kalo Rohaya mah Satria nya udah almarhum gara gara kelayaban di dunia siluman ular.😂
Hapuswah hantunya masih misterius ini iya, belom di explore, gangguanya juga belum extrime banget, mungkin karna kang satria yang rajin berdoa jadi hantunya juga minder, cuma dateng di mimpi dan berantakin dapur :D.. kira-kira seperti apa cerita lanjutanya mas :D... btw gw jadi pak rt ya disitu hahaha
BalasHapusIya, hantunya masih misterius sama seperti pak RT nya.😅
HapusYah, satria punya ajian sueee makanya hantu juga pada minder.😂
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusBetul, apa mungkin pak RT itu yang neror satria ya.🤔
HapusBisa jadi, atau malah jgn2 satria sendiri yg menghantui dirinya sendiri 😂🏃♂️🏃♂️
HapusWah kok bisa, apa satria kebanyakan minum obat ya sampai menghantui diri sendiri.😂
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYang jelas bau pandan Nit ...
HapusArtinya ada musang lewat..😂😂😂😂
Nah ketawankan yang berantakin dapur itu Musang bukan gadis bergaun putih .😂😂😂😂
Ah, Agus cuma makan tiga kok bukannya lima, yang dua itu dibungkus doang ngga dimakan.😬
HapusMungkin pak Herman mau naik haji makanya harus jujur biar berkah, bahkan dikasih bonus gratis nyoba selama seminggu dulu.🤣
Betul tuh, editor kok neror terus minta lanjutan novel nafsu dadakan, mungkin udah ngga sabar baca bagian hotnya mbak.😁
Kayaknya itu bau menyan deh bukan bau ketela bakar.😊
Pak Herman nya mana ini blm muncul 😆
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusIya, tumben pemilik kontrakan ngga nongol ², mungkin lagi kehabisan kuota kali ya.😄
HapusWah baru tahu kalo musang lewat itu bau pandan, kirain aku juga bau kopi soalnya ingatnya kopi luwak.😁
Yah, bau apa ini aku juga lagi bingung, tadinya sebenarnya sudah mikir jalan ceritanya sebelum posting, eh giliran baca komentar teman-teman kok malah grogi.😔
Nunggu sambungannya di posting aja ah, baru komen 😁😂
BalasHapusLha, ini sudah komentar mbak.😁
HapusArggghhh penasaran saya lanjutannya.. Salam buat gorengannya Mas Agus..
BalasHapusWaduh, gorengannya sudah habis bang, diembat sama jaey anaknya pak Herman.😂
HapusAhhh penasaran sama lanjutannya! Mau nagih ntar dikira ikutan Pak Dahlan hehehe, ditunggu Mas lanjutane 🤠
BalasHapusIya mbak Kartika, ini lagi nulis lanjutannya tapi baru lima halaman.
HapusEh, kok mirip sama satria ya.😂
Wah... wah....wah... 😃Novel bersambung nih, saya kira tadi cerpen seperti biasanya.
BalasHapusSepertinya di atas meja ada...
Seperangkat alat sholat, eh...
Ada makanan. Mungkinkah itu makanan dari pak Rt atau gadis berjumah putih...
Saya tunggu lanjutannya ya mas agus jangan lama-lama kayak satria di cerita ini😁
Sepertinya itu makanan dari Astri, anaknya Bu Nita. Soalnya Astri salah satu penggemar novelis dari Depok itu.🤭
HapusEh, bener ngga sih.😂
Jeng..jeng... Bagaimana ya dengan lanjutannya? Penasaran 😂
BalasHapusAku malah jadi berimajinasi, mungkin itu bau kemenyan atau melati? Hahaha.
Ditunggu lanjutan ceritanya ya kak 🤭
Ok mbak Lia, ini lagi kejar tayang juga biar segera rilis, tapi sabar ya soalnya baru lima paragraf awal.😂
HapusTumben bersambung ceritanya 😂 saya merinding bacanya tauk hahaahahaha. Tapi memang iya, kadang teror dari partner, bos, client atau sejenisnya jauh lebih buat jantungan, mas 😹 semoga Satria bisa berdamai dengan penghuni 'lainnya' dan lancar untuk proses novelnya 🤭
BalasHapusDitunggu cerita lanjutannya 😂
Saya kaget mbak Eno malah komentar, biasanya kan mbak ngga suka baca cerita horor, mungkin karena judulnya biasa saja makanya baca ya mbak, eh tahunya horor.😱
HapusSebentar lagi rilis mbak, Minggu depan sepertinya.😄
Wah, Mas Agus bikin kita kepo aja neh wkwkwkwkw :) Yang di atas jangan2 pocong hahahah :D Keren juga si Satria uji nyalinya, gegayaan sok ga takut ya kayaknya ntar bisa kabur juga dia dari rumah kontrakan itu hihihihi :) Nungguin lanjutannya ah.
BalasHapusWkwkwk, sekali-kali bikin cerpen bersambung mbak, siapa tahu ada produser film yang kepincut.🤭
HapusNah kaaaaaaan, bersambungnya di saat yang bikin penasaran. Ataukah mungkin mas Agus sudah belajar dari sinetron-sinetron Indonesia?🤭 Tapi emang bener jadi penasaran nih, Mas. Gak sabar pengen tau cerita selanjutnya.😆
BalasHapusNgomong-ngomong, aku ngakak banget waktu tau ternyata si pemuda sok tau itu namanya Agus. Jangan-jangan ini beneran non fiksi, mas? Hehehe. Kaboooor 🏃🏃🏃🏃
Sebenarnya dari kemarin juga sudah nulis lanjutannya, tapi baca komentar teman-teman malah jadi grogi mau lanjutin.😂
Hapuskan sukanya kabur saja kalo sudah makan bakso, kejar ah pakai sepeda onthel.🚲
Untung aku kaburnya pake motor, jadi lebih cepet deh.😂😂😂
HapusWaduh, motor siapa itu yang dibawa kabur. Udah ngga bayar bakso, masih bawa kabur motor orang pula.😂
Hapusapa yang di atas mejaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ?
BalasHapusApa ya kang?
Hapuslah masih bersambung ya besok lagi ah
HapusOk, maaf belum sempat kunjungi balik soalnya lagi bikin lanjutannya mas.
Hapusnasi putih, telor dadar, ayam goreng, dan teh manis
HapusDi atas meja ada roti bakar cokelat dan telur rebus untuk makan pagi? Atau ada nasi goreng?
BalasHapusWah, adanya nasi uduk mbak sama kerupuk, beli dari Bu Nita.😋
HapusAh, ternyata telur dadar ... Yang penting telurnya udah bener.
HapusYaaaah kok bersambuung. Pembaca kecewaaaa... 🤣🤣
BalasHapusBtw itu si agus dicerita ga mau rugi banget ya. Tau dibayarin malah nambah lg gorengan lima biji 😂😂
Hahaha sekali-kali pembaca dibikin kecewa mbak.😁
HapusKan lumayan dibayarin oleh novelis terkenal mbak, kalo perlu tiap hari.😋
Huwaaa nyebeliinnn, masih asyik-asyiknya baca, eh malah bersambung :(
BalasHapusBaru kali ini saya baca tulisan horor di sini dan berani-berani aja, padahal ya tadi awalnya baca judul aja udah merinding banget.
Mungkin kebawa aura lakon utamanya kali ya, kalau si lakon nggak takut, jadinya saya nggak takut juga.
Coba kalau lakonnya takut, saya merinding juga tuh jadinya.
Ayoooo mana lanjutannya Mas? penasaraaann, bau apakah itu? apakah yang ada di atas meja?
Apa hantunya jatuh cinta sama Satria?
Lalu Vera datang ke situ, dan dikerjain sama hantunya?
Duh kok jadi mendikte penulisnya nih saya hahahaha
Bener juga ya mbak, kalo pemeran utamanya ketakutan yang baca juga ikutan takut, soalnya seperti diri sendiri yang mengalami.😂
HapusItu udah rilis lanjutannya mbak.😄
Nah iyaaaa... di part 2, lakon utamanya mulai bereaksi, meski belum tunggang langgang, jadi bacanya juga jadi ikutan merinding, padahal kalau dipikir-pikir masih selow adegannya :D
HapusSelain yang kemasukan maling sih, karena kalau setan mah palingan pengsan, kalau maling takut kita diclurit hahaha.
Tapi penasaraaann, kayaknya ada hubungannya tuh maling ama hantunya dan pemilik rumah :D
Lagi asik2 bersambung.. hahaha
BalasHapusSaya tunggu dua hari kelar yah mas.. hahah atau saya korting royaltinya 10 persen. Hahahah
Siapa tuh yg ambil gorengan 5 bilangnya 2.. si Huntu bilang "bukan ajaran gue" smbil mundur..
Lagi ngebyangin bntuk rumahnya.. megah, rapi, nyaman, sunyi, pemandangan bagus.. alih pengen hawa yg sunyi malah diganggu.. kayanya kelanjutannya di atas meja ada roti bakar coklat plus susu hangat buatan wanita bergaun putih..
Oke, pas dua hari emang betulan kelar, cuma kalo di total sejak awal bikin cerpen ya jadi empat hari.
HapusKayaknya tetangga sebelah yang ngambil gorengan lima ngakunya dua kang.😁
kalau saya, once dah diberitahu rumah tu berhantu, saya terus angkat kaki hehehehe jangan seksa lahir dan batin hahahaha
BalasHapusSebelum angkat kaki, direkam dulu hantunya biar viral mbak Anies.😂
Hapusbila sudah viral, boleh jadi instafamous ya? hahahaahah
HapusBetul mbak, boleh di share ke instafamous.😄
Hapussuerr bikin deg2an dan penasaran.
BalasHapusapakah yang selanjutnya akan terjadi??? (ala silet bacanya)
Silahkan baca lanjutannya mbak dari.
HapusOh ya mohon maaf tidak komentar balik di blognya mbak karena bingung disuruh login, sementara lupa kata sandi akun WP nya.
lah kok bersambung
BalasHapusbaunya bau apa nih
jangan jangan bai minyak wangi nya Miss Universe hihi
bang satria bener2 harus bisa cari gtempat yang oke ya
biar novelnya dar der dor
Kalo mas Ikrom yang diingat semuanya tentang Miss universe.😁
HapusTakut sama fotonya kalau aku karena jadi teringat film hantu-hantu. Padahal kalau gaun putih cakep loh kalau dipakai karena terlihat cantik dan menawan.
BalasHapusBetul mbak, padahal modelnya sudah aku cari yang cantik biar ngga terlalu serem.😄
HapusLah lah..
BalasHapusUdah enjoy sampai si Satria groweng-groweng ke Mbak Hantu, la ndilalah bersambung..
Ku menangis!!!
Jangan menangis mbak Pipit, kan sudah ada lanjutannya.😄
HapusBacanya aku jadi deg-deg sendiri mas wwkwkwk
BalasHapusWah, kenapa deg-degan mas Dodo, apa bacanya sambil senam pagi ya.😄
Hapuswih, kang satria novelis terkenal, gak takut pula sama rumah yang katanya "angker". hihi..
BalasHapusku penasaran sama lanjutannya.. jadi, apaan nih yang ada diatas meja? ditunggu ceritanya mas.. :D
Oh, kalo hantu mah dia ngga takut. Lebih takut kalo diteror sama editornya mbak.🤣
HapusWah makan pisang goreng 5 tapi ngaku cuma 2 ?. Akhirnya dibayarin Satria semuanya.
BalasHapusPemberani bangetl Satria ngontrak rumah berhantu itu
Nunggu kelanjutan ceritanya aja.. apa Satria masih betah di rumah kontrakan berhantu itu.
Begitulah, satria punya ilmu ajian sueee dari gurunya makanya berani tinggal di rumah hantu mbak.😱
HapusItu sudah ada lanjutannya.😄
Waduh pake bersambung, padahal udah penasaran siapa yg berisik hahaha, salam buat si agus, sini ta girengin sang goreng biar ga ngurang mulu wkwkwk
BalasHapusastaga itu kelakuan Aguus.. Nyomot 5 ngakunya 2. Ditegur malah ngaku 3. Setelah dibayarin Satria eh nambah 5 lagii HAHAHAHA
BalasHapusBikin geleng-geleng
Unntung saja aku baca ini saat part 2 nya sudah ada! Jadi kaga penasaraaan hehehehe
sedikit sedikit aja postingnya, jadi bersambungnya lama...
BalasHapusmenarik cerita ini...cuma saya peluang untuk membaca sampai habis
BalasHapusBuat Satria, tinggal di tempat yang katanya berhantu itu malah bisa nambah-nambah inspirasi bikin novel, ya, Mas Agus? Nongkrong aja di warung terus dengerin cerita-cerita hantu dari penduduk sekitar. Seminggu bisa jadi 7 bab itu. Hehehe...
BalasHapusEndingnya bikin saya pengen segera baca part selanjutnya. :D Keren, Mas! :D
Hahahaha bikiiin penasaraaaan :p. Seruuu nih ceritanya :D. Ngebayangin satria sd novelis, keren jugaa. Mana g takut hantu hihihi... Aku mah udh kabur kalo diganggu gitu trus2 an :p
BalasHapusWah ada proyek bikin cerbung ya kak. Udah banyak nih part2 nya, semoga saya bisa mengikuti ceritanya.
BalasHapusBtw itu nama tokoh-tokohnya para blogger yang sering mampiri kesini ya, sering berlintasan soalnya :D
Terus udah beberapa kali saya baca, memang sering digunakan ya namany uwuwu
Dari part 3 langsung ke part 1, hahaha. Jadi saya bisa tahu awal mulanya seperti apa. Pemasaran juga sama part 2 dan 4. Hehehe.
BalasHapusjadi horang kayah bebas ya, ga betah tinggal di satu tempat lama-lama, sampe rumah seminimalis dan sebagus apapun kalau udah jatuh cinta pada pandagan pertama meskipun katanya berhantu, tetep di sewa juga
BalasHapusaku kaburrr kayaknya tuh kalau aku jadi satria versi yang lain hahahaha
Uh mas Agus udah ngos2an baca dari awal, endingnya bersambung
BalasHapus