Kekasih Dari Alam Kubur part dua
Gadis itu tersenyum puas melihat kegelapan yang ada di bawah, dimana satu musuhnya kini sudah mati. Tubuhnya segera melayang ke pohon beringin. Ia memandang ke kejauhan dimana lampu-lampu rumah penduduk desa berada.
"Mas Agus, Satria, Bayu, tunggulah pembalasanku."
Sosoknya setelah itupun menghilang di kegelapan malam yang mulai turun.
Baca cerita sebelumnya: Kekasih dari alam kubur part satu
Keesokan harinya penduduk desa Kaligangsa gempar ketika seorang petani yang hendak ke ladang menemukan mayat Herman, yang kebetulan jatuh di sebelah ladang miliknya. Kiri kanan tebing memang kini digarap oleh penduduk desa untuk ditanami pohon yang bernilai ekonomis untuk tambahan penghasilan. Setelah sebelumnya puluhan tahun dibiarkan terbengkalai karena dianggap angker.
Satria yang sedang berada di rumah salah satu istri mudanya terkejut bukan main ketika ia diberi tahu oleh temannya tentang kematian Herman.
Terpeleset air kencingnya sendiri dan akhirnya jatuh ke jurang, begitulah dugaan orang-orang desa apalagi motor maupun uang yang ada di dalam jok masih utuh, yang tentu saja tidak masuk di akal Satria karena ia kenal temannya itu bisa beladiri, mana mungkin mati karena hal konyol begitu.
Tapi karena tidak ada dugaan lain akhirnya ia menerima, apalagi Lina, istri muda yang ketiga sedang hamil, yang berarti ia harus punya uang untuk biaya persalinan nanti. Ah, pusing ia memikirkan hal ini.
Ia lalu menuju ke tempat dimana tubuh temannya itu ditemukan. Agak shock juga ketika ia tahu bahwa tubuh Herman ditemukan di tempat dimana 10 tahun lalu mereka pernah membunuh seseorang walaupun itu hanya suruhan. Cukup banyak juga penduduk yang berada di situ.
"Kang Satria, apa pendapatmu?" Tanya seseorang di belakangnya, yang hampir saja membuatnya marah tapi urung ketika tahu yang bertanya adalah Bayu, temannya sendiri.
"Entahlah Bayu, sejujurnya aku tidak percaya dengan desas-desus yang mengatakan kalo ia jatuh karena terpeleset."
Mereka berdua lalu agak menyingkir dari keramaian penduduk. Bagaimanapun kematian seorang penduduk desa cukup menggemparkan desa yang tadinya tenang.
"Aku curiga dengan pak Broto, jangan-jangan ia sudah tahu rahasia itu dan membunuh Herman untuk membalas dendam anaknya."
"Ah mustahil Bay, mana mungkin dia tahu rahasia itu, lagipula kudengar ia sekarang jadi gila karena kehilangan anaknya. Kalaupun memang Broto, dengan tenaganya aku kira Herman bisa mengalahkannya bukan." Ujar Satria dengan suara lirih. Beberapa penduduk desa yang lewat tampak mengangguk kepada mereka berdua tapi diacuhkan saja.
"Kau benar kang. Ah sudahlah, tak usah kita pikirkan, mungkin saja benar ia terpeleset saat kencing dan akhirnya jatuh ke bawah. Dimana ia dikuburkan?" Kata Bayu.
Satria hanya mengangkat bahu. Ia lalu melambaikan tangannya dan seorang penduduk desa mendekat.
"Aji, kamu tahu dimana mayat Herman sekarang?"
Pemuda desa yang bertubuh ceking bernama Aji itu menunduk." Ampun pak Satria, tubuhnya sudah dibawa ke rumah orangtuanya, bahkan kabarnya sebentar lagi mau dikubur."
Satria mengibaskan tangannya tanpa mengucapkan terima kasih, Pemuda itu lalu segera pergi ke temannya, bersyukur ia tidak diapa-apakan oleh orang yang dikenal galak di desa mereka.
Karena merasa tidak ada yang penting sebabnya jasad temannya sudah ada yang mengurus maka Satria pulang dulu ke rumah. Setelah makan dan mengurus pekerjaan sebentar barulah ia menuju ke kuburan untuk melihat pemakaman sahabatnya itu.
Herman dimakamkan di sudut Utara kuburan umum, yang agak sepi. Tentu saja Satria terkejut melihat temannya itu dikuburkan disana.
"Mas Prapto, kenapa ia dikuburkan di selatan sana, kenapa tidak di sebelah selatan saja." Katanya ketika melihat orang-orang menuju kesana.
Orang yang dipanggil mas Prapto, yang merupakan paman dari Herman menoleh." Ah kamu Satria. Di sebelah selatan kan kamu tahu sendiri sudah sesak karena dekat jalan raya, tidak apa-apalah di Utara karena masih lowong."
Sebenarnya lelaki berusia tiga puluhan itu hendak protes tapi merasa tidak pantas juga. Pertama ia hanya teman dan mereka keluarganya, tentu nya mereka lebih berhak. Kedua, ucapan paman Herman itu ada benarnya. Selatan, barat dan timur pemakaman umum itu sudah penuh, hanya di bagian utara yang agak lowong karena letaknya agak pojokan.
Yang membuat ia protes adalah, letak kuburan Herman bersebelahan persis dengan makam Pratiwi. Kalo keluarganya tahu apa yang ia perbuat kepada penghuni kuburan sebelahnya semasa hidupnya tentu mereka mungkin akan memindahkannya, tapi itu sama saja membongkar rahasia dan bisa berakibat fatal.
Seseorang menepuk pundaknya dan ternyata lurah Agus. Ia segera menunduk hikmat.
"Kamu terlalu sensitif Satria, biarkan saja ia dikuburkan dimana, toh sudah mati ini."
Sebenarnya lelaki itu hendak protes, maklum ia akrab dengan almarhum sebelumnya, tapi melihat wibawa orang yang ada didepannya ia langsung mengkeret.
"Yang penting kau jaga rahasia itu. Ingat, kalo sampai bocor, kau yang pertama akan kukejar, mengerti!" Katanya pelan.
Biarpun suara penguasa desa itu pelan saja, tapi bagi Satria itu adalah perintah yang tidak dapat dibantah.
Sementara itu beberapa orang yang hendak menurunkan jenazah almarhum tampak sedikit ribut." Lepaskan dong, jangan ditahan." Kata orang yang dibawah.
"Kami tidak menahannya kok khanif." Kata orang yang diatasnya heran.
"Tapi kok berat sekali." Temannya khanif ikut bicara juga. Mereka berdua memang ada dibawah untuk mengurus.
"Ah, sudahlah jangan banyak bicara." Seseorang diatas menengahi. Biarpun heran tapi khanif dan temannya menurut. Setelah merapikan letak jasad Herman maka mereka berdua lalu menutupinya dengan papan.
Tapi anehnya, papan itu jatuh lagi. Ah, hanya kebetulan batin mereka lalu dirapihkan lagi. Tapi lagi-lagi papan untuk menutupi jenazahnya kembali jatuh.
"Maaf Nif, perutku tiba-tiba mulas, aku keatas dulu ya." Ujar temannya lalu tanpa banyak bicara ia langsung keatas lalu pulang terburu-buru. Orang-orang agak heran tapi membiarkan saja.
Khanif sendiri tentu saja agak takut. Dengan membaca bismillah ia mencoba merapikan papannya, Alhamdulillah kali ini tidak ada gangguan.
Melihat penggali kubur itu sudah menyelesaikan pekerjaan maka orang-orang lalu mulai menimbun tanah ke dalam liang kubur.
"Nif, kenapa kamu disitu terus." Seru seseorang ketika melihat penggali kubur itu masih dalam liang.
"Aduh Jaey tolongin, aku tidak bisa naik ke atas."
Tentu saja pemuda yang dipanggil Jaey heran. Ia melongok ke bawah dan ternyata kaki khanif terbenam sebatas lutut.
"Salah kamu sendiri, udah tahu kuburan mau ditutup tapi malah bengong disitu, jadinya kan ke urug. Ayo naik." Jaey menggerutu merasa dikerjain.
"Aku.. aku tidak bisa naik, kakiku ada yang mencengkram." Jawabnya ketakutan dengan muka pucat.
Tentu saja jawabannya bikin warga yang ikut mendengarkan jadi kaget. Akhirnya mereka memutuskan untuk menarik dia ke atas. Tangannya ditarik oleh dua orang dewasa tapi hasilnya nihil biarpun mereka sudah menarik sekuat tenaga.
"Ada apa ini." Kata seseorang dengan suara kereng. Para warga menengok dan ternyata lurah Agus yang bicara. Satria dan Bayu yang melihat dari kejauhan pun mendekat.
"Ini pak lurah, si khanif tidak bisa naik, katanya kakinya ada yang narik."
"Ah omong kosong, lekas naik karena sudah siang nih." Lurah Agus tentu emosi karena menganggap warga bicara konyol.
Para penduduk tidak ada yang membantah. Kali ini mereka menarik sekuat tenaga. Hasilnya manjur, khanif dengan mudah diangkat keatas, tapi sayangnya saking kuatnya maka mereka terdorong ke belakang dan menimpa tubuh pak lurah dan dua kaki tangannya. Tentu saja Agus memaki, begitu juga Satria dan Bayu.
Akhirnya setelah dibacakan doa oleh seorang kyai penguburan Herman pun selesai. Biarpun begitu kejadian tersebut menjadi bahan gunjingan penduduk desa.
Malam harinya setelah selepas isya maka diadakan tahlilan di rumah almarhum. Cukup banyak orang juga yang datang, mungkin segan dengan pak lurah karena sebelumnya ia memerintahkan warganya untuk kesana. Maklum, para penduduk sebenarnya kurang suka dengan Herman karena sukanya memalak warga bahkan memukul kalo tidak dituruti. Tapi warga juga senang karena salah satu orang yang suka buat onar di desa mereka sudah mati.
Acara tahlilan itu dipimpin oleh kyai Syahroni yang merupakan salah seorang ulama cukup disegani di desa. Usianya sendiri sudah hampir tujuh puluh tahun. Lurah Agus, Satria dan Bayu juga ikut serta.
Setelah selesai tahlilan maka para penduduk desa pun ngobrol. Sebagian ngobrol biasa, tapi satu dua orang ada yang kasak kusuk membicarakan tentang kejadian tadi siang, tentu saja tidak terang-terangan karena takut menyinggung mas Prapto, paman dari almarhum. Bapaknya Herman sendiri tidak ketahuan dimana, sejak Herman kecil sudah kabur, konon kawin lagi dan tidak peduli.
Sedang asyik-asyiknya mereka bicara tiba-tiba atap rumah retak disusul dengan genteng pada jatuh. Belum hilang kagetnya para warga, seorang wanita berpakaian putih tampak di atap rumah, membawa sesuatu di bahunya.
"Hai penduduk desa, aku tidak sudi dimakamkan bersebelahan dengan manusia jahanam ini. Najis sekali. Jangan ada yang berani memakamkan dirinya di sebelahku lagi atau kalian akan merasakan pembalasanku." Katanya dengan berapi-api. Matanya tampak merah dalam kegelapan malam dan sosok misterius itu langsung melemparkan benda yang di panggulnya di bahu ke kerumunan orang di bawah.
Orang-orang tentu saja geger ketika tahu benda yang dilemparkan itu adalah tubuh manusia yang sudah dibungkus kain kafan yang agak kecoklatan, mungkin karena bercampur dengan tanah.
Tambah terkejut lagi ketika mereka tahu itu adalah jasadnya Herman yang sudah mati. Bau busuk menyeruak sehingga beberapa orang langsung menutup hidungnya. Tanpa penduduk tahu, ada tiga orang yang langsung pucat ketika peristiwa ini terjadi di depan matanya.
Mereka memandang keatas dan perempuan misterius di atas genteng itu sudah menghilang.
Kyai Syahroni langsung istighfar ketika melihat kejadian itu. Ia segera membuka kain kafan itu dan terlihat wajah sang mayat pucat seperti orang ketakutan. Mas Prapto sendiri hampir pingsan melihat keadaan ponakannya seperti itu. Ia tahu betul sebelum dikuburkan, mukanya Herman tidak seperti ini.
"Apa tindakan kita pak kyai." Kata orang disebelah nya yakni Agus.
Ulama yang sudah sepuh itu menghela nafasnya." Harus kita makamkan lagi almarhum, tentunya dengan memperbaiki jasadnya agar lebih pantas. Tapi kita harus menunggu besok.
"Yang aku maksud setan yang melemparkan jasadnya itu." Suara Agus agak meninggi, tadinya ia memang ketakutan, tapi setelah takutnya hilang berganti dengan rasa marah.
"Setan nak Agus?"
"Kalo bukan setan, apa mungkin manusia yang bisa melakukan kejahatan seperti ini." Tukas kepala desa itu sengit.
Ulama sepuh itu manggut-manggut." Aku setuju dengan pendapatmu pak lurah. Tapi sebelum kita mengambil tindakan, ada beberapa hal yang harus kita pikirkan terlebih dahulu."
Para warga yang sebelumnya berniat kabur melihat kejadian tersebut kini tertarik. Mereka memang sudah menduga kalo matinya Herman itu bukan karena sebab biasa, kini dengan dilemparkan jasadnya oleh makhluk gaib itu dugaan mereka jadi terbukti, cuma para penduduk belum tahu sebab musababnya.
Lurah Agus diam untuk mendengarkan.
"Begini, seumur hidupku yang hampir tujuh puluh tahun ini baru dua kali aku mengalami kejadian seperti ini, yang pertama dulu puluhan tahun lalu waktu Indonesia belum merdeka dan aku juga baru bujangan. Mungkin mas Trenggono yang seumuran denganku masih ingat." Ujar kyai tersebut pada seseorang yang usianya sepantaran dengannya yang juga ikut tahlilan. Orang yang ditunjuk manggut-manggut.
"Dulu kenapa kyai?" Tanya seorang warga.
"Dulu yang mati dikembalikan lagi ke rumahnya karena ia ikut pesugihan dan tanah tidak mau menerima jenazahnya."
"Jadi, menurut pak kyai, ponakan ku melakukan pesugihan begitu?" Tukas pamannya Prapto agak tersinggung.
"Ah, jangan salah paham dulu To." Kyai Syahroni buru-buru menanggapi." Aku yakin ponakan mu itu tidak melakukan pesugihan biarpun kudengar semasa hidupnya kelakuannya kurang baik."
Orang yang disindir jadi agak menunduk.
"Menurutku almarhum ini tidak melakukan kegiatan yang dimurkai Allah tapi karena sebab lainnya. Coba kita ingat-ingat perkataan makhluk yang melemparkan Herman kesini. Ada beberapa hal yang menurutku menarik."
"Pertama, ia berkata bahwa dirinya menyebut almarhum dengan sebutan manusia jahanam sehingga tidak sudi dimakamkan bersebelahan dengan nya bahkan menyamakan dengan najis, kedua siapa dia sebenarnya dan mengapa ia dendam sekali dengan Herman."
Tak ada yang ikut tahlilan bisa menjawab pertanyaan dari kyai tersebut, pak lurah Agus, Satria, dan Bayu yang ikut juga bungkam seribu bahasa biarpun kini hati mereka diselimuti rasa was-was dan sedikit ketakutan.
Itu walau sudah meninggal tapi masih berantem ya, jangan2 Herman jahil dalam kubur, grepe2 🤣 dan Tiwi juga kuat bisa menenteng Herman, makan opo toh Jeng Tiwi kuat begitu? 🤣
Berarti Herman jadi hantu juga mungkin, bisa pegang2 kaki Si Khanif. Bayar Nif 100k udah ditolong Jaey tuh angkat dari dlm kubur 🤣🙏🙏
Menarik gan, lanjuuut 👍👍
wah extreme banget yah mas, jenazahnya langsung di lempar kerumahnya, apa mungkin si herman nanti akan jadi hantu juga
Yaah, masih bersambung ternyataaa.. Demdam belum terbalas yaaa. Duduk manis nunggu kelanjutannya dulu..
Tapi bagus mas ceritanya.. nggak sabar sama cerita sambungannya.
Jadi kasihan sbnernya sama Herman. Sudah meninggal tapi masih di persulit.
Ditunggu kelanjutannya mas.. 😂😂😂 selalu suka sama Cerpennya Mas Agus. 😊 terimakasih ya, sudah bagi2 karya ini gratis 😁
ternyata berlanjut?..... 👍👌
Untung yang datang tahlilannya Herman pada nggak bawa hape. Yang ada nanti bakalan direkam dan videonya viral ngalah-ngalahin pernikahan leslar. Ahaha
Eh, ternyata dia bisa naik dan malah yang narik nimpa badan pak lurah. Haha... Jadi lucu, padahal cerita serem.
Mesti dah Kakak, ada selipan yang bikin ketawa. Ya udah, lanjut kak.
Untungnya ngga ada yang ketiban pas mayat si Herman dilempari ke yang lagi pada kumpul kalau sampai ketiban pasti ada yang langsung masuk UGD minimal pingsan di tempat.. hihihi
Berarti ini setting ceritanya tahun 90-an, kyai Syahroni umurnya kurang dari 70 mungkin kelahiran tahun 20-an.
Ditunggul kelanjutannya bang...
apalagi pas gigi taringnya nyengir
pembalasan dendam yang paripurna
eh iya ini settingnya kayak 90an ya
beberapa suasananya khas banget
btw mau ngeklik kotak komen susah amat ya, padahal darikemaren uda puasa bewe biar ga kecekel satpam chapta..apa karena templatenya ya
Jadi si Satria masih bisa lega
Yg bikin merinding tuh pas mayat di lemparin, dan kakinya si Khanif gak bisa di tarik dari dlm kunuran😱
Tadinya kupikir, pas kakinya berhasil di tarik, jari2 kakinya udah hilang di gerogoti si mayat😱
Lanjut baca part 3 ah..
Pasti lbh menherikan nih...
Serem tapi ngakak juga.
Beneran jadi mengingat film-film si ratu horor ini mah, semoga nanti ga takut malam-malam ke kamar mandi hahaha
Keren juga si Pratiwi, bisa gali dan manggil Herman setelah jadi hantu hahahahha. Aku LBH penasaran hukuman ke pak lurah, satria dan Bayu apaan ntr :D
Cermisnya jadi bikin keingat serial The X-Files, tak terjawab penyebab kematian yang terlihat konyol (kepleset kencing sendiri) tanpa penjelasan ilmiah.
feel nya dapet nih mas agus :D
tapi kalau versi di"orangkan", aku malah takut nonton kayaknya. mending aku baca gini aja
Keren Bang