Belajar ikhlas memberi
Daftar Isi
Karena lagi bulan Ramadhan maka sore itu Herman menyuruh anaknya Kirana untuk mengantarkan makanan ke kyai Ahmad, Guru mengajinya dulu saat ia masih kecil. Kyai Ahmad sendiri sebenarnya seorang berilmu tapi tidak terlalu banyak masyarakat yang suka mengundangnya kala pengajian karena ia biasanya suka menyentil adat masyarakat. Herman mengirimkan makanan untuk berbuka puasa.
Misalnya saja tentang kewajiban zakat atau tentang pembangunan masjid. Ia berpendapat lebih baik uang kas masjid sebaiknya untuk digunakan untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim, tapi masyarakat inginnya agar masjid kampung di perbesar dan dibuat megah agar tidak kalah dengan kampung sebelah, dan akhirnya tentu sudah dapat diduga.
"Assalamualaikum." Sapa Kirana.
"Waalaikumsalam." Jawab tuan rumah." Masuk saja nak Kirana."
Kirana lalu masuk kedalam rumah yang tidak terkunci. Iya, kyai Ahmad memang tidak pernah mengunci rumahnya soalnya tidak ada sesuatu yang berharga didalam rumah tersebut. Paling hanya ada beberapa perabot rumah tangga yang sudah kusam atau kitab suci Al-Qur'an yang sudah tua. Maling mana ada yang tertarik.
Kirana lalu meletakkan makanan diatas meja. Makanan itu berupa nasi putih, sayur rawon, kerupuk, dan bubur kacang ijo yang Herman tahu merupakan kesukaan gurunya.
"Terima kasih Kirana, tolong sampaikan kepada bapakmu kalo sedekah itu harus ikhlas."
Kirana hanya mengiyakan lalu bergegas pulang. Setelah sampai rumah, ia lalu menyampaikan pesan kyai Ahmad itu pada bapaknya. Herman tentu saja heran, seingatnya ia selalu bersedekah dengan ikhlas tapi mengapa gurunya malah menyampaikan hal seperti itu.
Keheranan itu terus menggelayuti pikirannya. Segera setelah sholat tarawih ia menuju rumah kyai Ahmad yang ada di pojok kampung.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Tuan rumah menyambut salam tapi tidak keluar. Herman lalu masuk dan dilihatnya kyai Ahmad sedang makan nasi rawon kesukaannya. Ia tampak sedang menikmati makanannya.
"Eh Man, enak sekali ini rawon kirimanmu."
"Istri saya yang masak pak kyai."
"Oh Desy yang masak ya. Mujur kamu Man, dapat istri yang pintar masak."
Herman hanya tersenyum saja. Ia menunggu sampai yang empunya rumah selesai makan baru ia bertanya. Saat ini mereka sedang duduk duduk di kursi depan rumah, kursi yang sudah tampak reot seperti tuan rumahnya.
"Maaf pak kyai, saya mau bertanya. Apa maksud pak kyai bilang pada Kirana kalo sedekah itu harus ikhlas."
"Tadi kamu ngasih apa aja Man?"
"Nasi putih, sayur rawon, kerupuk, bubur kacang ijo kalo ngga salah."
"Wah, ingat semua kamu Man."
"Ya ingat dong pak kyai. Soalnya saya lihat pas Desy masukkan makanan ke rantang."
"Makasih banyak ya Man. Kalo tidak salah, seminggu yang lalu kamu juga ngasih sesuatu. Apa ya?"
"Oh, seminggu yang lalu aku ngasih kue kering, terus dua Minggu yang lalu ngasih beras. Sebulan yang lalu aku ngasih sajadah, soalnya aku lihat waktu di masjid sajadah pak kyai sudah mulai rusak."
" Oh iya ya. Kamu ngasihnya pasti ikhlas kan Man?"
" Ya ikhlas lah, kan buat pak kyai." Jawab Herman cepat cepat. Setelah itu ia menyambung." Maaf pak kyai. Maksud pak kyai ngomong ikhlas ke anak saya itu apa ya?"
"Ikhlas kok ditanya."
"Saya hanya ingin tahu saja pak kyai."
Kyai Ahmad membetulkan letak duduknya baru menyahut." Menurutmu, ikhlas itu apa Man?"
Herman merenung sejenak baru menjawab." Ikhlas itu ya tanpa pamrih. Semata-mata hanya karena Allah saja."
"Semata-mata hanya untuk Allah saja itu apa?"
"Melakukan sesuatu perbuatan hanya karena Allah SWT pak kyai."
"Iya aku tahu. Tapi kamu tahu tidak itu artinya apa?"
Herman menggelengkan kepala." Ndak tahu pak kyai. Justru aku kesini pengin tahu."
"Kamu sebelum kesini kencing tidak?"
"Apa pak kyai?" Herman mengulangi karena tidak menyangka nya kalo itu yang akan ditanyakan oleh gurunya.
"Kencing. Kamu sebelum kesini sudah kencing belum?"
Walau tidak mengerti pertanyaan kyai nya tapi ia jawab juga." Belum pak kyai."
"Kalo hari ini kamu sudah kencing dan buang air besar?"
Herman merenung sejenak." Kalo berak belum pak kyai. Kalo buang air kecil sudah tiga kali."
"Kalo kemarin? Atau seminggu yang lalu kira-kira berapa kali? Atau mungkin dalam setahun kamu ingat berapa kali?"
"Wah, aku tidak ingat dong pak kyai. Masa kayak gitu diingat-ingat." Sahutnya tidak mengerti.
"Seperti itulah ikhlas Herman."
"Maksudnya?"
"Amal perbuatan yang tidak diingat-ingat, itulah yang namanya ikhlas."
"Masa buang air dianggap amal pak kyai?"
"Kencing dan berak itu amalmu, Man. Kamu mengeluarkan sesuatu dari badanmu dengan tidak menahan-nahannya dan segera melupakannya. Tidak mengingat-ingat bau, warna, dan bentuknya seperti apa. Kamu menganggap kencing dan berak tidak penting, meskipun mengeluarkan sesuatu yang sangat penting bagi lambung atau ginjalmu. Buat peredaran darahmu. Untuk kesehatanmu." Seru gurunya panjang lebar.
"Kalo masih diingat itu berarti ngga ikhlas ya?"
"Hanya Allah yang tahu."
"Astaghfirullah, maafkan saya pak kyai."
"Kenapa minta maaf kesaya?"
"Nganu pak kyai, perut saya mendadak mules. Mohon maaf aku permisi dulu ya." Setelah salaman, Herman buru-buru berdiri lalu segera pergi.
TAMAT
Oh jadi seperti itu ya ikhlas, memberi dan melupakannya.
Kalo disentil kasar, kira-kira reaksi Herman kayak gimana ya 😁 ?
akhirnya bsa baca blog ini lagi, dari lepasnya banyak aktifitas yg ada.
Kalau masih ingat apa yang diberi, pertanda hati ini belum sepenuhnya ridho.
Pasti ingin ada imbalan baliknya
menyantuni fakir miskin dan anak yatim lebih afdal daripada mencantikkan masjid sekadar untuk bermegah-megah..
Oh maksudnya karena tiap ngasih ke kyaynya si herman ingat semua gitu ya detil barangnya apa aja, trus disuruh ga usah diinget2 lg, hahaha
Tp kayaknya rawon kok enak ya, lengkap bgt lg ama bubur kacang ijonya
Bicara soal ikhlas jadi ingat film Kiamat Sudah Dekat apa ya kalau nggak salah judulnya, yang ada om Deddy Miswarnya :D itu film yang akhirnya membuat saya paham konteks ikhlas, karena dulu-dulu waktu kecil nggak paham kata ikhlas, cuma disebut doang tanpa tau makna sesungguhnya apa :"3
Thanks to this post, saya jadi diingatkan kembali soal makna ikhlas oleh mas Agus dan Kyai Ahmad :D
Nganu, mas agus. Tumben bener? Habis minum obat, ya? Tapi ngomong-ngomong kok kepikiran kencing segala. Bisa ya, ternyata ikhlas dihubung-hubungkan sama kencing.😂
Etapi bener juga ya.
ceritanya mengena banget.
Kalau ikhlas, pasti segera dilupakan, tapi kalau enggak pasti diingat-ingat.
Kalau saya pasti nggak ingat sih, bukannya saya ikhlas banget, soalnya saya pelupa qiqiqiqqi, anehnya kalau suami berbuat salah kok ya nggak dilupakan :D
Pelupa pamrih ya :D
Btw, jadi Herman ini aslinya ikhlas atau enggak ya?
Atau mungkin dia terlalu kuat daya ingatnya :D
Pak Kyai mungkin sudah tahu kalau pemberiannya mas Herman itu masih setengah ikhlas makanya... disebut-sebut terus kalau ngasih itu harus ikhlas .. wkwkwk..
Makasih Mas Agus udah diingatkan tentang ilmu ikhlas dengan cara yang enak dibaca.