Jangan suka membanding-bandingkan anak
Daftar Isi
Sebagai ibu yang punya anak kecil, lumrah saja kalo Heni sering ditanya oleh ibu-ibu di kompleks perumahan seperti berikut:
"Anaknya sudah bisa apa saja Eni?"
Rasanya lumrah saja ya mendapat pertanyaan seperti itu. Biasanya Heni akan jawab sesuai keadaan anaknya. Tapi yang bikin ia sensi itu kalo mereka sudah mulai membuat pernyataan pernyataan pedes seperti harga cabe di pasar.
"Lho kok gitu, anak saya umur 10 bulan udah bisa jalan lho." Kata Rita tetangga sebelahnya.
"Anakku umur setahun udah bisa nyanyi mamaku marah melulu lho." Sambung Susi disampingnya.
Nita, teman SMP nya dulu yang satu kompleks dengannya tidak mau kalah." Anakku umur dua tahun udah bisa nulis lho."
Yang lain jadi tidak mau kalah dan langsung ngegas." Anak saya dong. Umur tiga tahun sembilan bulan udah bisa bikin akun YouTube dengan subscribers ribuan. Belum lagi endorse Instagram dengan tarif 2 juta per post, dan itu semua dikerjakan dia sendiri lho."
Udah terusin, terusin aja sampai puas...
Biasanya kalo obrolan udah panas seperti itu paling Heni melipir ke belakang dengan alasan ada masakan belum diangkat, padahal dalam hati ia menjerit." Baeqlaaa, anak kalian memang hebat hebat sedangkan anakku hanya rakyat jelata yang tidak punya bakat. Ia kelak tidak akan ikut neraka karena tidak bisa minum setarbak karena hanya sanggup ngopi sasetan. Puas kalian, puaasss??!!!"
Punya anak memang momen yang luar biasa. Jika biasanya beranda medsos isinya tentang drama Korea maka kini digantikan dengan momen momen anaknya. Boleh saja sih membanggakan anaknya tapi mbok ya jangan membanding-bandingkan dengan anak orang lain. Tidak semua ibu muda hatinya terbuat dari titanium seperti mbak Reyna, kebanyakan malah baperan karena kebanyakan nonton drama Korea seperti dirinya.
Eh, tapi sebenarnya boleh tidak sih membanding-bandingkan anak?
Menurut Heni sih, sebenarnya boleh saja sih membanding-bandingkan kok.
What? Serius?
Iya dong serius, tapi dengan syarat bukan membandingkan dengan anak orang lain ya, tapi dengan dirinya sendiri. Jadi bandingkan perkembangan anak hari ini dengan sebulan yang lalu, pasti ada bedanya kan. Misalnya bulan lalu ia baru bisa berkata " maem ", sekarang bisa bicara. "Mamaku kerjanya main hape melulu." begitu ia ditanya tetangga. "Mama mana."
Dulu Heni sempat berada di fase krisis kepercayaan diri karena anaknya sudah umur setahun tapi belum juga bisa berjalan. Hal ini sempat membuatnya malas untuk keluar rumah karena pasti akan ditanyakan pertanyaan seperti diatas. Sebenarnya pertanyaan horor seperti itu sudah dimulai sejak ia masih sendiri." Kapan Kawin", setelah menikah ganti. "Kapan punya anak." Eh, sudah punya anak masih juga ditanyain. Duh, semoga saja tidak ada yang bertanya." Kapan punya mobil." Berat mbak, rumah saja masih nyicil tiap 30 hari, seberat impiannya untuk ketemu Song Joong Ki.
Itulah sebabnya saat sikecil sudah berusia setahun belum bisa jalan ia was-was. Beruntung Heni memiliki teman, baik di sosmed maupun blogger yang bisa memahami kegelisahan hatinya. Mereka menunjukkan informasi dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) yang menyatakan kalo ambang batas dari usia anak berjalan adalah 18 bulan. Artinya, jika usianya sudah 18 bulan dan anak belum ada usaha atau keinginan untuk berjalan baru konsultasi ke dokter anak.
Alhamdulillah setelah 16 bulan akhirnya ia bisa juga berjalan. Setelah itu perkembangannya pesat sekali. Kini ia sudah bisa berlari sambil berteriak." Beli mang." tiap ada tukang jajan lewat. Kini gantian Heni yang was-was karena dompetnya jadi tipis.
Heni membayangkan seandainya dalam kurun waktu tersebut ia membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain yang lebih bagus, bisa jadi ia akan bad mood berkepanjangan, padahal anaknya selalu sehat dan penuh tawa.
Belum lagi gempuran teori parenting berbagai aliran dengan contoh anak-anak yang cakep, pintar, dan serba bisa. Pengin ia terapkan semua teori itu pada anaknya, tapi pas dicoba malah kecewa karena hasilnya tidak sesuai harapan. Inikan seperti mengharapkan Lee Min Ho tapi yang datang bang Satrio.
Terus bagaimana caranya menghadapi pertanyaan basa basi yang bikin sensi ini?
Gampang kok, senyumin aja, cuekin aja ya, iya-iyain aja, sesimpel itu kok.
Serius lho, Heni pernah coba menanggapi tapi tetangganya makin merasa tersaingi. Tetangganya akan mengerahkan segala daya upaya agar anaknya selalu menjadi yang terdepan seperti iklan sebuah sepeda motor. Jadi sekarang ia main aman saja, iya-iyain aja.
Selanjutnya jalani hidup seolah tidak terjadi apa-apa. Nonton drakor seperti biasa atau belanja ke warung untuk masak anak dan pak su. Heni sudah pusing mikirin cicilan rumah, tidak mau lagi ngurusin tetangga yang mulutnya celamitan.
Ia hanya berdoa semoga anaknya nanti hidup dari hal hal yang disenanginya, selama kesenangan itu menjadikan dirinya manusia yang baik hati.
Hayo ibuk ibuk, siapa diantara kalian yang pernah mengalami kejadian seperti diatas, ayo ngacung.
Ya kamu, bagus. sana silahkan ambil sepedanya~
TAMAT
Note: terimakasih buat Mbak Heni yang sudah banyak membantu. Selamat ulang tahun ya mbak, semoga sehat dan tetap semangat.
Jujur dibanding - bandingkan itu rasanya juga tak enak lho? Tapi beruntung bundaku itu cayang Banget ma ku ,dan tak pernah bandingkan ku dengan anak gadis remaja di luar Sono . Kebanyakan sih tetangga dekat yang kayak gitu , misal nyindir bundaku. Bun? Si Tari lho kok sering sakit , kok pendiam, kok minderan, kok susah sosialisasi, bla .... Bla .... Dan sebagainnya tapi bundaku selalu bilang , endak kok ? Tari itu anak pinter, mudah sosialisasi , dan akhirnya bundaku memilih mundur dari percakapan emak tetangga di rumahku.
Jadi juga jangan Velnah banding2kan anak dengan anak lainya yaaa nggak boleh itu.
Kalena anak itu bukan merk atau balang yang Visa dibanding-bandingkan sfesifikasinya.
Anak itu titipan tuhan yang halus kita jaga dan halus juga kita peltanggung jawabkan....Baik ibunya atau bapaknya.
Sebagai olang tua kita juga wajib selius mengulus anak dan jangan suka mangkal2 ... Terlebih mangkal di lampu melah.������
Yaa harus diingat itu baik2.
Kenapa gak dikasih linknya langsung ke blog mbak Heni, mas?
Menurut saya pribadi setiap anak adalah berharga, jika seorang anak harus dibandingkan dengan anak yang lain maka itu pintu masuk yang pertama menuju kedengkian, jika terus dirawat maka akan bertunas menjadi kecemburuan sosial yang tak berujung hehe kata penulis terkenal itu jika anak dibesarkan dengan kasih sayang ia akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, tetapi apa jadinya jika seorang anak dibesarkan dengan cara membandingkan satu dengan yang lain...?🤦
Setiap anak unik dan berharga...
asyik benar gaya bahasanya...
Nah, ini, saya juga pernah ngalami. Anak ditanya2. Saya selalu diam atau bicara ideal aja,
nanti juga bisa kok. Tiap anak kan beda2 ya.
Mas, emang ya ada bukibuk yang model gini, nggak mau ngalahan. Pernah ngomongin kelebihan suami orang dan dia nggak terima, suaminya juga dilebih2kan. Hmmm..
Makanya saya jaga diri dan omongan banget saat bergaul dengan bukibuk apalagi saya IRT, intensitas ketemunya sering.
Terima kasih Mas untuk tulisan ini.
Aku juga bakalan berdiri jadi garda depan untuk bilang Say No buat ngebanding-bandingin anak 🏃⛔
Kadang saya juga bertanya-tanya, kenapa sih pada banding-bandingin anak? Tiap anak kayaknya punya caranya sendiri-sendiri buat belajar (termasuk belajar bicara dan berjalan) dan mereka punya minat sendiri-sendiri pula.
Termsuk anak-anak yang dibicarakan di atas.
Tapi, cakep buat Bu Heni, membandingkan anak dengan diri sendiri, jadi bisa bener-bener memantau bagaimana.
sepertinya ini emang sifat dasar manusia banget ya mas haha
Berhubung saya nggak ada anak, jadi saya belum pernah dengar secara langsung perihal banding membandingkan ~ tapi beberapa sahabat saya yang sudah pada punya anak pernah bercerita pengalaman mereka ketemu ibu-ibu TK yang sering membandingkan anak mereka dengan anak sahabat saya. Nggak tanggung-tanggung pula yang dibandingkan, bukan lagi soal berat badan dan lain sebagainya, tapi soal tas yang digunakan, merk sepatu yang dibelikan, dan ini itunya :\
Pusyiaaaang kalau kata orang Padang :"D
-Traveler Paruh Waktu
Apalagi kalo seorang ibu malah membandingkan anaknya dengan anak orang lain, itu juga bisa bikin mental si anak jadi rendah diri.
Btw buat Mbak Hani jangan kecewa kalo ngarepin Lee Min Ho tapi yang datang Bang Satrio, soalnya Bang Satrio juga nggak kalah ganteng kok. 🤣
Betul banget, kalau mau bandingin ya sama dirinya sendiri ya, bulan kemaren udah bisa apa?
Etapi mengkhawatirkan juga ya kalau anak bisa ngomong mamanya maenan hape mulu hahaha.
Tapi memang udah sering banget hal kayak gini, saking seringnya jadi kebiasaan yang seperti dibenarkan gitu.
Entahlah mungkin nggak ada bahan lain yang diomongin, jadinya pamer hebat-hebatan anak hahaha.
Meskipun, kadang saya mau memahami aja gitu, maklum ye mamak-mamak hiburannya anak doang, jadinya yang dipamerin anak aja :D
Masalah banding-bandingkan anak ini memang biasa terjadi di masyarakat. Untungnya aku gak pernah ngalami, karena memang jarang sosialisasi di luar rumah. Keluar rumah paling cuma ke pasar doang.😂
Tapi selain membanding-bandingkan anak, orang juga suka membanding-bandingkan nasib lho, mas. Istilahnya berlomba-lomba menjadi manusia terngenes di seluruh dunia. Biasanya ini terjadi kalau lagi ada yang curhat. Yang diajak curhat pasti menimpali kalau masalah yang dialami yang curhat gak ada apa-apanya dibanding masalah yang dihadapinya. Yaaaaa, kalau dipikir-pikir manusia itu lucu. Suka banget sombong. Gak cuma sombong karena anaknya lebih unggul daripada yang lain, tapi juga sombong kalau dirinya jadi manusia yang lebih ngenes daripada lainnya.😂
tapi sejatinya manusia emang makhluk yang suka membanding bandingkan. segala hal dibanding bandingkan nggak cuma anak. (mau nyebutin satu satu tapi otak blank) ya begitulah. yang jelas seperti cerita diatas, membandingkan yang baik itu adalah membandingkan kegigihan orang mencapai kesuksesan dengan diri kita. semata mata untuk menjadikan motivasi. dan membandingkan orang yang dirasa lebih tidak beruntung dari kita, semata mata untuk bisa bersyukur. semangat mbak heni membesarkan buah hatinya
kalo ada mak emak yang mau nyinyir dengan pertanyaan "anaknya udah bisa apa mba?"
lalu aku jawab aja..
"Alhamdulillah, udah bisa ngerjain soal kalkulus, Aljabar dan Aritmatika" wkwk..
ya, lagian.. emangnya anak bayi udah bisa apa ya kan? pastinya gak beda jauh lah ya sama bayi-bayi lainnya.. tul gak mas agus? :D
misalnya si anak A, juara kelas, motivasi si anak B bukan ingin jadi juara kelas, tapi apa saja yang penting juara.
# Stay safe, healthy and virus free
Bisa dikatakan anak adalah titipan Ilahi jadi, apa pun kondisi nya wajib disyukuri..
Jangan seperti Satria, setiap hari nitip Mulu.. 🤭✌️
Ga apa-apa sih membandingkan anak, apalagi antar anak sendiri. Kalau sama anak tetangga mah itu urusan mereka hehee
Greetings
iya bandingannya sama diri sendiri
tapi harusnya lebih ke apreasiasi dan motivasi
kalau membandingkan dengan rafatar ya ga kelar kelar ya mas wkwk
Untungnya sekarang udah tobat hahaha aku malah fokus membesarkan anakku aja. Betul tuh apa kata Mbak Heni, membandingkan anak dengan diri dia sendiri itu paling tepat. Kita jadi orangtua pun bangga yaa kalo ada perkembangan yang nyata dari si kecil (:
anak saya udah mulai gitu :) jd kapok deh saya
udah bisa mikir soalnya, jadi tau batas kemampuan diri seperti apa, mungkin aku yang nggak bisa sama seperti dia, tapi dia belum tentu bisa mengerjakan hal-hal yang aku bisa.
nah ibu ibu kebanyakan juga ngga suka kalo anaknya dibandingin sama anak orang lain, tiap anak pertumbuhannya beda beda meskipun umurnya sama. mungkin ada faktor genetik juga yang mempengaruhi
bahaya juga kalo anak umur setahunan udah bisa manggil mamang mamang jualan di depan rumah ya hahaha, bangkrut emak nanti
Fuih.. begitulah hidup.. deritanya tiada akhir..
#tapi boong.. huehu
Karena saya tahu dibanding-bandingin itu nggak enak, saya nggak mau banding2in anak saya sama anak orang/makhluk apa pun.
Selain kasihan anak, juga biar nanti anak saya nggak pernah ngebandingin saya dengan bapak kucing tetangga.