Kisah Sebuah Gigi Emas bagian dua
Mata mayat itu lalu menatap korbannya. Otak Bayu menyuruhnya untuk segera lari, kabur sejauh mungkin, tapi kakinya justru mendekat kepadanya.
"Ja.. jangan." Hanya itu suara yang sempat keluar karena keburu lehernya dijepit oleh dua tangan mayat hidup yang ada didepannya. Jepitan itu begitu kuat laksana jepitan besi sehingga lelaki itu merasakan nafasnya sangat sesak, yang baru kali ini dialaminya. Ia ingin meronta ronta tapi sayangnya tenaganya tak ada. Dadanya sangat sesak dan paru-paru nya pun akhirnya pecah.
Krak, suara leher patah terdengar, barulah mayat itu melepaskan cekikan nya, tubuh Bayu pun tanpa ampun jatuh di lantai keramik. Pintu kembali tertutup seolah-olah tidak ada apapun, hawa dingin pun berangsur menghilang.
Sementara itu Nina sudah selesai mandi dan sedikit berdandan. Dengan hanya mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya maka ia pun keluar kamar mandi.
Ia heran ketika melihat kekasihnya tidak ada ditempat tidur. Ketika ia berkeliling mencari dilihatnya orang yang sedang dicarinya tergeletak di lantai.
"Idih, kok malah tiduran di lantai, pengin coba gaya baru ya." Godanya sambil tertawa, tapi tawanya langsung hilang berganti jeritan ketika ia membalikkan tubuhnya dan dilihatnya kekasih itu sudah mati dengan mata melotot dan leher yang patah. Wajahnya sendiri terlihat sangat ketakutan.
Baca episode sebelumnya Kisah Gigi Emas bagian pertama.
Satria meletakkan koran yang dibaca ke meja. Ia tidak terlalu tertarik dengan berita presiden SBY memberikan subsidi untuk rakyat miskin dalam menghadapi krisis ekonomi karena jelas ia tidak akan dapat bantuan. Ia lebih tertarik dengan berita matinya seorang penggali kubur di sebuah rumah seorang janda.
SEORANG TUKANG GALI KUBUR MATI DI RUMAH JANDA, DIDUGA DIBUNUH SELINGKUHAN NYA, demikian judul halaman depan. Koran itu memberitakan kalo pasangan itu bertengkar lalu si wanita membunuhnya. Sementara di halaman dua koran itu ada berita tentang sebuah kuburan yang dibongkar, padahal kuburan tersebut masih baru.
Ah persetan dengan semua berita itu. Ia lebih pusing memikirkan Riska istrinya itu.
"Apa ini?" Katanya pagi ini ketika istrinya memberikan kopi sambil membawa dua lembar kertas.
"Ini iuran kuliah Dahlan, anak kita kang, terus satunya lagi tagihan kartu kredit dari bank." Jawabnya sambil menyebutkan nama bank-nya.
"Bukannya Minggu kemarin ia baru ku kasih uang untuk bayarnya."
"Iya kang, tapi tahu sendiri kan kalo Dahlan itu banyak temannya, jadi katanya uangnya ia pakai untuk mentraktir makan."
Tentu saja Satria dongkol bukan main. Padahal bulan kemarin ia baru saja menghajar anaknya, penyebab nya karena ia menemukan lintingan ganja di kamarnya plus juga uang kuliahnya belum dibayar sehingga terpaksa ia bayar lagi. Begitu anaknya pulang langsung ia seret ke halaman belakang, diikat plus dicambuk pakai rotan tapi dasarnya anak bandel. Apalagi istrinya pasti selalu membela nya.
"Kasihan kang, ia pasti hanya ikut-ikutan." Begitu bela istrinya ketika sampai sore ia masih belum membuka ikatannya.
"Iya pak, ampuni Dahlan pak, Dahlan janji tidak akan pakai narkoba lagi." Rengeknya.
Segalak apapun orang tua pasti hatinya luluh, apalagi Dahlan adalah anak satu satunya.
"Kang, kok malah melamun. Jadi tidak bayarnya?" Ujar Riska ketika melihat suaminya hanya memperhatikan kertas saja.
"Berapa semuanya?"
"Lima juta kang."
"Lima juta?" Satria kaget." Bukannya Minggu kemarin kamu baru aku kasih lima juta Ika."
"Sudah habis, buat bayar arisan, buat beli baju plus sepatu, dan juga ke salon. Bukannya akang pengin aku cantik terus."
Satria hanya bisa mengeluh dalam hati saja lalu memberikan uang yang diminta. Riska langsung memeluknya." Kemarin aku ke toko baju langganan ada tas bagus kang, katanya dari Prancis dan di kota ini hanya ada tiga saja."
Tentu saja ia makin pusing mendengarnya." Bukannya di lemari mu sudah banyak tas Ika. Mulai sekarang mulailah berhemat karena katanya Indonesia akan terkena krisis ekonomi."
Istrinya hanya tersenyum lalu setelah mencium suaminya ia lalu pamit pergi. Ah, pasti untuk menghamburkan uang yang tadi diterima nya. Seharusnya ia sudah tahu sejak pacaran dulu kalo ia memang pemboros, tapi wajah cantiknya membuatnya tak bisa berpikir jernih. Padahal teman-temannya sudah memberi tahu kalo dirinya mata duitan.
Ah biarlah uang toh bisa dicari. Ia mengambil teleponnya lalu memencet beberapa angkat. Agak lama baru teleponnya diangkat.
"Selamat pagi bos Afui, ada barang nih."
"Pagi Satria, maaf kas lagi kosong, penjualan akhir akhir ini lagi goncang, soalnya tahu sendiri katanya dunia mau krisis."
"Hanya beberapa potong saja bos, dijamin tidak akan mengecewakan."
"Maaf Satria, beneran lagi kosong."
Dengan kecewa terpaksa ia memutuskan teleponnya lalu segera kedalam untuk mengambil barang. Ia akan menawarkan langsung pada beberapa orang langganannya.
Dengan mengendarai mobil kijang LGX warna emas andalannya ia lalu keluar rumah. Sebenarnya Riska sudah beberapa kali meminta agar ganti dengan Pajero tapi tak mau kalau disuruh berhemat.
Dari pagi sampai sore ia sudah menawarkan barang nya ke beberapa toko emas tapi sayangnya belum ada yang mau. Alasannya penjualan lagi menurun. Akhirnya setelah hampir Maghrib ia menelpon Herman, penadah juga seperti dirinya, barang kali saja ia punya uang lebih.
Setelah bertemu di sebuah rumah makan yang agak sepi maka Satria lalu mengeluarkan barangnya, sebuah gelang besar sekitar 50 gram dengan manik berlian, beberapa buah kalung tidak kalah bagus, yang tentunya ia terima dari para penjambret beberapa hari yang lalu. Sebenarnya kemarin ada kenalan lama yang ingin menjual banyak barang, hasil dari rampokan toko emas tapi ia tolak, terlalu ngeri membeli barang seperti itu.
"Tiga juta kang." Ujar Herman setelah melihat barangnya.
"Tiga juta." Laki-laki itu terbelalak." Masa segitu saja. Tambahkan dua juta lagi Man."
"Tak ada lagi kang, kamu tahu sendiri sekarang lagi susah jual barang beginian, selain pasar lagi lesu, juga karena polisi makin memperketat pengawasan. Kamu kenal Udin kan, ia ditangkap polisi kemarin, yang beli barang nya kemarin ternyata intel yang menyamar."
Satria mendengus." Salah dia sendiri ngga waspada. Udah, tambah satu juta lagi dah."
"Tidak ada kang, nanti kalo cair aku tambahkan deh."
Sue, makinya. Terpaksa ia menerima uang yang ada. Sambil memasukkan barangnya ke dalam tas maka Herman pun berujar." Kamu kenal Bayu tidak, tukang gali kubur yang tadi pagi masuk koran?"
Hmmm, ada apa dia bertanya seperti itu, apa ia tahu aku mendapatkan gigi emas dari orang sialan itu batinnya tapi Satria hanya diam saja.
"Aku kenal Nina selingkuhannya."
Satria menyeringai." Sudah berapa kali kau tidur dengannya eh."
"Hasyu." Maki Herman." Bapaknya tetanggaku kang dan aku beberapa kali melihatnya lewat. Tak mungkin ia membunuh karena ia tidak seperti itu. Suaminya yang dulu suka main tangan memukul bahkan kadang membawa pacar gelapnya ke rumahnya itu sebabnya ia bercerai, tapi ia tidak membunuhnya padahal harusnya ia lebih punya alasan kuat."
Satria angkat bahu." Mungkin sekarang ia lagi kalap."
"Bisa juga ia kalap, tapi tenaga dari mana bisa mematahkan leher, kalo mencekik mungkin saja, lagipula penggali kubur itu tubuhnya lebih besar dan tenaganya lebih kuat."
Satria tetap acuh tak acuh, bukan hal menarik baginya.
"Kata bapaknya, Nani tidak pernah membunuh. Jangankan membunuh orang, membunuh hewan juga enggak pernah, bisa saja ini perbuatan setan yang balas dendam."
"Setan?"
"Iya, kabarnya selain sebagai penggali kubur, ia juga suka menggerayangi kuburan orang untuk dijarah hartanya, siapa tahu ada setan yang tidak terima lalu balas dendam."
Hampir saja Satria tertawa terbahak-bahak mendengar ocehan Herman, tapi diurungkan karena ia masih ingin menjalin hubungan dengannya." Man Herman, jaman sudah canggih begini kok kamu masih percaya sama dongeng seperti itu, sekarang sudah dibuktikan kalo di bulan tidak ada kelinci, setan itu cuma untuk lamunan orang penakut saja."
Herman hanya angkat bahu lalu iapun pulang. Percuma saja berdebat karena ia tahu Satria tidak percaya hal gaib.
Sebelum memasukkan mobil Toyota LGX nya ke garasi Satria kembali lagi melihat seseorang di bawah lampu penerangan depan pagar rumahnya. Sudah dua kali ia melihatnya, sosoknya tidak terlalu jelas karena agak jauh plus juga suasana malam yang cukup gelap biarpun ada sinar lampu tapi sekilas ia memakai jas hitam yang bagus. Sudah pula ia bertanya kepada istrinya Riska tapi katanya tidak melihat. Ah dasar, ia hanya bisa melihat uang dan benda kesenangannya saja.
Apakah ia seorang intel polisi yang ingin menangkapnya? Oh oh, ia tentu akan kecewa karena seperti biasa ia selalu bermain rapi. Barang yang biasanya ia terima tidak akan langsung dijual dulu tapi disimpan dengan rapi biar suasana reda, baru setelah adem, barang jambretan atau barang gelap itu ia jual, biarpun untuk itu memang harus keluar modal dulu.
Ia juga selalu pilih-pilih dulu, tak berani sembarangan menerima barang, apalagi hasil rampokan yang ada korban jiwanya, semurah apapun ia tidak akan terima, terlalu ngeri resikonya kalo sampai tertangkap. Belum lagi kalo mertuanya tahu ia bekerja sebagai penadah, bisa dimarahi habis-habisan karena modalnya dulu darinya.
Orang tuanya tahu kalo Riska anaknya itu suka berfoya-foya makanya menantunya itu diberikan modal yang besar. Beruntung pula Satria tahu bagaimana caranya memutar modal itu agar tidak cepat habis. Ia berdagang usaha toko emas kecil-kecilan dan juga beberapa usaha lainnya seperti toko sembako yang ia percayakan pada temannya, walaupun sebenarnya keuntungan terbanyak ya dari barang gelapnya.
Hawa agak dingin ketika ia masuk kedalam ruangan khusus dimana ia menyimpan barang hasil dari Bayu beberapa hari lalu. Untuk barang kecil seperti itu memang ia taruh dirumahnya sendiri karena tidak akan bermasalah karena ia tahu pekerjaan Bayu sebagai penjarah makam. Selain dirinya, hanya istrinya yang tahu kode brangkas itu.
Ia memasukkan kode kunci lalu membuka kotak berangkas nya, tapi betapa kecewanya ketika ia tidak melihat barang yang ia cari.
Ah brengsek, pasti pekerjaan Riska batinnya. Siapa lagi kalo bukan dia yang suka menggerayangi brangkas tersebut selain dirinya, kalaupun nanti ribut dan ia terpojok maka ia selalu berkilah kalo itu harta warisan orang tuanya yang diberikan pada Satria. Lelaki itu biasanya mengalah karena memang kenyataannya seperti itu, orang tuanya hanyalah petani kecil yang bahkan untuk kuliah dirinya terpaksa berhutang sana sini, sama seperti dirinya waktu kuliah juga kerja serabutan agar dapat ijazah, yang sayangnya ijazahnya kini hanya jadi pengisi lemari saja.
Saat ia hendak keluar dari ruangan itu tiba-tiba hawa dingin makin menggigit, belum juga hilang keheranannya, dari kegelapan muncul seseorang yang memakai jas hitam.
Satria tercekat karena mengenali siapa sosok yang tahu tahu ada di ruangan khusus itu, karena ia memang beberapa kali bertemu dengannya, baik untuk transaksi maupun hal lain walaupun tidak terlalu akrab.
"Koh.. Koh Alan....."
"Mannaaa... Ghighiiikuuu...Satriiaaa..." Suara dari alam gaib itu berbisik di telinganya, membuat nyalinya ciut, karena ia ikut melihat sendiri sosok yang ada di hadapannya itu dikuburkan walaupun dari agak jauh. Suara sosok didepannya tampak tersendat-sendat, mungkin karena lehernya terjepit, terlihat ada bekas cekikan disana.
"Aku, aku tidak tahu koh... Sumpah." Jawabnya dengan nada gemetaran.
"Jangaannn... Bohoonngggg, akhuu... menciuummm... Bauuuu... ghighiiikuuu..."
"Sumpah koh, tadinya memang aku, aku membelinya dari tukang gali kubur itu. Cuma, cuma aku tidak tahu kalo itu milikmu koh. Kalo tahu aku tidak berani. Ampuni aku koh..." Katanya menghiba.
Mata mayat hidup itu tampak memerah." Berapaaa.. kamuuu.. membelinyaaaa..."
"Lima ratus ribu, eh tujuh ratus ribu koh." Jawabnya cepat, sepertinya ia melihat ada harapan agar tidak jadi korban seperti Bayu.
"Ambilll... Uangnyaaaaa..."
Satria langsung mengeluarkan dompetnya." Ini koh, ada yang tiga juta. Aku berikan semuanya kepadamu, aku janji tidak akan mengulangi lagi perbuatan ini."
Koh Alan menyeringai memperlihatkan sebagian giginya yang hilang, tangannya dengan sigap menerima lembaran uang tersebut." Lihattt.. matakuuu... Satriaaa."
Walaupun tidak mengerti apa maksudnya tapi lelaki itu menurut saja, baru saja ia melihatnya tiba tiba tangan mayat tersebut secepat kilat masuk ke mulutnya, menyumpalkan lembaran uang itu ke tenggorokannya.
"Akhu... tidaakkk.. butuuhhhh... Uangmu.. manusiaaa... Tamaakkk. Akhu.. hanyaaa... Butuuhhhh... Ghighiiikuuu..."
Satria megap-megap karena tenggorokannya tersumbat oleh uang, menghambat saluran pernafasan nya, dadanya jadi sesak. Ia berusaha bernafas lebih kencang tapi tambah celaka karena uang kertas tersebut malah makin kedalam, masuk kedalam paru parunya. Tak lama kemudian iapun mati dengan mata melotot ketakutan, hawa dingin dalam kamar tersebut pun berangsur angsur hilang.
Sore hari sebelumnya peristiwa itu, di sebuah rumah mewah di pinggir kota tampak Riska sedang berbincang-bincang asyik dengan Nita, salah satu pemilik toko butik terkenal di kota tersebut. Selain untuk membeli baju baru, wanita itu juga kesana karena ada keperluan.
"Ini lho jeng Nita, gigi emas ini sangat cocok buat mas Adam suami jeng Nita. Lihat, bentuknya sangat bagus bukan."
Nita melihat-lihat gigi taring terbuat dari emas itu. Sebuah gigi yang unik dan berkilau, memang sangat pas untuk suaminya yang seorang pengusaha.
"Tapi, harganya pasti mahal jeng Riska."
"Ah tidak, untuk jeng Nita aku kasih murah saja. Bisa juga ditukar dengan baju brokat yang aku pesan kemarin."
Mata wanita cantik bernama Nita itu berbinar." Boleh saja kalo jeng Riska mau. Besok akan aku suruh pegawai ku menyelesaikan jahitannya dan langsung aku antar ke rumah jeng Riska."
Akhirnya setelah selesai ngobrol mata Nita lalu membawa kedua gigi emas itu kedalam untuk diperlihatkan pada suaminya saat pulang nanti, tidak tahu kalo itu akan mengundang masalah kedepannya.
Bersambung
Kalau penulis salah makan kemungkinan Suami Si Nita adalah bernama Herman tapi kalau habis makan obat kemungkinan penulis akan membuat Koh Alan mencekik dirinya sendiri, hihi.
# mantul ceritanya ....👍👍
Seram Mas Agus. Tapi pengen ketawa.. *alibi, biar bisa tidur nyenyak malam ini..*
Wahh, kasihan amat Satria. Mati disumpal Uang.. Neng Riska pasti kaget pas ngeliat suaminya udah meregang nyawa dengan mata melotot.. pasti si Riska bingung. Mau ngamanin uangnya apa suaminya dlu...
Eduunnn.. Gigi Emas ditukar Baju Brokat 🤣🤣🤣
Mau baca gini aja aku kudu nunggu siang-siang.. wkwkwk takut ada yang ikutan baca bareng di belakang..