Sakit karena jengkol
"Mas, hari ini mau masak apa?" Tanya Ningsih pada suaminya Herman yang sedang asyik bermain hape.
"Jengkol dek, kalo bisa beli sekilo."
"Uangnya ngga cukup mas. Kata mamang tukang sayur, jengkol lagi mahal, sekilo 60 ribu. Lagipula apa tidak bosan, sudah seminggu ini mas makan jengkol terus."
Aku merogoh kocek lalu mengeluarkan uang 50 ribu untuk menambah biaya dapurnya. Istriku hanya geleng-geleng kepala, mengambil kunci motor Honda Beat lalu keluar rumah untuk belanja.
Ya, aku memang penggemar berat jengkol. Dari kecil ibu sudah sering masak jengkol, mungkin karena itu jengkol jadi makanan favorit ku. Maklum, di Lampung jengkol murah meriah apalagi kakekku punya kebun luas yang berisi buah khuldi Nusantara itu.
Nafsuku pada sayuran beraroma naga itu selalu terjaga. Ia tak pernah tergeser dari klasemen puncak makanan kesukaan ku. Posisinya dibuntuti dengan ketat oleh tempe mendoan dan di peringkat ketiga ada bakso, cuma peringkat ketiga ini susah menyusul tempat kedua apalagi ke puncak.
Ningsih awalnya kaget dengan menu ku. Dan ia protes karena baunya itu. Aku bilang padanya, lebih baik di jengkoli dari pada di Poligami . Sebagai suami yang tahu diri aku juga mengimbangi dengan selalu mengunyah permen penyegar mulut dan menyediakan karbol di kamar mandi.
Sampai suatu hari akhirnya aku kena batunya yaitu sakit karena jengkol.
Jadi ceritanya harga sayur ompol dewa ini melejit tinggi sehingga tukang sayur langganan istriku tidak sanggup membelinya. Aku coba cari di pasar juga tak ada. Katanya harganya sudah diatas 100 ribu perkilo dan tidak ada pedagang yang mau membelinya. Dalam hati aku menggerutu, baru 100 ribu ini, belum seharga cincin kawin.
Ndilalah tiba-tiba pamanku satria datang dari Lampung dengan membawa oleh-oleh sayuran kesukaan ku, mana tiga kilo lagi. Ia kangen padaku katanya, biarpun habis itu beliau terus terang kalo ingin meminjam uang 10 juta karena ada keperluan.
Sial, aku merasa dijebak tapi apa boleh buat.
Begitu pamanku pergi maka Ningsih aku suruh langsung masak, sekilo sekaligus, udah seperti buat jualan.
Begitu matang maka langsung aku sikat. Dua piring nasi langsung habis, tentunya dengan sambel jengkol diatasnya. Istriku hanya geleng-geleng kepala saja.
Tak puas dengan hanya dua piring, setelah itu buah khuldi Nusantara itu aku cemil seperti makan kerupuk sampai aku tak sadar sudah berapa yang aku makan.
Setelah kenyang lalu aku tidur siang dengan pulas.
Sayangnya rasa kantukku terganggu ketika perutku mulai berulah. Entah mengapa perut rasanya melilit, tapi karena masih ngantuk tak begitu aku hiraukan.
Sore harinya ternyata rasa sakit itu bukannya reda tapi malah tambah parah. Perutku rasanya diremas-remas.
"Kenapa mas Herman?" Istriku tentu saja bertanya ketika melihat aku gelisah duduk di sofa.
"Ini dek, perutku sakit banget."
"Pasti karena kebanyakan makan jengkol. Aku ke toko beli obat ya mas."
Tak lama kemudian istriku datang sebuah obat kemasan sachet untuk sakit perut, rasanya semriwing. Tak lama kemudian nyeri di perut mulai reda, aku pun lega.
Tapi sialnya rasa nyeri itu mulai datang lagi saat malam. Aku masuk ke kamar untuk tiduran agar rasa sakit itu reda.
Tapi sayangnya gagal.
Mendengar rintihan ku Ningsih masuk kedalam dan terkejut. Iapun bertanya dan aku jawab apa adanya.
"Mas, kita ke rumah sakit saja ya."
Aku hanya mengangguk. Untuk bersuara juga susah. Ia memesan Grab dan untungnya tak sampai 10 menit sebuah mobil datang di depan rumah.
Dengan mengerahkan tenaga yang tersisa aku berusaha masuk ke mobil itu biarpun agak sempoyongan.
"Kenapa mas?" Tanya supir tersebut, namanya Ajay. Ia tampak prihatin penumpang nya begitu.
"Entahlah pak, perutku sakit banget, mungkin usus buntu."
"Oke, ke rumah sakit mana mas? Sumber Waras Grogol?"
"Yang sakit perutku pak, bukan otakku!!!" Sahutku sewot.
"Oke, ke rumah sakit Tarakan saja ya."
Kami segera keluar menuju jalan raya. Ternyata Ajay supir yang jempolan, dengan gesit ia sudah melewati beberapa kendaraan, beruntung pula waktu sudah hampir tengah malam jadi jalanan agak lengang.
Di daerah Harmoni mobil tersebut diberhentikan oleh petugas karena mengebut, beruntung melihat keadaan ku polisi tersebut melepaskan, dengan peringatan agar lebih berhati-hati.
Perjalanan itu terasa lama banget, lebih lama dari pada waktu aku mau pedekate sama istriku.
Sakit perut yang tak tertahankan membuat omongan ku makin ngaco.
"Dek, perutku sakit sekali, apa mau mens ya, apa mas minum kiranti saja."
"Husss. Udah sabar bang, bentar lagi sampai." Jawabnya sambil mengelus perutku.
Benar juga, tak lama kemudian mobil masuk ke halaman rumah sakit langsung ke IGD. Seorang perawat segera datang mengurusku dengan dokter jaga. Setelah mendengar keluhan ku dokter jaga itu lalu menelpon.
Tak lama kemudian seorang wanita berbaju putih masuk ke ruangan ku. Namanya dokter Anita. Ia melihat rekam medis lalu bertanya pada Ningsih. Setelah ngobrol sebentar dengan perawat ia menuju ke arahku.
Setelah memeriksa ku ia lalu berkata lagi pada istriku.
"Nanti kalo setelah minum obat tidak kunjung sembuh juga cobalah minum sprite yang banyak."
"Sprite?" Tanya istriku kaget.
"Iya. Suami anda ini kena penyakit yang namanya jengkolit karena terlalu banyak makan jengkol. Jengkol itu mengandung racun, kalo sedikit tidak berbahaya karena tubuh bisa menetralisir, tapi kalo kebanyakan ya begini. Sprite itu mengandung bikarbonat yang bisa menetralkan racun jengkol karena bersifat basa. Jangan lupa minum air putih yang banyak juga."
Istriku hanya manggut-manggut.
Esok harinya setelah minum obat tidak terlalu banyak perubahan maka aku lalu minum sprite yang banyak. Entah sudah berapa gelas yang masuk, begitu juga air putih.
Ajaib, rasa sakit di perut perlahan-lahan reda.
Habis itu aku pengin sekali kencing. Aku kencing banyak sekali, baunya campur aduk.
Entah sudah berapa kali aku melakukan kegiatan itu, yang jelas setiap kencing maka rasa sakitku makin reda hingga hilang sama sekali.
Aku pun lega.
Ternyata jengkol tak selamanya nikmat, kadang ia juga bisa keparat. Apalagi kalo dimakan berlebihan.
TAMAT
Terus pamannya juga bawa jengkol 3 kilo trs pinjam 10 juta, perlu dibawa juga ini ke panti jompo 🤣
Untungnya obatnya mudah cuma sprite, klo gitu setiap mkn jengkol sedia sprite aja.. 😅😅👍
Baru tau aku lho, ternyata bisa dinetralkan jengkolat dengan sprite
Hiburan sekaligus edukasi nihh
Jengkol... wkwkwk.. gimana sih rasanya jengkol, seumur-umur belum pernah makan jengkol. Jangankan memakannya baru lihatnya aja udah kesel.. wkwkwk
Selain Sprite yang pernah dengar ketimun juga bisa untuk mengobati kejengkolan, Mas.
Ingatlah, sesuatu yang berlebihan itu ga bagus. Termasuk makan jengkol mas...wkwkwkk
Mas agus, itu sisia 2kg jengkolnya tetap dihabiskan atau herman kapok dan ga mau makan jengkol lagi...?
*pertanyaan yang mesti dijawab sih ini...hahahah
btw itu obat sakit perut yg semriwing apa ya??
Kalau macarin anak tukang jengkol pernah kang.🤣🤣🤣