Tips menahan marah kepada orang yang berbeda usia
Setelah ngobrol lama dengan temanku maka aku memutuskan untuk pulang. Maklum sudah satu jam lebih kami bicara, aku tak enak barang kali tuan rumah juga punya kepentingan.
"Mas khanif, aku pamit dulu ya. Makasih suguhannya."
"Ah mas Agus, kenapa buru-buru sih."
"Udah sore mas. Siapa tahu ada yang mau ngojek lagi."
"Oh iya, maaf ngobrol lama , mungkin kamu kelewat beberapa penumpang."
"Ah tidak lah, aku malah senang ngobrol dengan sampeyan."
"Ya udah, tapi habiskan kopinya dulu ya."
Terpaksa aku habiskan kopi (padahal mah senang bukan terpaksa). Khanif juga menyeruput kopi hitam miliknya.
Saat aku hendak berdiri dan salaman, dari samping lewat dua anak kecil sambil berlarian. Salah satu anak itu tak sengaja menyenggolnya sehingga kopi yang diminum nya tumpah biarpun sedikit.
Dalam hati aku menduga anak kecil itu pasti akan dimarahi habis-habisan, tapi khanif menghela nafas dulu, baru beberapa saat kemudian bicara.
"Ardi, sudah bapak bilang berapa kali tak boleh lari-larian di sini, apalagi kalo ada tamu." Nada suaranya tegas tapi tidak keras.
Anak bernama Ardi itu menunduk." Maaf bapak. Ardi tak sengaja."
Khanif mengelus rambut anak itu. Ardi lalu mendatangi ku." Maafkan Ardi om." Katanya sambil cium tangan ku.
"Ah, tidak apa-apa kok."
Anak itu lalu pergi bersama temannya. Diluar sayup-sayup kudengar mereka saling menyalahkan.
Aku salut dengan temanku ini, kalo aku di rumah pasti sudah marahi anakku kalo begitu.
"Hebat kamu mas Khanif?"
"Waduh, mas Agus nyindir nih. Harap maklumi ya, soalnya Ardi masih anak-anak."
"Lho, aku malah salut sama kamu mas. Kalo aku pasti sudah marah plus juga jewer telinganya."
Lelaki berusia 30 tahun di depanku tertawa." Sebenarnya aku juga kadang marah sama anakku mas. Cuma aku juga lihat dulu persoalannya. Kalo tadi menurutku ia tidak sengaja, makanya tak aku marahi."
"Tapi aku tetap salut mas. Gimana sih caranya mengontrol emosi seperti mas khanif."
Khanif hanya tersenyum. " Gini lho mas Agus. Ada tips agar kita bisa menekan amarah. Cara ini aku gunakan dan Alhamdulillah bisa sedikit mengurangi amarah."
Akubtentu tertarik." Boleh dong bagi tipsnya."
"Pertama kamu lihat dulu siapa yang hendak kamu marahi. Kalo usianya dibawah kamu, maka kamu tarik nafas dulu lalu hitung selama 10 kali. Setelah itu baru kamu berpikir, apakah akan memarahinya atau tidak."
Aku mengangguk.
"Nah, kalo kita bertengkar atau marah dengan orang yang umurnya setara maka kamu hitung dulu 20 kali. Kalo dengan orang yang lebih tua atau beda sekitar 10 tahun, kamu tambah lagi hitungannya. Hitunglah sampai 30 kali.
"Kenapa kok makin banyak ngitungnya mas?"
"Karena untuk menghormati orang yang lebih tua. Mungkin kamu atau pendapatmu benar tapi bagaimanapun kita harus menghormati yang lebih tua. Dengan berpikir lebih lama maka kita bisa lebih bijak, apakah sebaiknya bertikai atau mengalah saja dengan orang yang lebih tua. Ingat, mengalah bukan berarti kalah ya."
Aku mengangguk agak mengerti.
"Itu kalo orang lain ya mas. Gimana kalo aku marah sama istri, kira-kira harus hitung berapa lama."
"Wah, kalo sama istri mah kamu hitung terus jangan berhenti. Pokoknya jangan bicara."
"Lho kok gitu."
"Iya, sebab kalo kamu bicara tapi masih marah maka kamu bisa-bisa tidur di kamar tamu, atau malah di pos ronda hahaha..."
Kampret, tentu saja aku hanya bisa memaki dalam hati.
"Nah, kalo aku marah sama kamu mas Khanif, aku harus hitung berapa lama." Miranda, istri khanif yang tadi sedang belanja di toko sembako tiba-tiba datang dan langsung nimbrung sehingga khanif agak gelagapan.
"Kalo mbakyu mah ngga usah ngitung, omelin saja langsung, gaskeun hahaha..." Jawabku.
Giliran Khanif hanya bisa ngomel dalam hati.
TAMAT
Anak itu sebenarnya guru kesabaran buat orang tuanya.
daripada tidur di pos ronda
Thank you for sharing