Cinta sampai mati
Ia memang terkena kasus pencurian setahun yang lalu. Beruntung istrinya Nita tidak minta cerai ketika ia masuk tahanan bahkan beberapa bulan sekali menjenguknya.
"Sayangku padamu tetap besar mas Satria. Aku tetap cinta padamu sampai mati. Tak perduli berapa lama kau dipenjara aku akan tetap setia menantimu."
Selain istrinya, orang yang pernah menjenguknya adalah pamannya tapi hanya sekali. Selain itu ada pak lurah Agus yang menjenguknya dan karena kepala desa itu sudah menjamin bakal memberikan uang pada istrinya makanya ia tenang.
Hari sudah hampir gelap ketika ia sampai dirumahnya. Rumahnya yang ada di pojok desa tampak sedikit tidak terurus, beberapa sampah dedaunan tampak berserakan.
"Nita, ini aku datang sayang." Teriak Agus sambil mengetuk pintu. Ditunggu beberapa saat tapi pintu rumah tetap tak terbuka bahkan sekedar sahutan pun tak ada. Setelah beberapa kali mengetuk pintu tapi tetap tidak ada jawaban akhirnya iapun mendobrak pintu itu yang ternyata tidak dikunci sama sekali.
Dilihatnya rumah dalam keadaan kosong. Ia berteriak memanggil istrinya tapi tak ada sahutan sama sekali. Oh, kemanakah Nita sebenarnya pikirnya bingung.
"Kau sudah pulang satria?" Sebuah suara terdengar dibelakangnya. Ia menengok dan melihat seorang laki-laki paruh baya berdiri di depan pintu.
"Paman, apakah kau melihat Nita istriku. Aku sudah mencarinya kemanapun tapi tidak ketemu. Dimanakah dia, apa paman tahu?"
Paman satria mengangguk. Sorot matanya terlihat sedih. Ia lalu mengajak pemuda berusia 25 tahun itu keluar rumah.
Melihat pamannya mengajaknya keluar maka hatinya menjadi tak enak. Mungkinkah istrinya itu ada main dengan orang lain seperti yang dikatakan oleh rekan satu selnya dulu. Tak mungkin, ia kenal betul dengan Nita, tak mungkin ia tega mengkhianatinya.
Ternyata kekhawatirannya tidak terbukti. Pamannya mengajaknya ke sebuah tempat yaitu kuburan umum yang ada di pinggir sawah. Di pojok kuburan tampak sebuah makam baru, tampak dari tanah merah yang masih menggunung. Sebuah papan nisan bertuliskan Nita tampak di makam baru tersebut. Melihat hal itu ia sangat terkejut, tak terasa kakinya lemas dan ia pun duduk bersimpuh di hadapan makam itu.
"Tiga hari lalu kami menemukan istrimu di pinggir sungai dalam keadaan tak bernyawa. Tak ada yang tahu sebabnya tapi warga menduga ia malu karena jadi omongan warga kampung punya suami narapidana." Ujar pamannya.
"Tak mungkin paman, sebulan yang lalu ia menjenguk ku dan senang karena aku akan segera bebas." Teriaknya keras sehingga beberapa burung yang sedang hinggap terkejut lantas terbang menjauh. Jika pamannya itu tidak mengasuhnya sejak kecil sejak ibunya meninggal maka ia bisa saja menghajar orang yang ngomong sembarangan.
Pamannya angkat bahu lalu pergi meninggalkan satria sendirian di pekuburan itu, matahari sudah tenggelam di ufuk barat dan terdengar suara adzan Maghrib di kejauhan. Ia tahu sudah membuat malu pamannya tapi mau bagaimana lagi, ia butuh uang untuk makan saat itu dan terpaksa mencuri.
Entah sudah berapa lama ia berada di depan makam istrinya itu hingga ia mendengar suara seseorang yang sangat dikenalnya. Suaranya terdengar sayup-sayup.
"Mas satria, tolong aku mas satria..."
Tersirat darah pemuda itu karena itu adalah suara istrinya, tidak salah lagi karena ia hafal betul.
"Nita, dimana kau." Teriaknya. Ia melihat sekeliling dimana hari sudah gelap gulita, kuburan itu tampak sunyi sepi, tak ada seorangpun.
Aneh, apa ia bermimpi atau melamun.
Saat ia melangkah kakinya itu, terdengar lagi suara di kejauhan." Mas satria... Tolong aku mas."
Ia segera melihat sekeliling dan di pojok kuburan itu tampak seorang wanita muda melihat dirinya. Walaupun gelap gulita tapi Satria yang sudah biasa beraksi pada malam hari segera mengenali kalo itu adalah istrinya. Segera saja ia kesana tapi bayangan putih itu pergi menjauh. Seperti gila, pemuda itu segera mengejar sambil berteriak-teriak. Sebenarnya larinya satria tidak kalah dengan seorang atlet lari tapi tetap saja dirinya tidak bisa mengejar sosok tersebut.
Tiba-tiba bayangan itu menghilang sehingga ia bingung. Setelah melihat sekeliling barulah disadarinya kalo ia berada di pinggir sungai. Aneh, untuk apa istrinya itu membawanya kesini dan mengapa ia menghilang.
Matanya yang tajam tiba-tiba melihat sesuatu di pinggir sungai. Ia segera mengambilnya dan mengenali kalo itu adalah baju kebaya kesayangan istrinya. Aneh, mengapa bajunya ada disini. Ia melihat sekeliling dan ketika mendongak keatas segera saja ia mengenali tempat itu. Tampak sebuah rumah megah di sisi tebing sungai dengan lampu di kejauhan.
Pak lurah Agus sedang duduk di kursi teras rumah sambil minum kopi ketika sebuah teriakan terdengar di depan rumahnya. Ia mengenali siapa gerangan yang berteriak mengganggu acara minumnya.
"Pak lurah keparat, kau apakan istriku." Teriak satria murka kepada orang didepannya. Kepala desa itu dulunya adalah orang yang sangat dihormatinya karena telah menolongnya saat ia kesulitan keuangan tapi kini ingin sekali ia menghajarnya. Dilihatnya dua orang datang mendengar teriakannya. Ia mengenal mereka berdua, Herman sebagai kepala centeng yang suka menagih hutang ke warga dan jaey yang tidak dipandang olehnya karena ia hanyalah penjaga keamanan di rumah tersebut.
Lurah Agus tampak santai saja." Kamu ini bicara apa Satria. Aku senang ternyata kamu sudah keluar dari penjara. Mengapa tidak duduk disini minum kopi kita berempat." Ujarnya ramah.
Pemuda itu agak tertegun juga. Bagaimanapun ia selama ini agak dekat dengan kepala desa tersebut sehingga hatinya jadi bimbang." Maaf pak lurah, aku hanya ingin bertanya, apa yang sudah kau lakukan kepada istriku. Kau apakan istriku."
"Satria, kurang ajar sekali kamu bicara seperti itu pada pak lurah. Apa yang kau andalkan heh." Bentak Herman murka. Ia memang selama ini yang jadi andalan mengurus sesuatu ketika pemuda itu dipenjara.
"Biar aku lempar ia keluar pak lurah." Ujar jaey pongah. Ia yang seumuran dengan Satria segera menarik bajunya tapi tentu saja tidak semudah itu.
Segera terjadi perkelahian di halaman depan rumah megah itu. Jaey merasa selama ini ilmunya cukup karena memang belum bertemu lawan yang sebanding jadi terkejut ketika Satria ternyata sangat tangguh. Ia tidak tahu kalo selama di penjara pemuda itu berlatih terus ilmu bela diri sehingga di tahanan ia menjadi narapidana yang disegani bahkan para sipir juga sungkan padanya.
Setelah sepuluh jurus jaey kewalahan menghadapinya dan sebuah tendangan keras di perutnya membuatnya tersungkur. Melihat hal itu Herman segera membantu dan terjadilah perkelahian sengit antara keduanya sementara pak lurah Agus asyik minum kopi sambil menonton mereka seolah melihat tontonan yang menyenangkan. Keadaan menjadi kacau balau, beberapa warga yang melintas depan rumah pak kades buru buru menjauh melihat perkelahian tersebut.
Setelah berkelahi beberapa lama Herman keteteran juga menghadapinya. Sungguh hal ini tak disangka karena selama ini ia tetap berlatih silat tapi tak disangka lawannya lebih tangguh. Tentu saja karena selama ini yang dihadapinya hanyalah jaey yang memang ilmunya lebih rendah sedangkan Satria di tahanan melawan para preman.
Sret, akhirnya Herman mengeluarkan goloknya untuk melawan satria. Pemuda itu terpaksa berhati-hati kalo tidak ingin ia celaka. Perkelahian kembali seimbang karena kepala keamanan itu dengan goloknya adalah lawan yang berbahaya. Pada suatu kesempatan yang baik ia akhirnya berhasil merebut golok itu dan menendang jatuh pemiliknya hingga tersungkur.
"Lurah keparat, matilah kamu." Teriak Satria sambil mengayunkan golok itu ke lehernya.
"Pak lurah, hati hati." Jaey segera mencegahnya tapi sayangnya karena jauh ia tidak berhasil mencegah golok itu ke kepala desa.
Golok itu mendarat telak di leher kepala desa tersebut. Sayangnya bukan lehernya yang putus tapi golok itu malah terpental dan jatuh ke lantai menimbulkan suara. Tentu saja Satria terkejut bukan main. Disaat itulah sebuah pukulan keras mendarat di kepalanya.
Sebuah jeritan keluar dari mulutnya, padahal dalam penjara ia sudah biasa adu pukul dengan tahanan lain sehingga agak kebal tapi pukulan dari lurah Agus benar-benar membuatnya tak berdaya. Melihat pemuda itu jatuh tak berdaya maka Herman tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Segera saja ia mengambil goloknya dan bermaksud menghabisi nyawanya.
"Ada apa ini pak lurah?" Sebuah suara terdengar, tampak di halaman depan beberapa warga yang melihat satria mengamuk lalu mendatangi ingin tahu.
"Bajingan ini ingin menghabisi pak lurah, apa menurut kalian ini pantas." Teriak Herman. Tentu saja warga kampung yang tahu satria adalah bekas narapidana jadi geram.
"Dasar maling tak tahu diri. Sudah bikin malu nama desa masih bertingkah juga."
"Hajar saja, habisi nyawanya."
"Ayo kita hajar saja. Kurang ajar dia berani sama pak lurah." Teriak yang lainnya.
Dalam sekejap satria yang sudah babak belur karena sebelumnya sudah duel dengan Herman dan Jaey jadi bulan bulanan warga. Percuma saja dia berteriak menjelaskan duduk perkaranya mengapa ia mengamuk di rumah pak lurah.
"Berhenti...!!!"
Beruntung sebelum nyawanya hilang diamuk warga desa yang marah sebuah seruan menggelegar terdengar. Semua orang langsung berhenti dan memandang heran pada pak lurah Agus yang menghentikan mereka.
"Pemuda itu pasti shok karena kematian istrinya kemarin sehingga berbuat aneh begini. Kasihan dia, bawa dia ke klinik dan obati sampai sembuh. Semua biaya pengobatan biar nanti aku yang tanggung."
Tentu saja warga desa jadi kagum pada pak lurah. Mereka tidak membantah lalu segera membawa keluar pemuda itu untuk diobati di klinik kampung.
Entah sudah berapa lama Satria pingsan akibat amukan warga. Ia sadar ketika mendengar suara masuk ke telinganya.
"Mas Satria, tolong aku mas Satria...."
Pemuda itu langsung bangun. Ia bingung dimana dia, tapi ketika mencium bau obat obatan ia paham ada di klinik. Ia menengok jam dinding dan dilihatnya sudah lewat tengah malam. Ia ingin bergerak tapi sekujur tubuhnya sakit semua biarpun luka lukanya sudah di perban.
"Mas Satria, tolong aku mas Satria..."
Tentu saja ia makin kaget. Dilihatnya di luar jendela ada sesosok tubuh memandangnya.
"Nita..."
Segera saja ia bangun dan melupakan semua rasa sakitnya karena ingin bertemu dengan istri tercintanya. Tersaruk-saruk ia pergi keluar ruangan menuju sosok di jendela itu tapi bayangan itu sudah menjauh. Dengan susah payah ia berusaha mengejarnya tapi sayangnya dia sudah menghilang.
"Nita, dimana kau sayang. Aku ingin bertemu denganmu." Teriak Satria, cuma sayangnya karena cidera suara yang keluar dari mulutnya lebih mirip rintihan.
Setelah mencari kian kemari tidak ketemu akhirnya pemuda itu memutuskan untuk kembali ke klinik. Saat ia hampir sampai di klinik itulah dilihatnya seseorang mengendap-endap menuju kamarnya, ditangan kanannya ia menggenggam sebuah golok. Ia mengenal nya yaitu Herman. Bangsat, pasti ia suruhan pak lurah agar membungkam mulutnya.
Dengan tersaruk-saruk iapun pergi kembali. Tak mungkin melawannya dengan cidera yang ia alami.
Karena tak tahu kemana ia harus pulang maka iapun melangkahkan kakinya kemana saja. Pulang ke rumahnya ia tidak betah dan juga tak aman karena para begundal pak lurah pasti akan mengejarnya. Ke rumah pamannya nanti malah akan membahayakan dirinya dan keluarganya.
Ia tiba di jalan raya. Karena pikirannya kacau ia menyebrang jalan saja tanpa menyadari bahwa sebuah mobil menuju dirinya dan iapun jatuh.
"Astaga, mang Kardi. Kenapa kau menabraknya." Terdengar suara panik dari arah belakang. Pintu mobil terbuka dan keluar seorang gadis muda berpakaian hijau, wajahnya tampak pucat.
"Ngga non. Mamang tidak menabraknya, sumpah." Terdengar suara ketakutan dari supirnya. Orang yang dipanggil mang Kardi keluar juga. Ia memeriksa pemuda itu dan lega.
"Lihat non, ia hanya pingsan saja. Tak ada bekas luka tabrakan. Sepertinya ia jatuh karena luka lukanya, lihat saja tubuhnya dibungkus perban."
Gadis berbaju hijau itu tampak lega.
"Bagaimana ini non, apakah kita bawa ia pulang atau bagaimana?"
"Bawa ia ke belakang mang, nanti kita obati ia. Bagaimanapun juga tak baik meninggalkan dirinya disini. Bagaimana kalo ia nanti meninggal."
Pria separuh baya yang dipanggil mang Kardi itu menurut. Ia segera membuka pintu belakang mobilnya lalu menggotong pemuda itu dengan susah payah. Maklum, tubuhnya kalah besar dengan pemuda itu. Melihat hal itu gadis itupun kasihan dan ikut membantunya.
"Kok dibelakang non, tidak didepan saja?"
"Ngga mang, biar aku menjaganya, takutnya mang Kardi ngebut dan tubuhnya jatuh ke bawah kursi kan malah repot."
Mobil pun melaju kembali. Karena jalanan yang agak rusak maka tubuhnya terguncang guncang.
"Mang, tidak usah buru-buru mang, kasihan dia."
Supir itu hanya mengangguk. Gadis itu melihat orang yang ditolongnya. Wajahnya sebenarnya tampan tapi sayangnya karena bengkak jadinya tidak karuan.
Tiba-tiba satria membuka matanya sedikit. Dilihatnya samar samar seorang gadis berada di sampingnya, wajah yang sudah sangat dikenalnya karena ia yang selama ini dirindukannya.
"Nita, kau kah itu Nita?"
Bersambung
Itu namanya ada yang ketukar, Satria jadi Agus, mas
Terus wanita berbaju hijau yang bersama mang Kardi siapa doongg beneran Nita atau nyiroro kidul..🤣🤣🤣
ditunggu kelanjutannya mas agus :D
Ngomong-ngomong penasaran banget sama Nita. Apa bener sudah meninggal. Kalau iya, apa yang menyebabkan Nita meninggal. Duh, jadi gak sabar baca episode selanjutnyaaaaaa.😆😆😆
Ditunggu kelanjutannya mas Agus.
saya yakin nita pasti baik-baik saja. Tapi saya curiga sama pak lurah nya.. Hmm..🤔
Tinggal kebaya ya dipinggir kali, hmm.. hihi
Asiik dah mulai cerbung lagi niih. Tapi tadi malam tidak jadi saya baca penuh, ini baru taklanjut siang. Tadi malam njegrik, Merindiiing dengar nita memanggil manggil ..itu mau minta oleh oleh kemenyan apa ayam geprek cabe ijo yaa
Padahal lagi greget-gregetnya hahaha.
Kak Agus ini hebat sekali membuat cerpen yang sanggup membuat orang gregetan ya! 🤣
Si gadisnya genit juga, langsung fokus pada ketampanan... :D
Ditunggu kelanjutannya Mas.
Ini pak lurah pemain debus mas? Wkwkw. Bisa-bisanya si golok malah mental pas kena leher beliau?
Endingnya lumayan bikin penasaran. Apakah memang si Nita? Apa orang lain, dan si Agus hanya berimajinasi kalau si "non" punya wajah mirip dengan almarhum istrinya?
Kenapa leher pak lurah nggak terpotong, jangan-jangan goloknya mainan tuh hahahaha.
Mau nebak ah, nantinya si Satria jadian ama gadis yang nolong dia kan? kan? kan? :D
gadis yang menolong satria itu nita atau bukan?
baca lanjutannya ah biar gak penasaran.. :D
Si pak lurah kayanya punya aji-ajian itu..
Kasihan satria, sudah jatuh tertimpa tangga pula...
Mumpung di tolongin gadis kaya yah.. mau baca kelanjutannya nnti pas pulang kerja...
Aku penasaran yaa kok Pak Lurah bisa langsung dituduh
Kalo lihat sekilas dari komen, pak lurah ada "main" yaa sama Nita.
Lanjut besok ah bacanya