Pengalaman mengasuh sepupu sendirian di rumah
Daftar Isi
Sepupu adalah anak saudara dari ibu atau ayah. Tentu semua orang memiliki sepupu, baik sedikit ataupun banyak. Ada yang menyenangkan tapi banyak juga yang menyebalkan. Nah, berikut ini pengalaman seseorang mengasuh sepupunya yang masih kecil saat ditinggal orang tuanya pergi.
"Ibu tinggal dulu ya Reyna. Kami harus ke kota sebelah menjenguk pamanmu. Besok juga pasti balik." Kata ibuku sambil tangannya bekerja memasukkan pakaian kedalam koper. Paman kena kecelakaan dan harus di rawat di rumah sakit. Ayah dan ibu serta bibiku yang terakhir tentu saja segera kesana begitu dikasih kabar oleh istrinya paman.
"Rey, aku titip Heni dulu ya. Disana anak kecil tidak boleh masuk rumah sakit." Kata bibiku sambil menyerahkan anaknya yang bernama Heni, sambil tidak lupa memberikan selembar uang berwarna merah yang aku terima dengan sungkan walaupun dalam hati senang. Ia anak kecil berusia tujuh tahun. Heni adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak pertama sudah menikah dan ikut istrinya, sedangkan yang kedua sedang kuliah di ibukota.
Aku hanya mengangguk. Ibu sendiri berpesan agar aku menjaga dengan baik, tak lupa juga untuk menyuruhku belajar karena sudah dekat skripsi. Setelah melambai pada mobil ayah yang melaju pergi, aku putuskan untuk masuk saja. Maklum hari sudah sore menjelang magrib.
"Heni, main sama kakak yuk." Kataku padanya. Ia tersenyum senang lalu kami bermain boneka di kamarku. Ibuku memang suka membelikan boneka setelah ayah gajian biarpun aku sudah kuliah. Tentu saja teman-temanku tak ada yang tahu.
"Kak Rey, itu yang diluar jendela minta ikut bermain juga." Heni tiba-tiba bicara sambil menunjuk jendela kamarku.
Reflek aku menoleh. Kulihat jendela tapi tidak kulihat seseorang disana.
"Mana, tidak ada kok."
Heni diam saja. Aku segera menutup jendela dengan korden sambil diam-diam menyesal. Dia memang anak yang lucu, tapi memiliki kemampuan lebih yaitu bisa melihat makhluk halus. Kemampuan itu kata bibiku mungkin diwarisi dari kakek.
Reyna sendiri pernah ke rumah kakek di desa. Ternyata Heni juga sedang liburan disana. Aku senang juga dengan sepupunya itu karena lucu, namanya anak kecil ya.
Suatu hari aku dan Heni belanja ke toko. Seperti biasa ia lalu minta jajan. Saat pulang ketika tiba di pertigaan jalan ia tiba-tiba memelukku dengan wajah ketakutan. Tentu saja aku kaget tapi memeluknya juga sambil mengelus-elus punggungnya. Setelah lewat pertigaan barulah ia cerita kalo ia tadi takut karena di pertigaan tadi ada orang yang kepalanya berlumuran darah dengan badan remuk.
Aku tentu saja kaget tapi biasa saja. Paling hanya khayalan anak kecil pikirku. Setelah sampai rumah aku iseng-iseng mengatakan pada kakekku. Kakek lalu berkata bahwa seminggu yang lalu di pertigaan jalan itu ada orang meninggal karena kecelakaan, di tabrak mobil oleh supir yang mabuk. Aku tentu saja merinding mendengarnya.
Teringat peristiwa itu membuat Reyna merinding sendiri, apalagi tadi ia bilang kalo di jendela ada yang mengintip dan ingin ikut bermain. Kalo maling rasanya tidak mungkin kan ingin permainan.
"Kak, kakak, Heni pengin pipis nih." Katanya sambil menarik-narik bajuku. Aku terpaksa mengantarnya ke kamar mandi sambil berdoa agar ia tidak mengoceh ada penampakan disana.
Aman, ternyata sampai selesai Heni diam saja. Aku lalu mengajaknya ke kamar tapi saat tiba di kamar ibuku mendadak saja ia berhenti.
"Kak, siapa sih dia. Dia kan tadi diluar kok sudah masuk rumah tidak permisi."
Mampus dah batinku.
* * *
Setelah sholat Maghrib aku lalu memberikan ia mainan agar tidak mengoceh saja, mana hanya kami berdua saja yang ada di rumah. Ia senang lalu tertawa-tawa sendiri. Aku sendiri masa bodoh, yang penting ia tidak mengoceh tentang sesuatu yang tidak bisa kulihat. Anak indigo memang sebaiknya dialihkan perhatiannya.
Tapi tidak lama kemudian ia ternyata bosan. Tiba-tiba aku ingat dan segera memberikan hape android milikku, ada beberapa game disana. Betul juga, ia senang sekali dan langsung bermain. Aku lega lalu segera ke meja untuk belajar, maklum skripsi sudah dekat.
Tidak terasa sudah jam 9 malam. Kulihat ia sudah mulai mengantuk biarpun masih memegang hape.
"Tidur yuk." Ajakku. Heni mengiyakan lalu kami berdua menuju kamar. Kami berbaring di kasur, ia minta dipinggir saja, padahal tadinya aku hendak menidurkan di dekat tembok saja karena takut ia jatuh. Tapi Heni minta dipinggir saja, akhirnya aku mengalah dan memberikan ia bantal guling dipinggir agar dia tidak jatuh.
"Gulingnya mirip yang tadi." Ocehnya lagi.
Duh, dasar ini anak batinku." Yang tadi yang mana."
"Itu yang diluar jendela lalu tadi di depan kamar bibi."
Asem, keluhku dalam hati. Jangan bilang kalo dari tadi Heni melihat pocong.
"Ya sudahlah. Yang penting sekarang kita bobo dulu. Orangnya juga tidak ada kan." Bujuk ku.
"Ada kok, dia masih ada."
Reyna agak takut tapi menjawab juga." Iya ada, tapi kan dia diluar, tidak ada dikamar ini."
"Tidak kak Rey, dia tidak diluar, tapi sekarang ada di kamar, tepat di belakang kakak saat ini."
Entah kenapa, malam hari itu terasa sangat panjang bagi Reyna.
TAMAT
Semakin panjang, Apaan yang panjang..������
Kan setannya didalam kamar dibelakang Reyne..
Kenapa jadi panjang apa setannya nganu..������
Aduh aku mah ogahd eh ngasuh anak indigo
Ponakanku ada dong satu yang begitu
Lagi di mall jalan sama-sama, tiba tiba dia minggir sendiri
"Kenapa de?"
"Tuh ada tante serem lewat"
Lalu semua orang cuma bisa terdiam kwkwkwkw
Aneh ..., kenapa juga yaaak .. kalau aku membaca cerita2 tentang perhantuan muncul merindingnya.
Tapi pas lihat hantu betulan rasanya biasa aja, loh .. ya cuma merinding dan kaget bentaran doang gitu.
Woooww menarik ceritanya kak sampai merinding bulu anuku bacanya.����
Lam kenal yaa mas.����
Aku juga punya keponakan yang Indigo. ( Ingin Digoyang )
Tapi kali ini kurang twist mas, agak bisa ketebak endingnya, tapi kepleset dikit sih, kupikir hantu yang remuk karena kecelakaan di jalan yang ngikut ke kamar, e ga taunya malah kue lemper...alias poconk hohoho, tapi ngomongin hantu lokal paling takut emang pocong sih aku, ga tau kenapa rasanya serem walaupun modelnya cuma dibungkus kain, dulu kalau di kampung lewat pohon pisang yang sampingnya rimbun selalu suujon takut ketemu pocong hahhahahah...
untung aku bukan reyna yg harus menjaga heni.. wkwk.. kalo aku mungkin langsung auto ngungsi ke tetangga sebelah.. dari pada horor.. hihi
oh ya, bangun paginya peristiwa apa yang terjadi mas?
Mungkinkah ada penampakan lagi gitu?
Duh? Ngeri nih bacanya , ku pikir tak buat cerpen horor lah malah buat lagi.
Sampai merinding bulu anuku mas...Hiihiii Taakuuttt!!...
Tadinya aku pikir kisah lucu tentang keponakannya. Ternyata kisah horror anak indigo yang punya indra ke7.
Untung bacanya siang. Kalau malam Hiii seraamm..
Ok lam kenal saja yaa...
Saya baca beberapa paragraf atas doang, maaf ya mas Agus ahahaha soalnya kalau sudah feeling bakal horror pasti saya scroll ke bawah karena saya suka kepikiran orangnya :""""D by the way bicara soal indigo, dulu itu anak indigo related ke anak-anak pintar yang punya kelebihan di atas rata-rata, tapi sekarang, kebanyakan indigo lebih related ke anak-anak yang bisa lihat sesuatu yang tak terlihat mata :"D
Untung saya bacanya pagi hari, meski sempat merinding juga awalnya.
Dan untung juga saya nggak punya keponakan indigo, kalau punya, kayaknya saya mau koleksi alquran di mana-mana hahahaha, mau mengaji sepanjang hari, mau baca ayat kursi sepanjang waktu hahaha.
Etdaahh, kenapa pula ini tokohnya bernama Rey, kan jadi merasa berada di dalam ceritanya hahaha.
Pokoknya enggak banget dah yang namanya hantu-hantuan, saya penakut kelas kakap soalnya :D
Anak teman saya, belum lama ini sampai sepedaan jauuh bgt, padahal baru tk. Katanya di ajak 'teman teman' sepedaan ke tikungan wingit di batas kota kami.
Memang sehari hari anak itu kalau cerita ya seperti itu
ahahah nice story mas! saya juga lagi ingin lho bisa nulis cerpen karena suka baca fiksi..
Sering wira wiri blog ini sebenanrnya tp baru sempat komentar.. :D
Ngeri ya kalau momong anak indigo, hehe. Teman saya ada yang begitu anaknya. Tapi katanya sekarang udah hilang dan nggak pernah ngomong aneh2 lagi.