Doa anak Herman
Herman dan Ningsih sudah pacaran selama setahun. Pertemuan mereka awalnya dari acara kumpul bareng sesama alumni sebuah kampus, ternyata mereka berdua berada dalam universitas yang sama biarpun tidak pernah bertemu, atau mungkin pernah ketemu cuma sekilas saja sehingga tidak menimbulkan kesan yang mendalam.
Herman saat itu bersama sahabat karibnya yaitu Satria. Ia dikenalkan dengan Ningsih, yang kebetulan adalah salah seorang penggemar cerpen cerpennya di blogger. Yup, selain sebagai mahasiswa satria juga merangkap pekerjaan sebagai blogger, dan dari kegiatannya itu ia dapat uang untuk biaya kuliahnya. Sebenarnya wanita itu menyukai sang cerpenis, cuma berhubung Satria sudah memiliki pacar maka akhirnya ia jadian dengannya setelah acara reunian itu. Herman sendiri begitu melihat wanita cantik itu langsung jatuh cinta.
Setelah setahun pacaran maka Herman dan Ningsih memutuskan untuk menikah saja karena sudah cocok. Acara pernikahan di gelar di kediaman mempelai wanita.
Setelah menikah maka ia ikut dengan suaminya di Jakarta, apalagi Herman sudah bekerja sebagai staf kantor di sebuah perusahaan di ibukota.
Satu dua tahun pernikahan mereka lancar saja karena Herman adalah suami yang bertanggung jawab. Ia selalu menafkahi istrinya lahir dan batin, pendapatannya sebagai staf kantor sudah cukup untuk membiayai kehidupan mereka berdua, selain itu ia juga sangat penyayang dan setia. Baginya Ningsih adalah wanita pertama dan terakhir di hatinya. Ningsih tentu saja sangat senang.
Memasuki tahun ketiga barulah muncul sedikit masalah. Orang tua Ningsih selalu bertanya kapan mereka akan punya cucu, maklum karena hanya punya satu anak saja yang sudah di peristri oleh Herman. Sementara untuk orang tuanya sendiri santai saja, karena dari kakak dan adik Herman mereka sudah punya setengah lusin cucu.
Masa masa ini tak pelak kadang membuat Herman stres kalo berkunjung ke rumah mertuanya. Belum diberi kepercayaan oleh Allah, begitu jawabannya.
Padahal bukan mereka tak berusaha untuk memiliki anak. Bikin anak seminggu bisa tiga empat kali, Ningsih juga rajin minum jamu tradisional yang bisa menyuburkan kandungan. Selain itu, tentu saja mereka juga berobat ke dokter. Tak lupa pula mereka berdoa tiap hari terutama Ningsih tiap mau tidur meminta agar ia diberi keturunan.
"Ya sudah sabar saja, mungkin belum rejeki mu mas Herman." Begitu kata sahabatnya Satria saat mereka sedang ngopi bareng di beranda rumahnya dan ia berkeluh-kesah. Satria kadang ke tempatnya, Herman juga kadang main ke rumah kawannya itu.
"Iya sih kang Satria, tapi bagaimanapun saya agak jengkel juga kalo ditanya terus."
"Tak usah ditanggapi mas her, anggap saja masuk kuping kanan keluar kuping kiri." Ujar Satria menenangkan temannya tersebut.
Tapi memang usaha tak mengkhianati hasil. Setelah empat tahun akhirnya Ningsih hamil juga. Tentu saja Herman girang bukan main. Keluarga besarnya segara saja di beritahu, dan tentunya mertuanya yang tidak sabar menimang cucu.
Setelah sembilan bulan maka lahirlah anak Herman. Mereka sepakat untuk memberinya nama Heni, singkatan dari nama nama mereka berdua yaitu Herman dan Ningsih. Kelahiran Heni seolah menjadi titik balik bagi rumah tangga Herman, karena mertuanya kini jadi lebih sayang padanya. Bukan cuma itu, ia juga diberikan sebuah hadiah berupa Mobil Ayla. Tentu saja ia sangat senang sekali, niatnya untuk kredit mobil segera ia batalkan.
Selain itu, mereka berdua jadi rajin ke Jakarta untuk menengok cucunya, gak heran Heni jadi dekat dengan kakek neneknya.
Heni menjadi anak kecil yang lucu dan menggemaskan. Badannya juga sehat karena kedua orang tuanya selalu memperhatikan.
Seperti ibunya yang suka berdoa, Heni sebelum tidur juga kadang suka berdoa. Ia mendoakan kedua orangtuanya agar bahagia, begitu juga dengan kakek dan neneknya ikut didoakan.
Heni kini sudah berusia lima tahun dan sekolah TK. Suatu malam sebelum tidur ia berdoa." Ya Allah, bahagiakan lah papa, mama, dan nenek. Terimalah kakek di sisimu, amiiin."
Herman yang hendak menyelimuti anaknya tentu saja jadi heran karena tak biasanya Heni berdoa seperti itu, tapi ia tidak bertanya.
Keesokan harinya ketika ia sedang kerja di kantor ada telepon yang masuk. Ternyata dari Ningsih, tak biasanya dia menelpon saat ia kerja kecuali ada keperluan darurat.
Benar saja, ternyata memang ada hal yang penting sekali." Mas Herman, cepat pulang mas. Bapak meninggal dunia tadi, katanya kena serangan jantung." Katanya dengan Isak tangis.
Tentu saja Herman terkejut sekali. Tiga tahun lalu mertuanya itu memang pernah dibawa ke rumah sakit karena sakit jantung. Ternyata kini penyakitnya kini kambuh lagi bahkan merenggut nyawanya. Tentu saja ia segera minta ijin dan pulang ke rumah, dan disambut oleh tangisan istrinya.
Saat sedang pulang kampung menuju rumah mertuanya entah kenapa ia teringat dengan doa anaknya itu. Apa mungkin anaknya itu tahu dan punya firasat karena ia dekat dengan kakeknya, tapi rasanya mustahil bukan.
Di kampung halaman istrinya mereka disambut isak tangis lagi. Setelah pemakaman mertuanya dan tahlilan selama tiga hari Herman lalu berangkat ke ibukota seorang diri, maklum dirinya terikat dengan pekerjaan sehingga tidak bisa cuti banyak.
Setelah beberapa waktu kemudian keadaan kembali normal dan Ningsih juga sepertinya sudah merelakan kepergian bapaknya. Ia lalu meminta agar ibunya ikut ke Jakarta tapi ditolak. Dikampung halamannya ada keponakannya yang bisa mengurus dan juga ia tidak biasa merantau jauh dari kampung halaman.
Kehidupan berjalan seperti biasa, Herman kini karirnya makin bagus dan menduduki jabatan bagus di kantor. Heni juga sudah berumur tujuh tahun dan sudah kelas satu SD.
Dan malam itu seperti biasa Heni berdoa."Ya Allah, bahagiakan lah papa, mama, dan nenek. Terimalah nenek di sisimu, Amiiin."
Herman yang mendengar doa anaknya jadi tersentak. Teringat dia dengan doa Heni semalam sebelum mertuanya meninggal. Saat ia mau bertanya, anaknya sudah keburu tertidur.
Dikamar, ia tidak bisa memicingkan matanya malam itu. Teringat ia dengan doa Heni sebelumnya, apakah ini sebuah pertanda.
Bulu kuduknya berdiri, mungkinkah ini firasat anak kecil yang tajam. Ia sendiri tidak bisa cerita ke istrinya, takutnya istrinya yang masih percaya hal gaib jadi histeris dan minta pulang malam itu juga, kan bisa berabe.
Keesokan harinya ia berangkat kerja seperti biasa. Sebelum berangkat ia menelpon dulu kepada mertuanya sehingga membuat istrinya heran. Tumben amat suaminya itu menelpon ibunya.
"Halo Bu, apakah ibu baik-baik saja?" Katanya setelah telepon diangkat.
"Alhamdulillah ibu baik-baik saja. Bagaimana keadaan Heni." Mertuanya bertanya balik.
Syukurlah ia tidak apa-apa, batin Herman. Ia lalu menjawab dan setelah ngobrol agak panjang percakapan itu pun berakhir. Ia pun berangkat kerja dengan perasaan lega.
Walaupun begitu ia tetap agak was-was juga. Sepanjang hari ia melihat telepon, takut tahu-tahu istrinya menelpon dan mengabarkan mertua perempuannya meninggal. Beberapa rekan kerjanya bertanya mengapa ia resah, yang ia jawab dengan tidak ada apa-apa.
Sore hari ia pulang kerja dengan perasaan lega. Tak ada telepon dari kampung istrinya. Ia pun berpikir kalo itu hanyalah kebetulan semata.
Saat sedang makan malam dengan anak istrinya itulah hapenya Ningsih berdering. Ia pun lalu mengangkat dan tiba-tiba hapenya jatuh, begitu pula dirinya. Ternyata telepon itu berasal dari tetangganya yang mengabarkan bahwa ibunya sedang dibawa ke rumah sakit karena tertabrak oleh mobil yang dikemudikan oleh orang yang mabuk dan kini keadaannya kritis.
Herman yang mendengar hal itu langsung shock bukan main. Selain tersentak oleh kabar duka itu juga teringat dengan doa anaknya. Tak salah lagi memang kalo doa Heni pastilah sebuah firasat.
Mereka tentu saja segera pulang kampung, tapi sayangnya baru satu jam perjalanan, tetangganya mengabarkan kalo ibunya sudah tiada. Ningsih langsung saja pingsan, Herman yang kalut pikirannya hampir saja menyenggol sebuah truk, beruntung tidak terjadi apa-apa.
"Apa mungkin anak kecil bisa punya firasat kang Satria? Bisa tahu kalo seseorang akan meninggal?" Tanya Herman pada kawan karibnya itu pada suatu hari setelah ia kembali ke Jakarta.
"Mungkin juga sih, apalagi jika dia anak indigo, soalnya anak seperti itu perasaannya tajam."
"Wah masa sih. Memang kang Satria pernah lihat anak seperti itu selain Heni?"
"Pernah." Jawab Satria." Tapi bukan firasat bisa melihat orang mau meninggal tapi bisa melihat makhluk halus. Kamu tahu ponakan ku Keyla kan, jadi suatu malam aku dan Keyla itu jalan jalan di Mall. Eh, pas lagi di lantai dua, tiba tiba ia mepet ke aku seperti orang ketakutan. Tentu saja aku tanya kenapa, katanya tadi ada Miss K lewat. Tentu saja aku jadi merinding. Bukan cuma di pusat belanja saja, katanya di rumahku dibagian belakang juga ada Mr. G yang nongkrong."
"Serem amat sih."
Beberapa bulan setelah percakapan itu seperti biasa Herman menyelimuti anaknya sebelum tidur. Betapa kagetnya ia ketika hendak tidur Heni berdoa." Ya Allah, bahagiakan lah papa dan mama. Terimalah papa di sisimu, Amiiin." Setelah berdoa seperti itu iapun tertidur.
Tentu saja Herman jadi panik. Celaka, apakah besok ia akan mati pikirnya.
Esok harinya ia berangkat kerja dengan perasaan kacau. Ia khawatir apakah nanti akan terlibat kecelakaan maut yang merenggut nyawanya dan karena itu ia memacu mobilnya dengan sangat hati-hati. Alhamdulillah ia sampai dengan selamat.
Ditempat kerjanya Herman pun tetap tak tenang. Apakah nanti akan terjadi gempa lalu gedung kantornya runtuh, pikirnya. Melihat ia gelisah beberapa rekannya menanyakannya tapi tidak digubris olehnya. Mungkin semalam tidak diberi istrinya kali, begitu kelakar beberapa temannya.
Pulang kerja ia tidak pulang ke rumah tapi mampir ke Mall. Sengaja ia berada di keramaian yang menurutnya aman. Ia terus-menerus melihat jam dengan resah, berharap jam 12 malam cepat berlalu.
Akhirnya tengah malam pun lewat dan syukurlah tidak terjadi sesuatu apapun. Herman menarik nafas lega. Sepertinya aku saja yang terlalu berlebihan pikirnya.
Jam satu malam barulah ia sampai di rumah. Sesampainya di tempat tinggalnya ia segera mencari Ningsih yang sedang duduk di ruang tamu dengan wajah kalut. Melihat Herman datang maka istrinya itu langsung bertanya." Kemana saja sih mas kok baru datang. Aku hubungi kantor tadi katanya sudah pulang tapi kok ngga balik ke rumah. Aku telpon nomornya juga tidak aktif."
"Maaf dek Ningsih tadi aku ada urusan penting dan kebetulan pula baterainya habis jadi hapeku mati. Tapi aku tidak apa-apa kok." Jawabnya.
"Oh syukurlah, aku menghubungi soalnya ada hal penting."
"Hal penting apa?" Tanya Herman.
"Temanmu Satria meninggal dunia sore tadi."
TAMAT
eng
ing eng
hore gw jadi team garcep
#Awas spoiler allert..
ternyata itu adalah anak satria ya...hohoho
artinya main serong deh ya si ningsihnya
bagus mas ceritanya
tapi memang merinding sih kalau kebetulan dekat orang yang punya kemampuan lebih..takut tar ada penglihatan2 ke kitanya huahahha, trus diramal ramal deh, apesnya yang biasanya diomongkan yang serem2 misal meninggal hiks
betewe mister G kali mas..bukan miss G, kecuali kalau genderuwonya perempuan xixi
Dasar si Ningsih memang hobinya main belakang.. wkwkwk
Tisuu mana tisuuu ...
Sedih banget baca endingnya 😢😥
lahh aku jadi mikir pas terakhir, doa heni yang "papa" itu, tapi satria :D, kan kan kan ada apa gerangan ningsih dan satria
hidup lebih damai dan tenteram
Wah, kasihan banget herman. Ternyata selama ini heni bukanlah anaknya😟
Saya jadi sedih. Tapi bahagia Herman nggak jadi menyusul mertuanya.
Jadi anaknya si KangSat itu?
Jadi aslinya si Herman itu memang ahh.. bikin ending kayak gini tuh menyebabkan pembaca gatal-gatal dah hahaha.
Btw, sayanya yang pikun atau memang mas Agus ini yang keren banget imajinasinya ya? sampai bisa gitu dihubung-hubungkan, sampai jadinya masuk akal.
Btw ayo deh bikin novel, beneran.
bakalan laris tuh, saya pesan deh kalau Mas Agus bikin novel.
Bikin kayak cerpen, tapi saling sambung menyambung, menarique!
Apalagi pakai nama para blogger hahahaha
Wah, dari sini akhirnya ketahuan kalau anaknya Herman ini sesungguhnya bukan anak Herman, melainkan anak Satria. Jadi seharusnya namanya bukan Heni (Herman dan Ningsih), tapi Sani (Satria dan Ningsih). Wah, harus selamatan ganti nama nih. Hehehe.🤭
Ngomong-ngomong gimana bakalan nasibnya Ningsih ya? Harus dibuat part 2 nya nih mas.😆
Aku malah masih penasaran kenapa anaknya Herman bisa berdoa seperti itu 😂
Baca ini saya pelan2 banget pas tahu papa mau meninggal. Kapan ya meninggalnya. Ternyata kok endingnya bikin ketawa, hahaha.
Bagus ceritanya, Mas Agus.😊
(auto lagu kumenangisssssss)
eh aku ikut mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya satria
ehh
habis satria every time everywhere tokohnya hihi
Sumpah kaget.. tak terduga.. Pengen nangis rasanya.. wkwkwkw
Tapi kalau sungguhan Heni ada, serem juga ya. Bisa membaca masa depan, soal kematian lagi. Btw Mas, kalau pas Herman yang meninggal, statusnya sebagai apa ya didalam doanya Heni 😅
Aha, inilah keuatan fiksi, membebaskan pengarang untuk berimajinasi dan pembacanya tinggal menambahkan sesuai persepsi.
ketawa dikit aja lah takut didoain heni :D
Kirain udah ada update karena aku juga pengin jadi pengomentar pertama di blognya mas Agus yang keren ini.
jadi si anaknya itu anaknyaaa........ Aduuhh ku kira bakalan endingnya serem macam film final destination, ehh ternyata lebih serem dari final destinantion. :D
.
Pesan moralnya adalah sebelum menikah wajib berdoa dan istiqoroh biar diberikan petunjuk dan jalan terbaik agar menjadi rumah tangga yang sakinah mawadah dan warahmah :)
Amit2 kalo dapet anak gini, yg bisa punya firasat Mulu . Duuh ga tenang hiduuup :p.
Tapi, nyesek banget jadi Mas Hermannya :(
Kenapa nggak bini nya aja yg mati sih :( benci :(
Sekalian sama anaknya juga mati sebel ih ngapain anak selingkuh diajak hidup bareng :(
itu berarti hermannya m*nd*l dong mas Agus? 😆
lah, ternyata malah satria..
lah, berarti heni anaknya satria?? :D
Ehh ternyata endingnya nge-twist dan bikin ngakak juga, jadi selama ini ternyata mas Herman beneran aahh sudahlah...
Ayoo bikin lanjutannya mas..penasaran dengan nasib Ningsih.
Salah herman sendiri gk bisa kasih ningsih anak... Hehehe
Baca paragraf atas okelah, pas baca bagian paragraf bawah ceritanya terlalu horor . Itu mah, kebiasaan mas Agus bikin cerita yang buat para pembaca oto merinding.
👍👌👍
Dan ternyata bapak aslinya adalah si anu ya
Bisa ya mas bikin cerita begini mantap
info teman meninggal bikin panik dan ngeri
Tp aku juga gitu, sih. Kalo ada yg mau meninggal dh ada firasat dluan. :( gak nyaman euy
Keren Bang, ternyata Heni adalah anaknya Satria, mungkin karena putus asa Ningsih minta tolong Satria agar bisa memiliki anak.
Bagus ceritanya nih :D
Awalnya pas baca judulnya hampir aja aku salah baca. Kirain 'Doa anak haram'. 😁😁😁