Horor di rumah kontrakan
Sebagai mandor bangunan atau proyek pabrik yang sudah terkenal di daerahnya maka wajar saja kalo Satria sering dapat obyekan. Jika mendapat order ia pasti akan selalu memanggil empat teman lamanya waktu SD dulu yaitu Agus, Herman, Jaey, dan khanif.
Bukan tanpa alasan ia selalu memanggil mereka berempat, selain kerjanya rajin sehingga tepat waktu, mereka juga tidak terlalu perhitungan, dikasih berapa saja diterima, dan sebagai bos yang baik tentu saja ia selalu memberi lebih.
Selain mereka berempat, kadang ia memanggil orang lain terutama jika dapat proyek pabrik sebab tak mungkin hanya empat kuli saja, biasanya ia mengundang 10 orang, yang enam ia cari serampangan saja. Kalo hanya bikin rumah sih cukup berempat saja, berlima dengan dirinya.
Seperti kali ini, ia dapat tugas membuat gudang untuk sebuah perusahaan yang ingin buka cabang dari pak Dahlan. Gudangnya sebenarnya sudah ada tapi sudah lama tidak diurus sehingga terbengkalai dan cukup banyak yang rusak. Dan karena keuangan mencukupi pak Dahlan berniat membukanya.
Setelah deal masalah harga maka hari ini juga satria memanggil keempat sohibnya itu.
"Man, kamu lagi nganggur tidak?" Tanyanya pada Herman yang paling tua dan biasanya jadi kepala tukang. Yang lain ngikut saja.
"Wah, lagi mau panen sawah ku kang, tumben nelpon, apakah ada proyek nih?"
"Tentu dong, kau tinggal saja sawahnya, biar mertuamu yang ngurus." Rayu nya sambil menjelaskan kalo proyek ini cukup besar, jadinya pasti lama pengerjaannya. Apalagi pak Dahlan sendiri cuma ngasih target tahun baru harus sudah jadi, sehingga ada waktu sekitar delapan bulan.
Dengan naik Mobil Toyota Innova milik Satria akhirnya kami berlima sampai juga ke Cikande, daerah tempat bangunan pabrik pak Dahlan berada. Satria memang hanya membawa empat kawannya saja karena menurutnya sudah cukup.
"Kang, katanya daerah Banten agak ngeri, banyak ilmunya." Kata Agus membuka percakapan. Biarpun bosnya tapi Agus menganggap satria kawannya saja sehingga tidak sungkan.
"Alah tenang saja Gus, yang penting jaga sikap saja, pasti tidak kenapa-kenapa." Jawab satria sambil menghembuskan asap rokok gudang garam nya.
Ternyata gudang yang harus kami perbaiki cukup jauh juga dari jalan raya, agak masuk pelosok gitu, cuma untungnya jalannya sudah di beton jadinya lancar. Mungkin ini sebabnya bikin pabrik disini, pasti dulu beli tanahnya murah.
Setelah menengok gudangnya sore harinya kami berlima menuju kampung dengan niat untuk mengontrak rumah.
"Mbak, disini ada rumah yang bisa dikontrak tidak?" Tanya satria sambil minum kopi di sebuah warung sementara Agus, Jaey, Herman, dan khanif sedang sibuk makan gorengan.
Pemilik warung itu berpikir sejenak." Sepertinya tidak ada mas, karena hampir semua warga disini itu punya rumah. Kalo mau ngontrak di perumahan saja."
"Jauh tidak Bu?"
"Ya lumayan jauh mas. Itu sebelah sana." tukang warung itu menunjuk ke arah kanan.
Satria garuk-garuk kepalanya, kalo di perumahan terlalu jauh, lagipula harganya pasti tidak murah untuk ngontrak.
"Mas nyari rumah kontrakan ya?" Tanya seseorang yang sedang ngopi.
Satria menengok, yang bertanya tadi seorang bapak setengah baya.
Satria mengangguk.
"Ngontrak rumah ku saja, mau tidak? Rumahnya dekat kok."
Akhirnya kami putuskan dulu melihat rumahnya. Ternyata tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 menit perjalanan dari gudang yang hendak direnovasi.
Rumahnya cukup besar dan halaman nya luas sehingga bisa parkir mobil biarpun desain nya jadul. Depan rumah ada beberapa pohon nangka Sementara dibelakang ada rumpun bambu, Cuma masalahnya rumah itu sepertinya sudah lama tidak dihuni, kotor dan rumput agak tinggi. Belum lagi daun nangka yang pada berserakan.
"Pak, ini rumah kontrakan apa rumah hantu sih?" Tanya Herman ketika melihatnya. Ia memang suka bicara blak-blakan dan tidak kenal takut. Maklum sebelum menikah dan insyaf ia mantan preman terminal. Agus , Jaey, dan khanif juga saling berpandangan. Lha gimana tidak, rumahnya memang sepertinya cocok untuk syuting dunia lain.
Bapak itu tampak tersinggung." Tenang saja, kalo jadi ngontrak besok pasti aku bersihkan biar rapi, aku kasih harga murah deh pertahun." Katanya sambil menyebutkan harganya.
Satria terbelalak karena memang murah beneran, tapi biarpun tergiur ia berunding dulu dengan empat anak buahnya.
Akhirnya deal juga. Kami jadi mengontrak rumah pak Wawan.
Setelah dibersihkan ala kadarnya oleh tuan rumah akhirnya sore itu kami berlima masuk ke rumah itu. Perabot didalamnya seperti kursi atau sofa ada. Kamar tidur juga ada tiga, ruang dapur juga ada, cuma sayangnya sumurnya ada di luar rumah.
Sayangnya besarnya rumah tidak sebanding dengan jumlah lampunya yang cuma ada tiga, halaman depan satu, satu lagi ruang tengah dan dapur, udah gitu lampunya cuma lima watt, sungguh rumah yang taat aturan pemerintah untuk hemat energi.
Setelah kulonuwun atau permisi akhirnya malam itu mereka berlima tidur di rumah baru, eh baru dikontrak maksudnya. Karena sudah capek di perjalanan maka mereka dengan cepat tertidur. Tak seperti disangka, malam itu mereka tidur nyenyak tanpa gangguan apapun, mungkin karena sebelum tidur Agus melihat bosnya Satria komat kamit entah baca apa di setiap pojok rumah.
Sudah dua Minggu lebih kami tinggal di rumah itu tapi tidak ada kejadian aneh atau menakutkan seperti yang Agus takutkan sebelumnya. Mbak Rani pemilik warung makan yang jadi langganan kami juga heran.
"Kalian beneran tidak diganggu?" Tanya nya sore itu setelah Agus dan Herman bercerita kalo mereka tidak kenapa-kenapa di sana. Sementara tiga temannya masih di gudang.
"Lha, memang disana sebenarnya kenapa mbak?"
Rani agak maju lalu berkata pelan." Sebenarnya rumah pak Wawan itu sudah terkenal angker di daerah sini, kemarin aku mau bilang pada kalian tapi takut dia tersinggung. Tapi syukurlah kalo tidak ada apa-apa."
Tentu saja Agus dan Herman jadi tertarik." Memang nya sebelumnya sudah ada yang ngontrak rumah itu mbak? "
"Pernah, ada beberapa orang yang ngontrak rumah itu tapi tak lama, paling hanya dua atau tiga Minggu tak betah dan kabur, padahal masa kontrak nya masih panjang."
"Ah masa sih, memang kenapa mereka kabur?"
Perempuan muda itu kembali berkata pelan." Konon kabarnya rumah itu banyak setannya."
Walaupun sudah menduga tapi tak urung Agus kaget dan agak takut juga, sementara Herman tampak biasa saja, tetap makan gorengan dengan lahap.
Ternyata omongan mbak Rani bukan cerita kosong. Dua hari setelah cerita itu Jaey yang suatu malam ingin kencing di sumur belakang terbirit-birit masuk kedalam. Tentu saja Agus yang sedang main hape jadi terkejut karena kawannya itu hampir menabraknya, begitu juga Satria dan khanif, sedangkan Herman masih asyik bermain gitar di depan rumah.
"Ada apa jaey?"
Pemuda itu mengatur nafasnya dulu yang ngos-ngosan baru menjawab." Tadi aku mau kencing, tapi di bawah pohon jambu monyet itu aku lihat ada sesuatu yang putih-putih, karena penasaran aku mendekat dan..."
"Dan apa?" Tanya Agus penasaran.
"Ada pocong Gus, ternyata itu pocong tapi matanya merah. Ia mendelik marah kepadaku, tentu saja aku langsung kabur."
Tentu saja kami bertiga jadi geger sampai Herman pun masuk karena penasaran. Setelah mendengar cerita temannya tanpa ba-bi-bu lagi ia langsung ke belakang diikuti oleh Satria. Belakang rumah sendiri sudah terang benderang karena memang lampunya diganti dengan yang 40 Watt agar terang, begitu juga dekat sumur ada lampu 25 Watt. Khanif yang sedang sibuk chatting dengan Miranda pacarnya masih didalam dengan kami berdua. Agus yang penasaran menengok sebentar kebelakang dan melihat Herman mondar-mandir di pohon jambu monyet itu.
"Jangan membual kamu Jaey, tidak ada apapun di belakang sana." Kata Herman setelah ia masuk.
"Sumpah mas Herman, aku tadi lihat pocong disana."
Herman hendak membantah lagi tapi urung bicara ketika pundaknya ditepuk oleh Satria."sudahlah Her. Besok saja kita bicara itu. Udah malam waktunya tidur."
Agus, khanif dan Jaey tidur bertiga sedangkan Herman dan Satria di ruang lainnya. Agus sendiri sebenarnya agak percaya dengan cerita temannya karena kalo malam ia ke belakang kadang hawanya merinding, cuma memang belum pernah lihat penampakan, amit-amit kalo bisa jangan.
Esok harinya ketika sarapan Satria akhirnya bicara." Kamu kemarin kencing di bawah pohon itu ya Jaey."
Jaey yang sedang makan ikan bandeng jadi berhenti dan kaget." Iya kang, kok tahu."
"Kenapa ngga di kamar mandi."
"Namanya juga kebelet kang. Tapi itu siang hari kok."
Satria hanya geleng-geleng kepalanya." Aku beri tahu semuanya deh, sebenarnya ini rumah ada penunggunya, cuma sebelumnya aku minta ijin sama penunggu disini. Waktu malam pertama sebenarnya mereka juga hendak langsung mengganggu tapi setelah ku bacakan ilmu pegangan guruku mereka langsung kabur semua. Mereka lalu janji tidak akan mengganggu kita dengan syarat rumah mereka di pohon jambu itu jangan diusik."
Tentu saja kami bertiga kaget.
"Waduh terus gimana nih kang?" Tanya Jaey ketakutan. Gimana kalo akibat kencing sembarangan itu nanti anunya jadi bengkak.
"Mereka tadi marah besar karena kamu sudah mengencingi rumah mereka. Tadinya mereka mau ngamuk tapi untungnya semalam aku sudah buat pagar jadinya tidak bisa masuk. Semoga saja mereka berulah lagi."
Suasana sunyi sepi dan mencekam seakan para hantu penghuni rumah itu ada dibelakang mereka semua.
Hooaammm, lagi khusuk nya mendengar cerita satria Herman keluar kamar sambil menguap." Udah belum dongeng nya kang?" Katanya sambil menyeringai.
Satria hanya geleng-geleng kepala saja." Udahlah, yang penting mulai sekarang kalian lebih hati-hati lagi. Yuk berangkat kerja."
Kami berempat akhirnya berangkat dulu sedangkan Herman belakangan karena harus sarapan dulu. Jaey sendiri agak tenang karena selama ada bosnya, ia tidak akan apa-apa.
Tapi ketenangan nya hanya selama tiga hari saja karena satria tiba-tiba dapat telepon dari istrinya di kampung. Ia terpaksa meninggalkan anak buahnya karena mertua nya masuk rumah sakit karena sakit keras.
"Tenang saja, aku sudah buat pagar pengaman, semoga tidak apa-apa." Katanya sebelum pergi. Kami bertiga hanya saling berpandangan sementara Herman cuek saja.
Benar saja, hari pertama di tinggal sih aman saja karena tidak ada gangguan. Tapi di hari kedua mana pas malam Jumat Kliwon lagi penampakan mulai terjadi.
Sehabis Maghrib kami berempat yang sedang leyeh-leyeh di beranda rumah tiba-tiba dikagetkan dengan suara tertawa seorang perempuan. Rasanya tidak mungkin ada tetangga apalagi cewek malam-malam kesini karena memang sudah pada tahu kalo rumah ini angker, bahkan pak RT saja habis Maghrib tidak berani.
Hihihi...
Agus dan Jaey langsung merinding dan otomatis saling mendekat sedangkan khanif langsung berhenti main hapenya. Lain dengan Herman yang begitu mendengar langsung berdiri dan berteriak seperti orang kesetanan.
"Dasar monyet bau, muka gepeng, kadal buntung, kecoa tengik, babi ngepet, dinosaurus, brontosaurus, kirik!!!" Teriak Herman mencak-mencak.
Mendengar teriakan temannya yang seperti kesurupan, khanif bukannya menenangkan tapi malah ikut-ikutan memaki lebih keras. Dalam sekejap rumah yang tadinya sepi mendadak seperti ada konser dangdut.
Anehnya tak lama kemudian Suara cekikikan wanita itu langsung menghilang. Hawa yang tadinya bikin merinding berangsur-angsur biasa lagi.
"Hahaha, preman kok ditakuti-takuti." Kata Herman lalu melakukan toast dengan khanif. Agus cuma geleng-geleng kepala saja, kirain mereka berdua kesurupan. Bandel amat ya.
Tapi bukan cuma sekali, tengah malamnya ketika Herman ke belakang untuk buang air ia kembali bertemu dengan pocong yang menakuti Jaey. Matanya yang merah melotot pada mantan preman itu.
Herman yang kesal karena hendak kencing dihalangi langsung naik pitam.
"Sueee, suueeeee, suuwweekkkkkkk!!!"
Ia berteriak sekeras-kerasnya hingga air liurnya berhamburan keluar. Ajaib, poci itu langsung terbang dan menghilang.
Begitulah, sejak kejadian itu tak ada penampakan lagi di rumah itu, sepertinya para demit itu sudah kapok karena percuma saja menakuti karena kami semua sudah tidak takut.
TAMAT
eh hoaapaaaah? apaan tuh...efek kencing sembarangan dikatain bakal bengkak? wkwkkwkw...adaaaaa aja yang bikin ngakak...
tumben nih mas herman diceritain yang paling tua...sehingga jadi kepala tukang
kalau agus pasti yang paling unyu unyu yakk wkwkkwkwkwk...apa khanif, satria, atau jaey?
oh..tadinya aku berasa dejavu...pernah baca cerita simpleman yang lemah layat...soalnya cerita tentang tukang tukang....tapi ternyata beda dengan ini...ini mah endingnya sue lucu ya hihi...meski kalau aku yang disuruh nginep situ biar kata sewanya murah...emoh mas...takut ama lemper putih huhuhu
ngomongin banten jarenya banyak jawara eh...ilmunya...kayaknya rada rada bener ya mas...banten kan bungsunya setelah demak dan cirebon ya kalau masalah kesaktian...eh auk deh tapi hihi...
# selamat menikmati hidangan sahur!
Pocong ternyata takut sama air liur, ilmu baru ini. Kalau ada pocong bisa langsung menyediakan segalon air liur untuk mengusir, hahaha.
aku ga apal klo penanggalan jawa tiap malam apa keluarnya apa
bagaimanapun, preman lebih ngeri daripada hantu
hahahahaha
Terkesima sama sosok Herman. 😂. Ternyata profesi terdahulu sebagai ex Preman berguna juga ya.. sampe Pocong pun dilawan 😁.
Sosok Satria juga.. kerenn lah bisa buat ajian pamungkas bikin pager tak kasat mata 🤭. Coba pesen satu buat dipasangin di rumah.. wkwk.
Tapi akhirnya jd sakti semua sih karakternya, hantunya aja sampe tobat ga mau ganggu lagi haha
Mungkin jangan-jangan para hantu dan setan malah ketakutan karena lihat wajah-wajah sangar Agus, Herman,Jaey dan Khanif... wkwkwkw... becanda..
Memang katanya setan itu kalau kita berani.. mereka jadi keder.nggak berani sama kita.
kalau orang jawa sini mungkin beberapa akan bilang "aku ora ngurus, sing penting nggak diganggu"
meskipun mau diliatin atau apa pokok ga menampakkan diri kayaknya cuek aja
tindakan herman oke juga :D