Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menanti sebuah janji


Mentari turun dari bis Sinar Jaya yang membawanya ke kota solo dari ibukota. Ia ingin segera bertemu dengan Tuti, sahabat karibnya yang dikenal lewat internet, tepatnya Facebook. Ingin segera ia berbincang dengannya tentang segala hal, dari kehidupan ia sehari-hari sampai dengan masalah percintaannya. Iya, masalah percintaan itulah yang membuat ia dan Tuti akrab, walaupun masalah asmara mereka berdua pahit.

"Mau kemana mbak?" Sapa seorang gojek ramah, yang kebetulan sedang nongkrong menunggu penumpang.

"Tahu kafe Tiga Tjeret Cafe tidak mas?" Jawab Mentari ramah.

"Tentu saja, siapa sih orang Banjarsari yang tidak tahu, apalagi tukang gojek. Mau kesana ya, ayuk aku antarkan."

Mentari pun lantas naik, saat naik gojek itulah terbayang kembali di pikirannya kisah kasihnya dengan Nata, kekasihnya.

Saat itu Tari akan masuk ke kampus. Karena bangun kesiangan ia terlambat dan tertinggal dari bus. Ia gundah karena bus selanjutnya biasanya setengah jam lagi atau malah lebih. Bisa saja sih ia naik gojek, tapi ongkosnya itu beberapa kali lipat lebih mahal sementara uang kiriman dari orang tuanya tinggal sedikit.

Saat ia bimbang apakah akan memanggil ojek online atau tidak, dari ujung jalan muncul seorang. Ia adalah Nata, mahasiswa dari universitas yang sama cuma beda jurusan.

"Hei, kamu Mentari bukan?" Serunya ramah.

"Kok kenal aku?" Kata Tari heran.

"Tentu saja kenal, kamu kan yang nyanyi dulu waktu ada event organizer di kampus. Suaramu itu sangat bagus dan bikin aku terkenang-kenang. Tentu saja aku tahu." Jawabnya panjang lebar. Tari diam saja mendengar celotehannya. Nata lalu menawarkan untuk mengantarkannya ke kampus, toh sama jurusannya. Biar aku tunggu bis saja, jawab Tari yang tak enak langsung mengiyakan walaupun sebenarnya ia butuh tumpangan.

"Tak bakal ada bis datang kecuali nanti jam 9. Ayo cepat naik, dosen yang mengajar pagi ini galak lho."

Akhirnya Mentari takut juga. Segera ia naik dan sepanjang jalan Nata selalu mengobrol segala hal, dari mata pelajaran kampus sampai film kesukaannya juga ditanya. Tak terasa merekapun sampai ke kampus. Setelah mengucapkan terima kasih Tari lantas berlalu.

Sejak pertemuan itu, entah mengapa Nata selalu datang untuk menjemput, baik untuk berangkat ke kampus ataupun pulangnya.

"Kok namamu agak aneh mas Nata, kalo Ardinata sih oke, tapi Giovanni kan nama Italia. Giovanni Ardinata. Memangnya kamu ada darah Italia ya?" Celetuk Tari pada saat mereka jalan berdua. Beberapa pengendara sepeda motor lewat disamping mereka.

"Iya lah, orang ganteng kayak saya jelas ada hehehe."

"Halah, kalo melihat mukamu, kok aku kira malah kamu keturunan Afrika."

"Oh, keturunan Mesir kayak Mohammad Salah gitu ya, bintang sepakbola Liverpool itu?"

"Bukan, mirip keturunan Somalia." Tari terkikik lantas berlari karena Nata hendak mencubitnya. Ternyata bapaknya adalah penggemar Giovanni Trapattoni, pelatih legendaris asal Italia itu.

Dan seperti kata pepatah Inggris Witing Tresno Jalaran Soko Kulino. Cinta pun tumbuh diantara mereka berdua karena sering bertemu. Setelah tiga bulan sering bertemu maka pada suatu malam Minggu Nata menembak Mentari agar mau menjadi kekasihnya. Tari pun menerima Nata karena orangnya baik, humoris, perhatian, dan tentunya sayang kepadanya. Ia selalu bisa memberikan solusi jika Tari terbentur masalah, termasuk masalah keuangan. Nata memang juga sama dengan Tari, yaitu mahasiswa yang merantau dari Solo ke Jakarta untuk belajar, cuma bedanya orang tua Nata cukup berada karena memiliki usaha yang cukup besar di kota-nya.

Sejak mereka resmi pacaran maka mereka sering pergi berdua, mengajak makan di rumah makan cukup elit, pergi ke Ancol untuk melihat pesta kembang api tahun baru, jalan-jalan ke puncak Bogor jika sedang libur semester. Walaupun begitu, Tari cukup pandai menjaga diri, jika Nata berani hendak meraba-raba maka ia selalu menghindar. Halalkan aku dulu mas Nata, nanti kau bebas semaumu, kata Tari sambil tersenyum. Nata tentu saja kecut. Melihat Nata sepertinya galau maka ia pegang tangan Nata lalu memeluknya lantas berjanji kalau ia hanya miliknya. Mentari berjanji akan setia padanya, sepanjang Nata juga setia.

Pernah suatu hari, karena Nata ngebet menciumnya saat sedang berdua ditempat sepi. Tari langsung menghadiahkan sebuah tamparan padanya lalu pergi. Setelah itu, selama dua Minggu ia menghindari Nata, kalaupun ditegur ia acuh tak acuh. Barulah setelah dia meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi baru ia maafkan.

Tak terasa waktu wisuda hampir dekat. Mereka berdua sudah selesai sidang skripsi dan dinyatakan lulus. Tentu saja mereka berdua senang luar biasa, aku akan melamarmu sehabis wisuda nanti, begitu janji Nata. Tentu saja hati Mentari senang luar biasa, wajahnya langsung cerah, secerah matahari terbit di pagi hari.

Tapi matahari tak selamanya cerah, kadang mendung bahkan hujan dengan petir menggelegar. Tari terasa disambar petir ketika Nata datang ke kontrakan sambil memberi kabar kalo ternyata orang tuanya sudah menjodohkan dirinya dengan seorang gadis pilihan, dan tanggal pernikahan berjarak dua bulan selesai di wisuda, padahal Nata sudah bilang kalo ia memiliki kekasih tapi orang tuanya terutama ibunya tidak perduli dan Nata tetap harus kawin.

Tentu saja Tari shock berat. Apakah kamu akan meninggalkan aku mas Nata, ucap Tari dengan berurai air mata.

Tentu saja tidak, aku tidak akan meninggalkanmu karena kamu satu-satunya wanita yang aku cintai, balas Nata. Ternyata Nata bukan hanya berucap saja. Ia membawa Mentari ke rumahnya di solo.

Melihat rumah orang tua Nata yang megah dan besar hati Tari menjadi ciut, sangat jauh bedanya dengan rumah orangtuanya di kampung. Nyalinya makin menjadi ciut ketika ibunya tetap saja tidak bergeming. Ia tidak sederajat denganmu Nata, kau harus menikah dengan orang yang jelas bibit bebet dan bobotnya, begitu alasan ibunya.

Tentu saja Tari sakit hati dan langsung pergi. Beruntung di terminal Tirtonadi Nata datang. Aku akan terus bersamamu, begitu janji Nata dan tanpa menghiraukan keramaian, ia langsung saja memeluknya.

Akhirnya mereka berdua kabur ke Jakarta. Tentu saja Tari senang luar biasa karena Nata lebih memilih dirinya. Disana Tari lantas mulai melamar pekerjaan agar ia punya penghasilan, beruntung berkat koneksi Nata, ia akhirnya bisa jadi kerja biarpun hanya pegawai harian. Tapi kebahagiaan itu hanya berlangsung sebentar. Hani, adiknya Nata datang dan memberi kabar kalo ibunya masuk rumah sakit karena serangan jantung dan juga darah tinggi dan sekarang ada di UGD.

"Pulanglah mas Nata, ibu sangat mengharapkan kamu pulang. Apakah kamu tega melihat ibu seperti itu?" Bujuk adiknya.

Hani lantas memegang kedua tangan Mentari."mbak, aku tahu kalian saling mencintai, tapi kamu tidak mau bukan kalo orang tuamu sakit atau meninggal karena kita. Kumohon mbak, ikhlaskan mas Nata."

Dan memang akhirnya ia harus mengikhlaskan kekasihnya. Karena jodoh bukan hanya ditangani Tuhan, tapi juga ditangan orang tua.

Setelah pernikahan Nata dengan wanita bernama Widiastuti Wulandari hidup Mentari seperti hampa. Walaupun beberapa teman kerjanya terang-terangan menyatakan ingin menjadi kekasihnya, tapi ia acuh saja. Keacuhan itu juga disebabkan karena Nata sering chatting dengannya dan berjanji akan segera menceraikan istrinya kalo ada alasan yang tepat. Ya, chatting dengan pujaannya itu yang menjadi pelipur lara.

Selain dengan chatting, ia juga mencari hiburan di sosial media. Banyak juga laki-laki yang ingin berteman dengannya, tapi ia selektif memilih teman, sedangkan untuk wanita hampir semuanya dia terima.

Tentu saja banyak diantara teman prianya yang merayu agar mau jadi pacarnya, bahkan ada beberapa yang mengajak bertemu secara langsung tapi selalu ia tolak. Ia sudah berjanji akan setia pada Nata.

Suatu hari, ia melihat di timeline kalo salah satu temannya yaitu Tuti sedang mengeluarkan unek-uneknya. Ia bercerita kalo suaminya itu selingkuh sedangkan ia di acuhkan. Tentu saja Tari geram dan berkomentar agar ia labrak suaminya, tapi ia bersabar. Ia bercerita, tentunya lewat chat kalo suaminya itu tidak mencintai dirinya karena sudah punya kekasih lain. Ia menikahi suaminya karena disuruh oleh orangtuanya. Tentu saja Tari kaget tapi juga kagum karena ternyata di zaman sekarang masih ada perempuan yang menurut pada orang tua. Ia sendiri sudah cerita pada orang tuanya di kampung, lantas ibunya menyuruh agar ia menikahi Satria saja, tetangga nya di kampung. Tentu saja ia ogah dan tidak setuju.

Sejak kejadian itu, Tari dan Tuti (duo T) sering curhat. Mentari cerita kalo kekasihnya meninggalkan dirinya karena paksaan orang tua. Mendengar hal itu Tuti turut sedih dan mendoakan agar ia bersabar. Jodoh tak akan kemana.

Tak terasa sudah setahun ia berkenalan dengan Tuti. Karena orangnya asyik maka ia cepat akrab. Suatu hari Tuti membagikan berita kalo dirinya sedang hamil. Tentu saja Mentari agak terkejut tapi ikut senang.

"Selamat ya mbak Tuti, tidak menyangka kalo mbak akhirnya bisa hamil dan mau punya anak."

"Makasih banyak dek Tari."

"Ngomong ngomong, bagaimana caranya mbak bisa hamil, bukannya mbak bilang kalo suami mbak itu acuh tak acuh bahkan menyepelekan mbak?" Tari berani bertanya seperti itu karena sudah menganggap Tuti sebagai kakaknya, Tuti juga sudah sering curhat masalah mas Gio suaminya, sehingga tidak takut menyinggung perasaan dirinya.

"Alhamdulillah ini semua karena karunia dari Allah SWT. Aku tiap malam selalu berdoa kepada Allah agar hati suamiku terbuka dan mencintai aku. Tak lupa, aku juga selalu bersikap baik kepadanya walaupun ia tidak memandang diriku. Alhamdulillah ada sebuah jalan. Tiga bulan lalu suamiku, mas Gio kena kecelakaan di tempat kerja. Sebenarnya tidak terlalu fatal tapi ia dibawa ke rumah sakit agar aman. Aku tentu saja menangis, biarpun dia tidak pernah memperdulikan ku tapi bagaimanapun ia tetap suamiku. Aku berdoa tiap saat kepada Allah SWT agar ia sembuh. Alhamdulillah dia akhirnya sembuh total dan ternyata akhirnya ia luluh dan mulai mencintaiku."

"Wah, so sweet mbak. Ngomong ngomong boleh liat foto suaminya tidak mbak, seperti apa orangnya yang sudah selama ini berani menyakiti kakakku yang aku sayangi."

"Makasih dek Tari, tapi mas Gio orangnya sensitif. Aku tidak berani ngasih fotonya kalau belum ijin dirinya."

"Halah ngga usah mbak, sok kecakepan aja mas Gio mu itu." Tari tentu saja ogah.

"Hahaha, maaf ya. Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan kang Nata?" Tuti bertanya balik.

"Masih baik, tapi akhir-akhir ini ia mulai jarang menghubungi aku. Sibuk pekerjaan katanya, tapi tiap minggu ia pasti chat dan video call aku sih. Memang tidak segencar dulu saat ia pertama menikah, tapi ia masih tetap perhatian."

"Duh, apa ngga sebaiknya kamu cari yang pasti aja dek Tari. Untuk apa kau menunggu laki-laki seperti dia yang tidak pasti." Demikian saran Tuti.

Bingung Mentari jadinya. Di satu sisi, ia tentu saja masih mencintainya, tapi memang ia juga harus memikirkan masa depan.

Tak terasa waktu berlalu dan Tuti pun mengabarkan kalo dirinya kini sudah memiliki bayi yang lucu. Mentari pun turut gembira dan sekaligus minta maaf tidak bisa ke Solo karena terhambat pekerjaan. Ia berjanji, jika nanti ada waktu luang akan berusaha kesana dan sekalian ia akan mencari alamat rumah kang Nata yang kebetulan juga di solo. Ia akan meminta kejelasan hubungan dengan dia karena sudah dua tahun dan juga akhir akhir ini ia makin jarang menghubungi, dua minggu sekali bahkan seringnya sebulan. Setelah ia merajuk, barulah Nata sering menghubungi dirinya tiap hari lewat chat, tapi ya cuma selama seminggu saja, setelah itu hilang lagi kalo bukan Tari yang hubungi duluan.

Dan akhirnya, ia diizinkan juga oleh manajernya untuk cuti selama tiga hari. Tentu saja ia senang, Tari segera berkemas dan memesan tiket bus kesana.

* * *

"Dek Tari ya?" Seru seorang perempuan yang sedang menggendong anak di depan Tiga Tjeret Cafe setelah ia turun dari gojek.

"Iya. Kamu mbak Tuti kan." Tari segera saja merangkul yang dibalas olehnya dengan erat. 

"Aduh mbak, kamu cantik sekali." Kata Tari memuji. Ia jadi sedikit minder melihat mbak Tuti ternyata sangat cantik dan juga terlihat lembut perilakunya.

"Ah kamu bisa saja. Justru kamu yang cantik, kan kamu masih sendiri, mbak mu ini sudah punya anak." Balasnya. Mereka berdua pun lantas masuk ke cafe.

Setelah masuk ke kafe dan memesan makanan serta minuman, mereka berdua pun ngobrol panjang lebar, dari masalah kehidupan sampai masalah asmara, terutama Tari. Akhirnya Tari pun berterus terang kalo ia kesini selain untuk bertemu dengan Tuti juga untuk menemui Nata yang juga berasal dari solo, untuk minta kepastian.

"Oh, memang kang Nata kamu berasal dari mana?"

"Kalo tidak salah dari Mojosongo mbak, aku juga cuma sekali saat dibawa kesana, jadi kurang paham."

"Oh gampang itu. Aku juga tinggal di Mojosongo bersama mas Gio, nanti aku tanya dia, pasti dia kenal karena mas Gio lahir disana." Jawab Tuti berseri-seri, karena sebelumnya ia takut akan susah mencari alamat pacarnya Tari. Saat itulah tiba-tiba hapenya berbunyi.

"Kebetulan ini mas Gio nelpon. Nanti aku suruh kesini biar kita kesana bareng."

Tuti pun mengangkat telepon. Saat Tuti asik menelpon dengan suaminya itu, entah kenapa sepertinya Tari agak kenal dengan suaranya, tapi karena agak samar maka tidak terlalu ia pikirkan.

"Kebetulan, mas Gio juga mau kesini karena kangen dengan anaknya." Demikian seru Tuti begitu selesai menelpon.

Tari hanya mengangguk. Entah kenapa perasaannya mendadak tak enak. Lima menit kemudian datang seorang lelaki masuk, karena kebetulan Tari agak membelakangi pintu masuk maka ia tidak melihat. Ia datang langsung memeluk Tuti dan juga anaknya.

"Mas Gio, perkenalkan ini Tari, temanku dari Jakarta."

"Tari?" Laki-laki itu menoleh dan membelalakkan mata seakan tak percaya.

"Kang Nata?" Mentari pun seakan tak percaya.

"Lho, kalian sudah saling kenal?" Seru Widiastuti Wulandari heran pada suaminya Giovanni Ardinata.

TAMAT
Agus Warteg
Agus Warteg Hanya seorang blogger biasa

15 komentar untuk "Menanti sebuah janji"

  1. Makasih sudah dibuatkan cerpen om agus, cerpennya bagus tari suka tari suka, dan endingnya itu lho romantis pisan bikin tari ingin melayang ke angkasa .

    BalasHapus
    Balasan

    1. Makasih buat cerpenya om Agus, tapi tetap saja tari cekewa endingnya Napa di buat halu gitu, seakan akan tari gadis remaja nakal perebut suami orang , ganti endingnya atuh jadi romantis gitu Napa ? Jujur saja laki Maya itu emang gitu bilangnya aku cinta padamu gombal, nyatanya Wek ?

      Hapus
    2. Ya udah, nanti aku hapus saja ya cerpennya. Maaf ya

      Hapus
    3. Di rubah aja cerpenya, kayak cerpen yang mas agus buat untuk mas satria itu lho ? kan romantis bukan nyesek dada mas agus ? Ngerti kan masudku , cerpenya itu yang romantis pelukan kek, atau dipegang tangannya tari mahunya cerpennya endingnya gitu lho ?

      Hapus
    4. Mohon maaf, om agus ? Tari memang sakit jantung makanya bunda tari berharap teman - teman blogger bisa membuat tari bahagia dengan membuatka cerpen cinta teromantis seentero dunia dengan melibatkan tari dan mas siapa gitu, tapi endingnya itu tangan tari di pegang erat lah? Tari di peluk kek, apa tari di kecuk keningnya gitu lho ? Hanya ini permintaan terakhir tari ke om agus, harap dimaklumi oke ?. terima kasih.

      Hapus
  2. Sudah keduga pasti endingnya ke situ setelah membaca nama panjang nata..Giovanni Ardinata

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat, anda dapat piring cantik satu di warteg mas Kal El.😁

      Hapus
  3. Saya jadi kepo gimana hubungan persahabatan mereka. Udah dekat kayak adik kaka, cerita soal asmara tapi ternyata...
    Pria yang mereka bahas adalah pria yang sama.
    Nyesek pakai banget😞
    Tapi aku sih dukung mbak tuti aja😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf mbak astri ini hanya cerpen saja lho, jadi jangan anggap Tari itu cewek nakal lho ? Tari masih tetap cewek baik -baik solehah, dan tak pernah macam -macam. Oke ?''. by... by.... by....

      Hapus
  4. Sudah kuduga , kasian Ya .... 🙄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok kasian memangnya kenapa, mbak kan endingnya romantis banget? Wkwkwkk

      Hapus
    2. Apalagi kalo tokoh utamanya mas Kal El, lebih so sweet lagi ya.😃

      Hapus
  5. Witing Tresno Jalaran Soko Kulino, pepatah inggris ya ini? wkwkwk ngakak.

    Iya nih bener banget, cinta tumbuh karena biasa. Biasa bertemu, biasa ngobrol, biasa chat-chat ngalor ngidul. Dan tumbuhlah bunga-bunga di taman ehm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi tahu tahu datang banjir, tamannya tenggelam dan bunganya layu.😂

      Hapus
  6. Hebat juga si Nata yaa sekali dayung 2 sampai 3 Janda terlampaui..😊😊

    Dan beruntung juga Hermansyah....Eehh salah maksudku Giovanni Ardinata.🤣🤣😋 luar biasanya Punya nama panjang dan mudah untuk jadi modal bermodus.🤣🤣🤣

    Ceritanya Mentari itu Tari kang...🙄🙄

    Kenapa nggak XL aja namanya kan peran cowoknya bisa KAL-EL.🤭🤭

    BalasHapus