Suara ayunan tengah malam
Daftar Isi
Hai , perkenalkan nama saya Eny. Setelah mengambil uang di ATM aku pun lantas pulang. Aku sampai di rumah kos sekitar pukul 01.00 malam karena habis makan dulu di lesehan. Setelah memasukkan motor ke rumah dan memastikan semua pintu terkunci aku tidak lantas tidur tapi bermain hp dulu.
Oh ya, aku belum cerita tentang rumah kos ku ya. Tempat kos dimana aku menginap tak ada yang istimewa. Hanya kamar 3x4 meter dimana ruangan utama bersifat multi fungsi. Dari kamar tidur, kamar tamu, sampai kamar buat santai. Yang berbeda cuma kamar mandi, ada diujung tempat kos, dimana kalo ingin mandi kalo lagi apes ya harus antri dulu, soalnya cuma ada dua, sementara yang ngekost ada lima.
Oh ya. Induk semang rumahnya tepat ada di depan kosan. Orangnya cukup ramah sih, kecuali kalo tanggal satu kita telat bayar kontrakan, maka akan muncul tanduk di kepalanya, tapi itu bisa disiasati dengan memberi sesaji berupa martabak telur plus memberi tahu kalo saya telat gajian.
Tepat didepan tempat kost ada sebuah ayunan dari besi yang digunakan sebagai mainan oleh anaknya. Tapi kadang juga dipakai oleh para penghuni kost untuk leyeh-leyeh. Cuma kadang tuan rumah lupa memberi minyak pada besi pengait ayunan sehingga berbunyi ngek..ngek..kalo ada yang bermain.
Puas bermain hp malam itu maka aku pun lantas hendak tidur. Kulihat sudah pukul tiga pagi, pantas mata sudah kayak lampu lima watt. Aku pun lantas naik ke kasur menarik selimut. Saat itulah aku mendengar suara ngek..ngek.., seperti ada yang bermain ayunan.
Ah, paling terkena angin pikirku. Tak mungkin kan jam tiga pagi ada yang bermain ayunan. Aku pun lantas tidur.
* * *
"Eny, kamu semalam dengar ngga?" Tanya Rini, teman satu kost yang tempatnya ada disebelah kamarku, yang dulu menemani beli hp baru.
"Oh, ada apa?"
"Semalam aku dengar suara ayunan."
"Masa sih mbak." Sahutku. Saat itu aku sudah lupa suara ayunan semalam, maklum baru bangun tidur tadi.
Rini pun lantas cerita kalo semalam saat ia hendak buang air mendengar suara ngek ngek. Paling kena angin mbak Rini, sahutku. Aku pun lantas ke warteg Agus yang ada di sebelah tempat kost untuk makan, meninggalkan Rini yang sepertinya tak puas dengan jawabanku.
* * *
Jam 11.30 malam aku baru pulang kerja di Ceriamart. Karena lelah aku tidak berniat main hp. Setelah mengunci pintu, aku pun lantas naik kasur. Saat mata hendak terpejam, aku mendengar bunyi ayunan bergerak.
Ngeek..ngek.. ngekkk..
Mataku langsung terbuka lagi. Tak salah lagi, memang ada yang bermain ayunan, tapi siapa yang bermain tengah malam begini. Rasanya tak mungkin penghuni kost yang lain atau anak ibu kost, apalagi tadi sore habis hujan sehingga hawanya dingin.
Ngeekk..ngek..nggeeek..
Aku menggigil ketakutan. Iya, aku memang penakut, apalagi sejak tragedi ibu misterius bayar BPJS aku jadi parno dengan hal-hal mistis. Bagaimana kalo ibu itu datang ke kontrakan ini, tapi untuk apa ya, kan ngga mungkin kalo ia mau bayar iuran bulanan itu.
Untunglah suara itu tidak terlalu lama, sekitar jam 12 suaranya menghilang. Tapi biarpun begitu aku jadi tak bisa tidur malam itu, apalagi aku membayangkan kalo ibu itu tiba-tiba sudah didalam kamar dan hiii.... Kalo begini baru aku menyesal mengapa mengontrak sendirian.
Esok paginya ketika aku bangun maka aku berharap ada kegemparan, tapi ternyata hanya aku sendiri yang mendengar, mungkin semalam tidurnya pada pulas kali, atau jangan-jangan memang ibu itu yang bermain ayunan.
"Coba kau bertanya pada kang Nata." Begitu saran Desy, teman kerjaku di Ceriamart ketika aku curhat masalah suara ayunan.
"Kang Nata yang kerja bareng kita?" Aku kaget, soalnya ngga menyangka saja. Selain aku dan Desy, Ceriamart tempatku bekerja memang mempekerjakan karyawan lain yaitu Nata, Satria, dan Budi. Memang hanya sedikit saja karena tidak terlalu ramai.
"Kang Nata yang kerja bareng kita?" Aku kaget, soalnya ngga menyangka saja. Selain aku dan Desy, Ceriamart tempatku bekerja memang mempekerjakan karyawan lain yaitu Nata, Satria, dan Budi. Memang hanya sedikit saja karena tidak terlalu ramai.
"Iya, dia kan indigo." Jawab Desy." Kudengar kemarin ia baru menangkap tuyul yang mencuri uang di desanya."
Malam itu akhirnya aku pulang dengan Nata. Dia sebenarnya cukup ganteng, tinggi, dan juga rapi, cuma tetap saja tidak setampan Herman, mantan pacarku yang dulu, walaupun kadang dia suka iseng menggodaku di tempat kerja. Aku juga belum berniat mencari pengganti mas Herman. (Lain kali akan aku ceritakan penyebab perpisahan aku dengan mas Herman). Ia setuju saja membantuku ketika aku memberi tahu gangguan yang aku alami.
Kau tidur diluar, seruku ketika ia hendak masuk. Ia hanya senyum saja lantas menerima selimut dan kasur tipis yang aku berikan. Aku lantas mengetok pintu kost Juned, tetangga sebelahku yang sama seperti kang Nata, suka iseng menggodaku.
Tadinya ia hendak marah karena lagi enak-enak tidur diganggu, tapi begitu melihat aku yang mengetuk ia malah tersenyum lebar. Tapi sayangnya senyumnya langsung hilang ketika ia tahu bahwa Kang Nata hendak menginap semalam. Aku lantas membujuknya agar menerima kang Nata, kan tidak mungkin sekamar denganku, terangku. Tak lupa aku berikan sebuah senyuman manis yang membuat Juned langsung luluh dan setuju.
Sialnya sejak kang Nata tidur di sebelah kost ku suara ayunan itu tak terdengar lagi. Dia sendiri mengatakan tak merasakan aura mistis di ayunan itu ataupun di kamarku. Akhirnya setelah tiga hari ia ku suruh pergi, karena aku ngga mau jadi ledekan di rumah kost.
Untuk lebih tenang, aku lantas mengajak Desy untuk tidur di tempatku. Ia awalnya ogah. Hanya dua hari saja, kataku setengah memaksa. Ia akhirnya setuju dengan syarat tanggal muda nanti ditraktir.
Kami tiba di tempat kost sekitar 11.30 malam sehabis pulang kerja. Ia tidak mau melihat tempat ayunan itu saat lewat, maklum ia juga sama penakut sepertiku. Kami tidak langsung tidur tapi ngobrol dulu, dari masalah kerjaan, masalah saya yang masih betah menjomblo, sampai masalah cuitan Arditho Pramono.
Setengah empat pagi karena aku ingin buang air kecil maka aku bangun. Saat itulah aku kembali mendengar suara ayunan itu.
Ngeekk..ngeeekkk..ngekkk..
Ya Allah, kenapa disaat kebelet seperti ini justru aku malah ditakuti. Langsung hilang keinginan saya untuk kencing. Bergegas aku bangunkan Desy.
Dengan mata ngantuk Desy pun bangun. Saat ia bertanya ada apa membangunkannya, aku lantas berbisik bahwa suara ayunan itu terdengar lagi. Benar saja, ia mendengar suara itu dan ikut takut.
"Bagaimana ini." Kataku.
"Kita lihat yuk."
"Apa" balasku seakan tak percaya. Mendengar suaranya saja udah bikin merinding, kok malah disuruh lihat.
" Kalo itu memang setan, seingatku sih hanya satu orang saja yang dengar suaranya, tapi kamu dan aku bisa mendengar, mungkin saja itu orang iseng."
Akhirnya aku setuju, daripada penasaran terus maka aku coba intip dari jendela. Benar saja, ayunan itu nampak goyang-goyang.
Desy memang agak pemberani. Walaupun ia juga agak takut tapi pantang mundur. Saat ia hendak membuka pintu, aku yang takut ditinggal sendirian maka langsung memegang tangannya hendak ikut. Ia tentu saja terkejut.
"Kukira hantu. Bilang-bilang dong."
Aku hanya senyum kecut dan mengangkat tangan sebagai permintaan maaf.
Kami berdua pun beringsut pelan-pelan ke pintu depan walau dengan bulu kuduk meremang. Saat pintu depan terbuka dengan perlahan-lahan, tiba-tiba nongol sebuah kepala barong dengan gigi menyeringai.
Tanpa dikomando, kami berdua langsung berteriak histeris.
"Hahaha, ini aku." Kata kang Nata sambil mencopot topeng Barong nya. Ia masih saja tertawa-tawa tanpa merasa bersalah. Ingin sekali aku meninjunya, cuma karena sayang sama jari-jariku yang lembut maka aku batalkan niat.
"Jadi ini kerjaan mu ya Nata." Semprot Desy.
"Bukan aku."
"Jangan bohong ya." Kataku, saat aku ingin mencecar lebih lanjut, tiba-tiba terdengar lagi suara.
Ngeekk... ngeekk..
Ayunan besi itu tampak goyang-goyang kedepan dan kebelakang biarpun pelan, padahal tak ada seorang pun disana.
Hantu, batinku kembali takut. Otomatis aku langsung berdiri di belakang kang Nata karena takut, begitu juga Desy.
"Ngga usah takutlah. Yuk kita kesana." Ajak Nata. Aku sebenarnya masih ketakutan, tapi karena ada Nata dan Desy maka rasa takutku tidak terlalu besar.
Makin dekat dengan ayunan itu makin tak karuan pikiranku. Bayangan Mr. G atau Mrs. K tak kasat mata bermain ayunan makin menggoyahkan keberanian ku.
"Astaghfirullah, astaghfirullah." Teriak Nata tiba-tiba, yang tentunya membuat kami berdua terperanjat.
"Apaan sih kang Nata"
"Ladalah, jebule ternyata cuma kucing nangkring." Kata Nata sambil menunjuk ayunan.
Ketika kami berdua melihat, memang betul ada seekor kucing yang sedang ada di ayunan tersebut. Tenang-tenang saja ia bermain tanpa rasa bersalah.
Meong, kucing itu mengeong lantas turun dan mengelus-elus kakiku. Aku mengenalnya sebagai kucing milik Agus yang punya warteg di sebelah tempat kost.
Malam itu akhirnya aku pulang dengan Nata. Dia sebenarnya cukup ganteng, tinggi, dan juga rapi, cuma tetap saja tidak setampan Herman, mantan pacarku yang dulu, walaupun kadang dia suka iseng menggodaku di tempat kerja. Aku juga belum berniat mencari pengganti mas Herman. (Lain kali akan aku ceritakan penyebab perpisahan aku dengan mas Herman). Ia setuju saja membantuku ketika aku memberi tahu gangguan yang aku alami.
Kau tidur diluar, seruku ketika ia hendak masuk. Ia hanya senyum saja lantas menerima selimut dan kasur tipis yang aku berikan. Aku lantas mengetok pintu kost Juned, tetangga sebelahku yang sama seperti kang Nata, suka iseng menggodaku.
Tadinya ia hendak marah karena lagi enak-enak tidur diganggu, tapi begitu melihat aku yang mengetuk ia malah tersenyum lebar. Tapi sayangnya senyumnya langsung hilang ketika ia tahu bahwa Kang Nata hendak menginap semalam. Aku lantas membujuknya agar menerima kang Nata, kan tidak mungkin sekamar denganku, terangku. Tak lupa aku berikan sebuah senyuman manis yang membuat Juned langsung luluh dan setuju.
Sialnya sejak kang Nata tidur di sebelah kost ku suara ayunan itu tak terdengar lagi. Dia sendiri mengatakan tak merasakan aura mistis di ayunan itu ataupun di kamarku. Akhirnya setelah tiga hari ia ku suruh pergi, karena aku ngga mau jadi ledekan di rumah kost.
Untuk lebih tenang, aku lantas mengajak Desy untuk tidur di tempatku. Ia awalnya ogah. Hanya dua hari saja, kataku setengah memaksa. Ia akhirnya setuju dengan syarat tanggal muda nanti ditraktir.
Kami tiba di tempat kost sekitar 11.30 malam sehabis pulang kerja. Ia tidak mau melihat tempat ayunan itu saat lewat, maklum ia juga sama penakut sepertiku. Kami tidak langsung tidur tapi ngobrol dulu, dari masalah kerjaan, masalah saya yang masih betah menjomblo, sampai masalah cuitan Arditho Pramono.
Setengah empat pagi karena aku ingin buang air kecil maka aku bangun. Saat itulah aku kembali mendengar suara ayunan itu.
Ngeekk..ngeeekkk..ngekkk..
Ya Allah, kenapa disaat kebelet seperti ini justru aku malah ditakuti. Langsung hilang keinginan saya untuk kencing. Bergegas aku bangunkan Desy.
Dengan mata ngantuk Desy pun bangun. Saat ia bertanya ada apa membangunkannya, aku lantas berbisik bahwa suara ayunan itu terdengar lagi. Benar saja, ia mendengar suara itu dan ikut takut.
"Bagaimana ini." Kataku.
"Kita lihat yuk."
"Apa" balasku seakan tak percaya. Mendengar suaranya saja udah bikin merinding, kok malah disuruh lihat.
" Kalo itu memang setan, seingatku sih hanya satu orang saja yang dengar suaranya, tapi kamu dan aku bisa mendengar, mungkin saja itu orang iseng."
Baca Juga: loading
Akhirnya aku setuju, daripada penasaran terus maka aku coba intip dari jendela. Benar saja, ayunan itu nampak goyang-goyang.
Desy memang agak pemberani. Walaupun ia juga agak takut tapi pantang mundur. Saat ia hendak membuka pintu, aku yang takut ditinggal sendirian maka langsung memegang tangannya hendak ikut. Ia tentu saja terkejut.
"Kukira hantu. Bilang-bilang dong."
Aku hanya senyum kecut dan mengangkat tangan sebagai permintaan maaf.
Kami berdua pun beringsut pelan-pelan ke pintu depan walau dengan bulu kuduk meremang. Saat pintu depan terbuka dengan perlahan-lahan, tiba-tiba nongol sebuah kepala barong dengan gigi menyeringai.
Tanpa dikomando, kami berdua langsung berteriak histeris.
"Hahaha, ini aku." Kata kang Nata sambil mencopot topeng Barong nya. Ia masih saja tertawa-tawa tanpa merasa bersalah. Ingin sekali aku meninjunya, cuma karena sayang sama jari-jariku yang lembut maka aku batalkan niat.
"Jadi ini kerjaan mu ya Nata." Semprot Desy.
"Bukan aku."
"Jangan bohong ya." Kataku, saat aku ingin mencecar lebih lanjut, tiba-tiba terdengar lagi suara.
Ngeekk... ngeekk..
Ayunan besi itu tampak goyang-goyang kedepan dan kebelakang biarpun pelan, padahal tak ada seorang pun disana.
Hantu, batinku kembali takut. Otomatis aku langsung berdiri di belakang kang Nata karena takut, begitu juga Desy.
"Ngga usah takutlah. Yuk kita kesana." Ajak Nata. Aku sebenarnya masih ketakutan, tapi karena ada Nata dan Desy maka rasa takutku tidak terlalu besar.
Makin dekat dengan ayunan itu makin tak karuan pikiranku. Bayangan Mr. G atau Mrs. K tak kasat mata bermain ayunan makin menggoyahkan keberanian ku.
"Astaghfirullah, astaghfirullah." Teriak Nata tiba-tiba, yang tentunya membuat kami berdua terperanjat.
"Apaan sih kang Nata"
"Ladalah, jebule ternyata cuma kucing nangkring." Kata Nata sambil menunjuk ayunan.
Ketika kami berdua melihat, memang betul ada seekor kucing yang sedang ada di ayunan tersebut. Tenang-tenang saja ia bermain tanpa rasa bersalah.
Meong, kucing itu mengeong lantas turun dan mengelus-elus kakiku. Aku mengenalnya sebagai kucing milik Agus yang punya warteg di sebelah tempat kost.
Tamat
Oohh kang Nata Indogo ternyata yaa... 😊😊
( Ingin Digoyang Rongdo ) 😂😂😂🏃🏃🏃
super banget, Bikin Aku tegang nge'bacaNya😀😅
Lalu kucing hitam itu mengeong dan tiba-tiba Budi datang menggendong kucing hitamnya.
Lalu, yang manakah kucing asli dan kucing jadi-jadian? hahahahahaha
Meski kucing hitam pun sebenarnya menyeramkan ~