Pengalaman saat naik gunung
Setelah sampai di pos kedua gunung andong maka rombongan kami yaitu aku, satria, Himawan, Herman, Yanto dan dua orang wanita yaitu Jojo dan Sinta sepakat untuk istirahat dulu sebentar.
Maklum, kami atau tepatnya aku dan Sinta baru saja bertemu dengan rombongan makhluk halus berupa wanita cantik yang naik kereta kuda.
Setelah beristirahat selama setengah jam akhirnya kamipun kembali berangkat. Kami sepakat untuk tidak meninggalkan salah satu anggota jika terjadi sesuatu, takutnya nanti malah ada yang kenapa-kenapa.
Herman dan satria sendiri sepertinya tidak terlalu percaya ceritaku. Ok fain, itu urusan mereka.
Himawan berada paling depan karena sudah pernah kesini beberapa kali, sedangkan Yanto paling belakang soalnya ia yang paling berpengalaman naik gunung. Untuk gunung andong memang baru pertama kali, tapi untuk gunung lain seperti Bromo, Semeru, bahkan kawah Ijen di Banyuwangi sudah pernah.
Sisanya kami berlima berada di tengah.
"Naiknya santai saja ya karena sudah dekat. Kita naik berbarengan saja, jangan lupa senter dinyalakan." Pesan mas Himawan, kami hanya mengangguk.
Baru sepuluh menit berjalan tiba-tiba hujan gerimis turun. Aku tentu saja panik, begitu juga beberapa temanku yang masih pemula termasuk dua orang gadis itu. Memang kami sudah memakai mantel tapi tetap saja kurang nyaman apalagi jalanan jadi becek sehingga agak licin dan berbahaya.
"Gimana mas Himawan, mau lanjut tidak?" Kata satria kepadanya.
Ia tidak langsung menjawab tapi mengumpulkan semuanya lalu segera berunding terutama kepada dua wanita cantik yang ikut serta. Jojo dan Sinta sendiri memutuskan untuk terus, apalagi sudah tanggung. Sebentar lagi akan mencapai pos tiga dan setelahnya tinggal menuju puncak.
Aku sendiri sebenarnya sudah malas mau melanjutkan ke puncak, selain sudah tidak berminat lagi sejak bertemu dengan lelembut sebelumnya sehingga perasaan tidak enak, juga sudah hilang mood. Tapi karena malu kalo minta turun sendiri akhirnya ia ikut juga, toh banyak temannya ini.
Akhirnya diputuskan untuk istirahat sebentar di sebuah rumah kosong yang kebetulan mereka temukan. Rumah itu sepertinya sengaja dibangun untuk para pendaki. Tak lama setelah berteduh hujan malah berhenti.
"Aku dan Yanto akan coba ke puncak dulu untuk bikin tenda. Kalian disini saja dulu ya." Kata Himawan.
Aku setuju, begitu juga Herman dan satria. Kulihat mereka berdua ternyata sama kepayahan naik gunung sepertiku. Maklum, kami bertiga mahasiswa ibukota yang belum pernah mencoba petualangan seperti ini sebelumnya. Ternyata Sinta dan Jojo juga sama apalagi mereka wanita.
Tak lama setelah mereka berdua pergi keatas aku pengin kencing. Maklum, cuaca dingin karena habis hujan, mana malam hari pula. Persis seperti di rumah neneknya Iwan.
Sebenarnya aku ingin meminta Herman atau satria untuk menemani, tapi karena gengsi ada cewek di dekatku akhirnya terpaksa ku keluar sendiri ke belakang.
"Mau kemana Gus?" Tanya Herman.
"Kebelakang." Jawabku. Ternyata ia juga kebelet pengin buang air juga tapi takut. Akhirnya kami berdua pun keluar.
Dengan bantuan senter di tangan maka aku lalu mojok di sebuah pohon karena memang tidak ada fasilitas kamar mandi di rumah tersebut. Setelah kencing tiba tiba ada sebuah suara berisik di sebelahku. Suaranya cukup kencang dan agak menganggu.
Aku otomatis reflek menengok dan betapa terkejutnya ketika melihat seekor babi hutan ada disana. Yang menakutkan, mata hewan itu berwarna merah seperti darah. Ngga mungkin kalo matanya merah karena kurang tidur dan belekan bukan. Mungkinkah ia kebanyakan beroperasi sementara pasangannya sedang jaga lilin.
"Ada apa sih Gus?" Kata Herman ketika melihat aku datang dengan tergesa-gesa.
"Ada.. ada babi tadi disitu. Matanya merah Her." Kataku dengan nafas agak ngos-ngosan. Maklum, aku sebenarnya penakut.
"Mana ada babi di sini, apalagi malam hari begini, mungkin kamu salah lihat." Jawab temanku. Aku tentu saja dongkol tapi tak berani membantah. Mungkinkah aku salah lihat karena ketakutan.
Akhirnya kami berdua memutuskan untuk masuk kembali kedalam rumah. Tapi anehnya kok tidak kelihatan rumahnya, padahal tadi waktu keluar cuma mungkin sepuluh atau dua puluh meter saja. Biarpun malam hari tapi masa bisa seperti ini. Kami sudah menyalakan lampu senter tapi rumah tersebut tetap tidak kelihatan.
"Her, sepertinya jalannya tadi lurus kedepan kok." Kataku ketika melihat ia hendak belok kanan.
"Matamu, aku yakin tadi belok bukan lurus." Jawabnya sengit.
Kampret batinku. Akhirnya aku mengalah karena ia memang agak keras kepala, toh lebih baik kami berdua dari pada jalan sendiri ditengah malam seperti ini.
Kami mungkin sudah berjalan sejauh dua ratus meter tapi tetap saja tidak ketemu rumahnya. Tentu saja aku agak panik, mana tengah malam lagi. Ah sial, coba kalo tadi keluar bawa hape, tentu bisa menelpon mereka yang didalam.
"Her, kamu bawa hape ngga?" Tanya ku. Seingatku ia biasanya main hape terus, tak pernah pisah seperti kancing dan baju. Itu sebabnya Vera pacarnya minta putus karena ia lebih suka bermain game dari pada malam mingguan.
"Untuk apa tanya hape, lagi kesasar begini bukannya memikirkan pulang tapi malah mau main hape." Jawabnya. Aku tentu saja dongkol karena disangka mau pinjam hapenya. Kadang di kost Jakarta memang aku meminjam ponselnya, tapi masa disaat seperti ini ia kepikiran begitu.
"Bukan, coba kau telpon satria. Barang kali ia bisa bantu kita."
Ia tersenyum kecut." Hapenya aku taruh di ransel dan ranselnya ada di rumah itu."
Oke fiks. Terpaksa memang harus mencari sendiri rumah itu.
Ia lalu berjalan agak cepat ke depan. Aku terpaksa dari belakang mengikutinya. Tapi tiba-tiba ia berhenti mendadak sehingga hampir saja aku menabraknya.
"Ada apa sih?"
Dalam kegelapan muka Herman agak pucat." Gus, kamu tadi dengar suara perempuan menangis tidak?"
Tentu saja aku merinding mendengarnya. Tengah malam saat kesasar begini ada suara perempuan menangis, apa mungkin Sinta kesasar juga lalu menangis batinku, tapi rasanya tidak mungkin.
"Mana ada perempuan tengah malam begini menangis Her." Jawabku agak ketus, teringat ia juga menyepelekan aku soal babi hutan bermata merah itu. Aku sudah lupa dengan pesan Himawan sebelumnya kalo di gunung itu harus jaga ucapan.
Herman agak kaget tapi dia diam saja. Sungguh mengherankan juga karena ia biasanya suka berdebat dan maunya menang sendiri.
Kami berdua lalu mencoba kembali ke sana. Sungguh aneh, rumah itu seperti menghilang, hanya ada pepohonan plus semak belukar di kiri kanan jalan.
Tiba-tiba telingaku mendengar sebuah suara. Bukan suara angin atau daun bergesekan tapi suara tangis perempuan. Aneh, tengah malam begini ada suara tangisan tentu saja bikin merinding. Suaranya sepertinya agak jauh disamping, tapi makin lama makin dekat.
"Her.. Herman, ada orang nangis." Kataku padanya, masa bodoh kalo nanti ia marah karena sebelumnya tidak percaya.
Herman mengangguk, mukanya tak kalah pucat denganku."kayaknya dari arah depan deh Gus."
Aku heran, bukannya suaranya dari samping tapi kok malah katanya dari depan, padahal di depan tidak ada apapun kecuali pohon.
Tiba-tiba temanku itu maju ke depan. Tentu saja aku terpaksa mengikutinya karena tak mau ditinggal sendirian.
"Gus, sepertinya mungkin ada cewek pendaki yang kesasar. Tuh lihat." Katanya sambil menyorotkan lampu senternya ke depan. Aku melihat tempat yang disoroti, tampak seseorang disana dibawah pohon besar. Pakaiannya berwarna putih tapi sudah kusam. Ia sepertinya sesenggukan, mungkin menangis.
"Jangan Her, siapa tahu ia perempuan jadi-jadian." Kataku sambil menarik tangannya. Sejak beberapa hari ini memang aku ketemu melulu dengan makhluk halus, jadinya parno.
Herman tentu saja terkejut. Baru ia sadar, ada benarnya juga perkataan teman satu kampusnya ini.
"Tapi bagaimana kalo ia cewek beneran, kasihan bukan."
"Kalo cewek beneran tentu ia dengar langkah kita, mana kita bawa senter. Pasti ia girang dan kesini, bukannya diam saja disana."
"Barangkali ia shock jadi tidak melihat kita." Bantahnya.
Saat aku sedang bimbang dan hendak berteriak kepada perempuan itu, tiba-tiba terdengar suara dari arah samping.
"Agus, Herman. Kalian apa-apaan diluar?"
Aku tentu saja lega karena itu adalah suaranya Himawan. Kedatangannya bak dewa penolong seperti Sinta sebelumnya.
"Anu mas, aku dan Herman kesasar. Mau balik ke rumah tadi tapi tidak ketemu."
Ia tentu saja kaget." Rumah yang mana? Bukannya rumah yang tadi itu ada di sampingmu." Katanya sambil menunjuk kearah kiri.
Tentu saja aku kaget. Kucoba menengok, benar saja rumah yang kami cari beneran ada disana, tidak terlalu jauh. Tentu saja aku dan Herman hanya bisa saling pandang, bedebah.
Saat aku mencoba menengok perempuan yang tadi nangis ternyata ia sudah tidak ada, entah hilang kemana, mungkin terbang.
Herman lalu bercerita kalo kami berdua tadi sudah mencoba segala cara tapi tidak ketemu. Himawan hanya diam saja, mukanya agak terlihat tegang juga.
"Yuk masuk kedalam, ajak juga Satria, Sinta dan Jojo untuk segera melanjutkan perjalanan."
Tentu saja Herman tambah penasaran." Ada apa sih mas Iwan, kok sepertinya menyembunyikan sesuatu."
Akhirnya ia mengalah." Tadi aku dan Yanto bertemu penduduk setempat. Katanya beberapa tahun lalu di tempat ini ada seorang wanita yang mati bunuh diri dengan cara gantung diri, sebabnya ditingal oleh pacarnya. Sejak itu jika malam hari katanya ia sering menampakkan diri dan mengganggu orang-orang yang lewat, apalagi jika orangnya sembrono. Selain itu, daerah sini juga kadang ada hewan siluman yang suka berkeliaran, agak berbahaya kalo malam."
Tentu saja aku dan Herman terkejut sekali. Akhirnya aku lalu memutuskan untuk menyerah." Mas Iwan, aku pengin turun sajalah. Sepertinya sejak naik apes diganggu terus."
"Ayo Gus, aku temani kamu turun." Herman tiba-tiba mendukungku. Tentu saja aku terkejut tapi juga senang. Tumben amat dia sepemikiran denganku.
Himawan hanya menghela nafas saja." Kalo begitu aku akan ajak Satria turun juga, kalo ada satu yang turun maka harus turun semua. Entar aku telpon Yanto untuk menemani kedua cewek itu."
"Memang Yanto kemana?" Tanya ku ingin tahu serta baru sadar kalo dia tidak kelihatan dari tadi.
"Tadi sama orang setempat, katanya ada perlu jadinya aku tinggal."
Kami pun lalu masuk kedalam rumah. Jojo dan Sinta tampak terkejut melihat kami masuk tapi girang.
"Kemana saja sih, kalian tega ya ninggalin kami berdua disini, mana lama lagi."
Tentu saja aku jadi serba salah. Waktu keluar pengin buang air aku dan Herman tidak pamit. Masa mau kencing harus pamit segala.
"Lha, bukannya ada Satria yang temenin kalian." Kataku membantah.
"Satria dari tadi keluar, karena kalian lama tidak kelihatan jadinya ia menyusul keluar, katanya mau mencari kalian berdua tapi sampai sekarang belum pulang."
Tentu saja kami bertiga terkejut mendengarnya.
TAMAT
Sekarang giliran Kang Satria yg hilang, apakah dia menunggangi babi mata merah sebagai kudanya untuk menjemput gadis bergaun putih pujaannya, secara kang Satria kan demennya sama demit2, mulai Larasati juga Mawar 😆😆 kurasa cewek bergaun putih itu menangis karena Pangeran Satria lambat menjemputnya 🤣
Tengah malam, nangisnya kek kuntilanak dong :D
Makanya, bukannya disayang, malah kena marah mama saya dulu :D
Oh ya, bener juga, kalau orang kesasar ngapain diam aja di senter, dan juga kenapa diriku merinding sih part yang itu hahaha
Btw, babi hutannya mungkin sedang sakit mata akibat kebanyakan pakai lensa kontak? 🤣
Memang kalau naik gunung tuh harus sopan nggak boleh sembarangan ngomong.
Saya nggak pernah naik gunung sih tapi kalau naik bukit dulu sering. Soalnya main ke sungai, cari keong😂 tapi bukan keong racun.
Itulah alasan kenapa aku ga mau naik gunung. Mistisnya banyaak bgtttt hahahaha. Aku ga berani Ama beginian...
Wah si tokoh Satria yang hilang belum balik dan belum ditemukan, apa jangan-jangan Satria dijadikan tumbal ya...?? Serem banget...
Aku klo jd agus kayanya jg bakal milih turun aja. Eh ga deh, klo jd agus aku ga akan mau diajak naik gunung mlm2 n gelap2 dr awal 😂😂
Jadi satria kemana berarti? Mudah2an dia ga kenapa2 yaaa.. Soalny masih ditunggu postinganny yg ngebahas review blogger2 🤣🤣
Eh iya, tadi aku kira tokoh 'aku' itu anaknya Kyai lho, mas. Lha gimana, soalnya temennya kalau panggil Gus Gus gitu. Gak taunya ternyata namanya Agus ya? Muehehehe.🤣🤣🤣 *Kaboooor 🏃🏃🏃
Tapi emnk berjalan malam2 digunung itu lebih mengerikan... tpi seru sih kalau rame2.. haha
Sepertinya mereka berdua dibutakan oleh huntu perempuan tadi ttg keberadaan rumah. Makanya nggk nemu2.. aji mumpung himawan segera sampai dan bertemu... kalau nggk? Yaudah makin kesasar jadinya..
Serem yah siluman babi.. ngebayanginnya aja udh gemericik ngeri.. wkwkwk
kalau cari temen mending ajak barengan, satria satria where are uuuuu
mending turun gunung aja ya kalau dari awal ga yakin mau naik