Rejeki tidak terduga
"Mas Harjo, bisa kurang tidak?" Kataku sambil melihat-lihat barang yang ada di depanku, sebuah pemanggang sosis berwarna kuning yang tampak agak sedikit berdebu, mungkin karena sudah lama tidak dipakai kali.
"Wah, kalo itu nanti saja tunggu istri saya datang ya. Yang penting mas Agus sreg tidak dengan barangnya?" Tanyanya lagi.
Aku coba melihat-lihat lagi kompor panggang sosis yang ada di depanku. Masih cukup bagus dan warnanya juga masih cerah pertanda belum lama ia beli. Kondisinya masih oke menurutku biarpun ada beberapa kekurangan tapi kan wajar, namanya juga seken.
Harjo sendiri adalah salah seorang yang kadang suka membeli cilok dagangannya, hanya kadang-kadang saja sih terutama kalo habis gajian soalnya kalo keterusan juga bosan. Eh, tapi saya dengan istri tiap hari kok ngga bosan ya.
Saat mas Harjo beli cilok milikku, aku kadang memperhatikan lapak dagangannya, sebuah meja berukuran 2x1 meter yang diisi dengan pemanggang sosis dan juga beberapa sachet teh sisri, pop ice, dan minuman anak-anak lain yang harganya seribu. Selain itu juga ada beberapa gorengan seperti bakwan, tempe mendoan, dan buras (makanan tradisional seperti lontong tapi dalamnya berisi berbagai macam sayuran atau mie).
Nah, sudah sebulan lebih saya tidak melihat pemanggang tersebut. Suatu hari aku iseng-iseng bertanya kemana panggangan sosis (yang sebenarnya bisa untuk memanggang roti atau lainnya) itu. Ia lalu jawab ada dibelakang, sudah tidak jualan sosis atau Frozen food lainnya karena istrinya capek, ah pantesan.
Sebenarnya aku ada niat ingin membelinya sih untuk istriku dirumah agar ikut berjualan di rumah tapi mengingat keuangan yang ada hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari maka aku urungkan niat untuk meminangnya.
Jualan cilok untungnya tidak seberapa akhirnya aku pun lalu mencoba untuk mencari pekerjaan lainnya. Kebetulan saat sedang jualan dan mangkal di pinggir jalan ada seseorang yang sedang menempelkan plamfet atau kertas yang berisi lowongan pekerjaan bukan jadwal konser dangdut.
Aku membaca dengan seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, Jakarta 17 Agustus 1945. Eh tidak dong. Ternyata ada sebuah PT yang sedang mencari karyawan untuk pemasaran. Ah, daripada jualan yang untungnya tidak tentu apa salahnya aku mencari kerja yang penghasilannya lebih menentu pikirku.
Aku segera pulang lalu mengutarakan niatku sambil membawa brosur tersebut ke rumah.
"Dek, ada lowongan pekerjaan dekat sini nih, gajinya juga cukup menggiurkan, mana gratis lagi tidak dipungut biaya." Kataku sambil menyodorkan plamfet tersebut.
Istriku membaca brosur tersebut dengan seksama juga." Tapi kok sepertinya meragukan ya mas. Gaji diatas UMR tapi kerjanya seperti itu."
"Mungkin mereka baru buka perusahaan jadinya butuh karyawan baru dan tidak banyak syaratnya. Kan yang gratis." Sahutku dengan semangat menggebu karena sudah capek dorong gerobak terus tiap hari.
Esoknya aku berangkat ke tempat tersebut dengan menaiki motor Honda Astrea. 15 menit kemudian aku sudah sampai di tempat itu. Sebuah ruko kecil yang ada dipinggir jalan raya dan masih terlihat baru karena kantornya juga masih sedikit berantakan. Ah, pasti aku diterima kerja disini.
"Maaf pak, apa benar ini PT..." Kataku bertanya pada seorang sekuriti yang sedang jaga.
"Benar mas. Mau apa mas kesini?"
"Mau cari pekerjaan pak, barang kali masih ada lowongan buat ku." Jawab ku sesopan mungkin.
"Oh masih ada mas. Silahkan masuk saja, kebetulan Bu Dini, staf kantor nya baru masuk tadi."
Pucuk dicinta pekerjaan pun tiba batinku. Aku pun lantas masuk ke ruangan tersebut. Aku bertanya dengan sopan pada seorang pria yang tampak sedang asyik bermain hape. Ia lalu menyuruhku untuk masuk ke ruangan sebelah untuk menemui Bu Dini.
Begitu masuk maka aku agak kaget. Bu Dini yang aku kira sudah berumur setengah baya ternyata adalah seorang wanita cantik yang berusia sekitar 30 atau mungkin kurang. Entah kenapa aku jadi deg-degan seperti ketika pertama kali bertemu calon istriku.
"Selamat pagi Bu. Saya Agus ingin melamar pekerjaan disini." Kataku sopan sambil sesekali melihat wajahnya.
Wanita itu tersenyum manis." Silahkan duduk pak, bapak bawa berkas untuk lamaran pekerjaan tidak?"
Aku lalu mengangsurkan map berwarna coklat berisi berkas dataku. Ia lalu membukanya, sementara aku deg-degan.
"Bapak cuma lulusan SMP?" Tanyanya setelah melihat berkas-berkas ku.
"Iya Bu." Kataku sambil agak menunduk, malu, karena ijasah SMP nya juga nembak di tukang fotokopi.
"Bisa bahasa Inggris?"
Aku menggeleng sambil menjawab tidak. Duh, sepertinya aku gagal deh. Tapi perasaan di brosur itu tidak disebutkan harus bisa bahasa Inggris.
Bu Dini lalu menutup berkas ku." Sebenarnya kami mencari orang yang minimal lulusan SMA pak, kalo S1 itu lebih baik."
Aku lemas, gagal sudah impianku memiliki pekerjaan.
"Tapi jika bapak memang ingin bekerja maka tidak apa-apa, kebetulan kami sedang butuh pekerja."
Tentu saja wajahku langsung sumringah." Makasih banyak Bu." Kataku dengan hati berbunga-bunga.
"Silahkan isi formulirnya pak, biaya administrasi nya sejuta rupiah."
Tentu saja aku kaget." Lho, bukannya gratis Bu?" Kataku sambil menyodorkan plamfet yang sengaja aku bawa kesini.
"Maaf pak, untuk administrasi memang gratis, tapi untuk keperluan lainnya butuh biaya sejuta. Kalo bapak tidak mau silahkan keluar." Katanya tegas.
Batinku galau antara butuh pekerjaan tapi takut ditipu juga karena uang segitu jelas sangat berarti. Akhirnya terpaksa aku mengeluarkan uang di dompet agar bisa mendapatkan pekerjaan. Toh jika sudah bekerja maka akan dapat gaji pikirku.
Ternyata pekerjaanku bukan di kantor tersebut tapi disuruh menjual dua buah baju. Bukan sembarang baju tapi seperti jas atau tuksedo yang harganya mahal. Satu baju harganya sejuta, sama dengan uang pendaftaran ku. Aku sendiri tidak tahu apakah akan diberikan komisi atau tidak jika bisa menjualnya.
Aku lalu mencoba menawarkan barang tersebut di pinggir jalan dekat kantor tersebut. Nihil, jangankan membeli, yang menawar pun tak ada. Lagi pula jaman sedang sulit seperti ini siapa juga yang mau membeli baju yang mahal di kota kecamatan yang kecil seperti ini.
"Gus, kamu sedang apa?" Tanya seseorang. Aku menengok dan melihat kang Asep tetanggaku yang sama sama mengontrak.
Aku lalu menjelaskan duduk perkaranya mengapa aku berdiri di pinggir jalan seperti ini yang jujur saja sangat menyiksaku. Sudah kena debu dan panas, masih dilirik sinis sama beberapa orang yang lewat.
"Ya jelas lah, coba kamu ngaca dulu Gus." Katanya lalu setelah itu pergi.
Aku buru-buru ngaca. Astaghfirullah, baru sadar mana mungkin aku bisa menjual baju seperti itu. Muka acak-acakan yang jikalau dimasukkan ke salon tujuh hari tujuh malam juga belum tentu layak menjual tuksedo atau jas. Ini sama seperti seorang sales produk krim pemutih wajah tapi kulitnya sendiri hitam karena keseringan pergi di sawah.
Aku tentu saja segera balik lagi ke kantor tersebut sambil marah-marah meminta pekerjaan lainnya yang layak. Bu Dini langsung memanggil satpam untuk mengeluarkan aku.
Aku hanya pasrah saja. Saat keluar ruangan Bu Dini kulihat ada dua orang yang sedang duduk di kursi depan. Segera saja aku memperingatkan mereka agar jangan mau keluar duit dulu sebelum dapat pekerjaan yang jelas. Sekuriti yang sebelumnya biasa saja dengan galak segera mengusirku.
Akhirnya aku pulang sambil menceritakan pengalaman hati ini. Istriku hanya mengelus dada.
Aku lalu melakukan aktivitas seperti biasa, dagang cilok untuk menghidupi keluarga ku, biarpun tidak seberapa hasilnya yang penting ada pemasukan pikirku.
Selain jualan keliling aku juga mengisi waktu luang ku kalau tidak ada pembeli dengan bermain hape dan juga ngeblog.
Sebenarnya aku ngeblog atau membuat blog itu cuma untuk menulis saja biarpun tujuan awalnya adalah untuk meraih uang lewat Adsense, tapi ketika menyadari kalo penghasilan dari penyedia periklanan Google itu tidak memadai ( karena rate iklannya yang kecil ) maka aku putuskan untuk menulis saja yang aku suka.
Saat sedang blog walking untuk menjalin silaturahmi sesama blogger aku melihat blog Mbak Eno dan melihat ada postingan paid guest post.
Aku tiba-tiba ingat kalo beberapa bulan lalu beliau pernah memintaku untuk membuatkan cerpen. Cuma karena aku belum pede dalam membuat cerita dan juga saat itu sedang ada masalah di pabrik (sebelumnya aku kerja di pabrik) yaitu akan ada PHK maka aku menolaknya.
Akhirnya aku lalu iseng bertanya pada mbak Eno apakah bisa membuat cerpen untuk blognya walaupun sebenarnya tetap masih belum pede membuat cerita karena beberapa hari yang lalu saat aku beli Buras kulihat pemanggang sosis itu masih tergeletak di pojok kamar. Tak disangka mbak Eno tetap antusias dan memperbolehkan aku mengisi paid guest post.
Melihat beliau antusias aku justru agak bingung karena belum punya cerpen apa yang harus kutulis yang kira kira pantas. Apa harus mundur lagi tapikan ngga mungkin karena aku sendiri meminta, lagipula bayangan si kuning yang tergeletak mengenaskan di pojok kamar mas Harjo membuatku harus berani melangkah. Si kuning itu seakan-akan melambai-lambai padaku untuk segera mengentaskan dia dari mas Harjo yang tidak merawatnya, semacam anak yang terbuang.
Akhirnya aku ada ide, aku lalu kirim saja cerpen yang sebelumnya kubuat untuk blog sendiri ke mbak Eno dari pada pusing mikir mau buat cerita seperti apa. Lha kok ndilalah mbak Eno Lerian mau saja, padahal kukira akan ditolak lalu minta genre yang lain (padahal kusudah menyiapkan genre dewasa jika ditolak wkwkwk). Mungkin sama seperti saat mau meminang calon istriku dulu, apakah dia mau menerima aku yang masih ganteng saat itu ~
Mbak Eno sendiri meminta ijin agar cerpennya di edit sesuai style blognya. Tentu saja aku ijinkan karena cerpen aslinya memang acak acakan.
Siang harinya beliau mengirim email bahwa bayaran ku sudah dikirim ke rekeningku. Aku cek benar saja sudah masuk sejumlah uang.
Sore harinya aku langsung menarik uangnya lalu menuju ke rumah mas Harjo. Alhamdulillah ia ada di rumah. Setelah melihat-lihat dan mencoba panggangan sosis yang ternyata masih oke semua maka kuputuskan untuk meminangnya dengan bismillah. Tapi untuk itu aku harus menunggu sebentar karena istrinya sedang belanja.
Lima menit kemudian istrinya mas Harjo datang.
"Mbak, 400 ribu saja ya?" Tawarku karena istrinya sebelumnya membanderol pemanggang sosis dua tungku itu dengan harga 600 ribu.
"500 ribu saja deh mas. Kan sudah kenal, itu belinya aku 900 ribu lho." Kata dia sambil memperlihatkan sebuah kertas kwitansi.
"Aduh mbak, uangku pas-pasan segitu." Kataku sambil memperlihatkan isi dompetku. Tentu saja sebelumnya isinya memang sudah kubuat pas seperti itu.
"Udah mah terima sajalah, daripada nganggur saja nanti rusak lho." Kata mas Harjo berusaha meyakinkan istrinya. Alhamdulillah, tidak sia-sia sogokan tiga bungkus cilok sehari sebelumnya.
Alhamdulillah, Akhirnya jadi juga panggangan sosis dan frozen food itu berpindah kepadaku. Sisa uangnya tentu saja kini mau kubelikan bahan makanan seperti sosis, frozen food, dan keperluan lainnya untuk jualan sosis. Kini si kuning harus bekerja keras untukku walaupun jalan terjal menghadang karena sudah ada lima penjual sosis lainnya di kampung ku.
btw, saya jadi penasaran cerpen genre dewasanya,, ditunggu terbit di blog ini aja kalau gitu hahaha..
Btw baru tahu buras itu ada yang isinya mie, kupikir isinya oncom doang
Oiya tadi mau komen apa ya yang agak ga pas, aah itu kata gantinya berubah dari aku ke saya trus ke aku lagi huehehe
Wah, alhamdulilah banyak rejeki yang datang akhir2 ini ya mas, semoga selalu lancar terus kayak air yangbmengalir, dan langgeng selalu dengan istri tercinta hehe
Harusnya tuxedonya trus digunakan agus untuk jualan cilok trus lariiis manis karena ciloknya membuat orang sekuat ironmen 😀
Ikut kudoain agar makin banyak dapat job, mas ��
mantap ceritanya
Semoga usahanya dilancarkan ya kak Agus!
Ngomong-ngomong, aku salah komentar di atas 🤣 masa masuknya ke Facebook. Bagaimana itu nggak bisa dihapus wkwk
Saya datang pakai dasi, eh lowongannya menjadi sales perabotan rumah tangga. Dan itu pun harus dengan persyaratan bayar sekian.
Aduh percuma saya datang pakai dasi
Saya rencana mau buka jualan bilung saja ah, modalnya kayaknya tidak begitu besar.
Saat baca dia menyerahkan uang satu juta demi dapat pekerjaan, rasanya pengen saya jitak. Itu uang kan susah ngumpulinnya. Baiklah, tak boleh emosi, ini hanya cerpen.
Kemudian saya baca lagi. Ini cerpen apa cerita beneran sih? Kalo baca sisanya kayanya beneran deh.
Maaf, saya pembaca baru yang masih meraba-raba. 😅
Bagus sekali dapat juga panggangan sosis baru. Selamat jualan ya! Semoga murah rejeki dan sukses selalu!!
Tadinya kukira arah ceritanya bakal jatuh cinta sama iBu muda itu terus selingkuh terus cerai sama istri tua terus nyanyi 'kumenangis membayangkan betapa kejamnya..' wkwk
Btw selamat ya akhirnya punya panggangan sosis baru, dan sukses bikin saya merindukan si penjual sosis bakar langganan saya waktu hamil dulu.
Nggak tahu kenapa dulu saya jadi ngidam sosis bakar mulu, dan orangnya sampai hafal ama saya.
Rezeki memang selalu dari mana aja ya Mas, dari dunia ngeblog, bahkan bukan cuman melalui ads atau sponsored post, melalui teman-teman juga bisa, Alhamdulillah :)
susah ya memang cari kerja sekarang
tapi salut sih kalau mas agus bisa tetap survive gitu
emang sekarang banyak jebakan betmen masalah pekerjaan yg harus bayar dulu
entah buat training atau buat beli sesuatu
kalau saya dulu pernah mau ditahan ijazah S1 di pabrik
mayan gede si gajinya 4 juta untuk ukuran anak baru lulus ya banyak banget
tapi mikir lagi kok gitu banget ya nanti juga kalo di tengah pengen resign gimana
eh selamat btw buat pangganggan barunya semoga berkah ya mas
maslaah cerpen, coba kirim ke storial mas
ada banyak lowongan cari naskah baru di sana
editorku kemarin juga lagi cari cerpen horor dan beberapa kisah mistis gitu
siapa tahu beruntung mas
Akhirnya bisa meminang si kuning yang menggoda ya mas, hehe. Semoga frozen food-nya laris manis mas dan juga dagang cilok-nya. Cerita mengenai bayar uang biar dapat kerja itu, saya dulu waktu baru-baru kuliah dulu pernah kena juga hahahha. Tapi nggak sampai sejuta mas, ya mayanlah kalau sebagai anak kos, gapapalah sebagai pelajaran wkwk, walau diingat-ingat sampai sekarang kesel juga 😂😂
Semangat dagang ciloknya mas Agus swmoga banyak yang beli ya
Semoga berkah dan lancar usahanya...
Oiya, ngomong-ngomong soal pekerjaan yang harus bayar dulu. Saya jadi ingat cerita teman dulu juga gitu. Bilangnya diterima kerja, tapi harus membayar sejumlah uang untuk biaya training dll yang berjuta-juta. Padahal perusahaannya juga ngga terkenal banget. Jadi lebih baik hati-ati saja kalau nerima tawaran pekerjaan seperti itu.
Ngomong-ngomong selamat ya, Mas, dapat rejeki 1 juta. Alhamdulillah. Kalau rejeki emang gak kemana, dan datangnya juga mungkin dari arah yang tidak diduga-duga 😆. Duh, ikut seneng deh, kalau ada temen yang dapat rejeki gini. Semoga dagangannya laris ya, mas.😆
Semoga laris manis jualannya ya, Mas Agus! Sukses selalu pokoknya!
Trimakasih juga buat mbak eno yang sudah memberikan rezeki tak terduga buat mas agus, semoga rejekinya makin lancar jaya juga😁
ke CFD yang biasanya banyak jejeran jajanan jajanan suka bingung beli yang mana, pengennya dibeli semua
rejeki nggak kemana ya mas agus, alhamdulilah cair juga paid guest nya hehehe
Btw kok namanya pakai Warteg, jangan-jangan udah punya warteg nih, hehe. Alhamdulillah.
Asiiiik punya panggangan sosis skr ;). Dimana nih jualannyaaaa, kalo aku mampir mau borong hahahahaha. Aku suka sosis panggang, trutama yg jenis bratwurst ato sosis yg isinya kejuu ;).
Semoga lancar jualannya yaaa mas Agus, banyak yg beli :)
Ntar staf kantor itu pasti kaget sendiri lihat nama tokoh utama cerita ini di sampul novel. :)