Gadis dalam lukisan jilid 2
Gambar berasal dari lukisan Basuki Abdullah
Satria tidak percaya karena gadis dalam lukisan hotel tempat ia menginap itu kini ada dihadapannya. (Baca cerita sebelumnya Gadis dalam lukisan)
"Maaf, apa..apa aku boleh masuk?" Tanyanya dengan suara pelan.
"Apa?" Ujar Satria, ia memang mengharapkan dirinya tapi begitu berhadapan dengannya ia malah bingung.
"Aku dikejar seseorang, aku butuh tempat berlindung. Bolehkah aku masuk?"
Pemuda itu menengok untuk mencari siapakah yang mengejarnya. Tak ada seorangpun, termasuk juga petugas hotel. Saat ia melihat kembali, gadis itu sudah tak ada. Astaga, apakah ia bermimpi.
Iapun masuk kembali dan baru sadar kalo gadis itu sudah masuk bahkan duduk di kursi sofa. Hmmm, sungguh tamu yang sopan.
"Maaf, aku masuk tanpa ijin karena aku tak mau ia melihatku." Katanya seakan tahu isi hatinya.
"Siapa yang mengejarmu?" Kata novelis itu penasaran. Bukankah hotel ini ada penjaga yang bertugas, tapi memang sedikit sih pegawainya.
"Entahlah, aku sedang jalan-jalan ketika ia menggodaku. Aku acuhkan tapi ia malah main kasar kepadaku bahkan semakin kurang ajar. Aku terpaksa lari dan bersembunyi disini."
Satria melihat kembali gadis itu. Laki-laki normal memang akan iseng kalo melihat pakaiannya walaupun itu tidak dibenarkan. Model kebayanya sudah ketinggalan zaman tapi cukup enak dipandang terutama bagian depannya yang agak terbuka dan membusung.
Tahu dirinya diperhatikan maka ia mukanya agak merah dan pura-pura menutupi kebayanya. Melihat hal itu pemuda itu batuk-batuk.
"Apakah kamu berasal dari sini?" Tanyanya untuk memecahkan keheningan.
Ia mengangguk." Aku berasal dari desa yang ada disebelah tempat wisata itu. Namanya.." ia menyebutkan sebuah desa yang seingat novelis itu memang masih satu kecamatan disini.
"Untuk apa kamu malam malam keluar rumah, apa orang tuamu tidak khawatir?" Tanyanya lagi tanpa berani melihat langsung, soalnya ia takut kalo terlalu sering melihat ia bisa khilaf. Bagaimanapun Satria masih manusia biasa.
Gadis itu menggeleng." Orang tuaku masa bodo denganku, mereka tidak perduli apakah aku pergi atau tidak, hilang atau bagaimana." Katanya dengan mimik muka sedih.
Melihat keadaan gadis itu yang berpakaian menggoda plus tengah malam datang ke kamarnya maka Satria menduga kalo ia adalah gadis nakal dan mungkin karena itu orang tuanya mungkin masa bodo karena sudah bosan menasehatinya. Astaga, apakah ia adalah pancingan agar pemuda itu berbuat khilaf sementara orang orang yang menyuruhnya mengintipnya dan mungkin juga merekamnya saat ini.
Kurang ajar, mungkin ada yang iri dengan karirnya sebagai novelis yang mulai terkenal dan ingin menghancurkan dirinya dengan gadis itu sebagai umpan. Ah, lihat saja, aku tidak akan jatuh dalam jebakan mereka.
Dengan pikiran yang seperti itu maka dirinya yang sempat tergoda oleh kemontokan tubuh wanita didepannya itu jadi biasa lagi." Ayo, aku antarkan kamu pulang ke rumahmu."
Gadis itu menggelengkan kepalanya." Orang tuaku pasti marah kalo aku pulang larut malam begini, apalagi dengan membawa laki-laki."
Satria hanya menghela nafas." Bagaimana baiknya."
"Aku hanya ingin bermalam saja disini malam ini, besok aku pasti pergi." Katanya sambil duduk di sofa.
Satria hanya membiarkan saja ia duduk disana sementara ia duduk di kasur. Ia lalu memulai bicara lagi." Aku tahu, kamu pasti memandang rendah aku. Sebenarnya aku malam malam datang kesini karena mencari dia."
"Dia?"
"Kekasihku." Kata gadis itu. Saat bicara pipinya agak bersemu merah. Ia lalu tampak bicara menerawang." Aku bertemu dengannya saat sedang berjalan-jalan di belakang hotel ini. Kulihat ia sedang memandang laut seorang diri disana."
Reflek Satria melihat arah yang ditunjuk oleh dia. Dari jendela ia hanya melihat kegelapan malam dan juga warna keputihan, mungkin kabut turun lagi diluar, terlihat dari kaca jendela yang tampak berembun. Hawa dalam ruangan pun jadi dingin. Lamat-lamat ia mendengar suara debur ombak di kejauhan.
"Ia adalah seorang mahasiswa seni lukis yang sedang berwisata disini. Sejujurnya begitu melihatnya aku langsung jatuh cinta padanya walaupun sebenarnya penampilannya sederhana saja." Pipinya bersemu merah lagi ketika ia bicara sehingga tampak makin cantik. Novelis itu terpaksa menghela nafasnya sambil mengalihkan pandangannya agar tidak terlalu terpengaruh.
"Sejak saat itu aku rajin datang ke belakang hotel ini untuk bertemu dengannya, kami pun jadi sering bertemu. Hingga suatu ketika ia berbicara padaku."
"Apakah ia bilang mencintaimu?" Tebak pemuda itu.
Gadis itu tersenyum." Bukan, ia memintaku agar aku mau menjadi model lukisannya. Maukah kamu menjadi modelku, agar aku bisa mati dengan tenang. Tentu saja aku terkejut sekali mendengarnya. Ternyata ia mengindap penyakit paru-paru yang sudah kronis. Tujuannya kesini adalah untuk berlibur dan mencari tempat mati yang tenang. Tentu saja aku terkejut setengah mati, bagaimana pun aku tidak ikhlas jika ia mati. Kucoba untuk mengajaknya berobat tapi ia menggeleng. Aku sudah berobat ke dokter spesialis dan mereka mengatakan waktuku hanya sekitar tiga atau empat bulan saja. Aku lalu memintanya agar berobat ke dokter lainnya tapi ia tak mau karena sudah tidak punya biaya. Aku tentu saja menangis sejadi-jadinya."
Saat bercerita air matanya tak terasa mengalir sehingga Satria pun ikut terharu.
Ia melanjutkan ceritanya lagi." Aku datang kesini karena punya firasat bahwa aku akan menemukan gadis yang memahami ku. Kumohon, kamu mau bukan menjadi model lukisanku, setidaknya jika aku meninggal, aku bisa mati dengan tenang karena bisa berhasil melukismu. Wajahmu akan aku kenang selau dialam kubur. Setelah itu iapun batuk-batuk, bahkan mengeluarkan darah." Gadis itu mengusap air matanya yang jatuh.
"Sejak saat itu setiap sore aku selalu kesini, ke tempat di belakang penginapan untuk menjadi model nya. Ia sendiri menyukai senja karena menurutnya itulah kehidupan manusia, pasti ada akhirnya. "
Satria sendiri sebenarnya tidak terlalu paham dengan karya seni menggambar tapi harus diakui memang lukisan di lobi hotel itu bagus.
"Tiap hari ia selalu melukis sehingga kondisinya semakin memburuk. Tapi biarpun begitu semangatnya makin membara, aku harus menyelesaikan lukisan ini sebelum aku mati, begitu katanya yang tentu saja membuatku menangis. Untuk apa aku mendapatkan lukisan jika harus kehilangan dia sehingga posisiku kadang tidak beraturan. Tentu saja ia marah marah dan memintaku kembali berpose seperti yang ia mau."
Ia menghentikan ceritanya sejenak.
"Sudah seminggu setelah itu ia tidak melukis atau kalaupun melukis selalu uring-uringan. Ketika kutanya, ia mengatakan tidak bisa menemukan warna merah yang pas untuk lukisannya. Aku sarankan ia ke kota terdekat untuk membeli cat lukis tapi tidak mau, pertama ia tidak punya uang karena sudah dihabiskan untuk bayar biaya menginap sebelumnya yang sudah dikasih murah oleh pemilik hotel karena kasihan melihat kondisinya, kedua letak kota cukup jauh sedangkan kondisinya memburuk. Ia sendiri makin sering batuk dan akhirnya mengeluarkan darah cukup banyak."
Gadis itu mukanya pucat seakan melihat kekasihnya itu ada didepannya dengan kondisi seperti diceritakan.
"Tentu saja aku panik tapi ia malah tiba-tiba tertawa. Akhirnya aku dapat warna yang pas katanya. Tentu saja aku terkejut dan menyuruhnya istirahat tapi ia malah meminta kepada ku untuk berpose lagi seperti dalam lukisan. Aku tentu saja tidak mau karena khawatir tapi ia malah marah. Akhirnya aku mengalah dari pada ia makin marah, kupikir dengan menurutinya maka ia akan senang dan siapa tahu membaik. Ia terus melukis, melukis, dan melukis sampai akhirnya ia roboh. Ternyata ia memakai darahnya sendiri untuk melukis dan membuat tulisan Jiwa Ragaku. Kekasihku sendiri ternyata sudah meninggal."
Ia kembali mengucurkan air matanya.
Satria ikut prihatin juga. Tak disangka kalo wanita muda yang tampaknya menggairahkan ternyata memiliki kisah yang sedih.
"Apakah orang tuamu tahu hubunganmu dengan dia?"
Ia mengangguk." Awalnya mereka tidak tahu, tapi setelah aku sering datang kesini mereka tahu dan marah karena aku menjalin hubungan dengan pemuda yang tidak jelas. Mereka lalu memintaku memutuskan jalinan asmara dengannya, yang tentu saja kutolak. Bahkan aku nekad hendak bunuh diri jika mereka terus memaksaku. Akhirnya kedua orangtuaku luluh setelah ku beritahu kalo kekasihku itu umurnya tidak lama lagi."
"Semoga kami nanti bisa bertemu dengan seorang pemuda yang baik." Kata Satria dengan tulus.
Gadis itu tersenyum." Kau sungguh baik sekali. Hanya kau seorang yang mau mendengarkan ceritaku dengan seksama, tanpa memotong atau menggoda ku. Kini bahkan kau mendoakan ku agar mendapatkan jodoh yang baik walaupun sudah terlambat."
Satria jadi penasaran." Jadi sebelumnya kamu pernah kesini, ke hotel ini."
Ia mengangguk." Aku sering kesini, malam hari karena aku berharap bertemu dengan kekasihku. Tapi yang aku temui bukanlah dia tapi laki laki lain. Mereka tidak sebaik kamu, mereka..." Gadis itu menghentikan ceritanya dan sesenggukan.
Melihat gadis cantik itu menghentikan ceritanya dengan sesenggukan maka tahulah ia kalo ada sesuatu yang tidak baik terjadi padanya. Naluri ingin melindunginya pun otomatis muncul.
"Mereka, mereka melakukan apa padamu?"
Gadis itu mengusap air matanya." Mereka awalnya baik, tapi ketika sedang berbicara denganku mereka merayuku, aku lalu diseret ke dalam kamar dan dinodai. Ada juga yang membawaku kedalam kamar mandi dan memperkosaku. Ada seorang yang baik hati dan mau mengantar aku pulang, tapi waktu pulang ia pun tidak tahan, aku dinodai nya di pinggir pantai dan ditinggalkan." Ia kembali menangis sesenggukan.
Jahanam, maki pemuda itu sambil mengepalkan tangannya.
Wanita itu tiba-tiba memandangnya dengan ketakutan." Kau juga laki-laki, jadi pasti kau..."
"Ah, kau terlalu menyamaratakan semua laki-laki. Aku janji tidak akan menyentuhmu." Ujar Satria cepat walaupun dalam hati ia ragu juga jika terus menerus bersamanya.
Gadis itu tiba-tiba berdiri." Terima kasih sudah mau mendengar cerita ku, kau sungguh baik." Katanya sambil tersenyum.
"Kau mau kemana?"
"Pulang."
"Hari masih gelap begini. Bagaimana kalo menunggu pagi saja, berbahaya pulang di malam hari." Kata Satria setelah melihat jendela yang masih berwarna gelap. Kabut juga masih pekat diluar.
"Terima kasih, tapi aku pulang sekarang. Aku takut kalo nanti orang tuaku marah."
"Akan kuantar kamu pulang." Ujar Satria, ia tidak tega membiarkannya pergi sendiri apalagi setelah mendengar ceritanya. Siapa tahu diluar ada lelaki yang iseng padanya, kan berbahaya.
Mata gadis itu tampak berbinar." Benarkah?"
Satria mengangguk. Udara dingin menyambut mereka ketika keluar kamar sehingga pemuda itu agak menggigil. Sunyi sepi diluar, tak ada siapapun. Maklum, tamu lain pada cek out begitu mendengar ada yang meninggal.
"Apa kau ingin mengambil lukisan itu?" Tanyanya pada wanita muda di depannya.
Ia menggeleng." Lain kali sajalah, hari sudah pagi. Aku mulai takut."
Aneh, apa yang ditakutinya, batin novelis itu.
Mereka berdua lewat pintu belakang penginapan sesuai arahan gadis itu. Ada seorang petugas jaga yang tampak tidur di posnya.
Deru ombak terdengar kencang di belakang hotel, begitu juga bau asin udara laut. Keadaan masih gelap gulita, mana kabut juga ikut membuat suasana makin pekat tapi gadis itu sepertinya sudah tahu jalan yang akan ditempuhnya, ia berjalan dengan cepat seakan siang hari saja.
Satria berjalan dengan hati-hati. Ia tak mau celaka kalo terburu-buru. Semakin lama suara ombak makin keras terdengar menandakan mereka dekat dengan laut.
"Hai, apa jalannya tidak salah?" Ia berteriak pada gadis didepannya karena arah yang mereka menuju laut.
Ia menghentikan sejenak langkahnya." Tidak, ini memang arah yang benar. Aku biasanya lewat sini karena lebih cepat sampai."
"Tapi berbahaya lewat situ karena dekat dengan jurang, kalo salah bisa terpeleset jatuh ke laut." Pemuda itu mengingatkan saat ia sudah cukup dekat dengannya.
"Kau takut?"
Persetan, maki Satria. Ia segera bergegas ke depan karena gadis itu sudah melangkah lebih dahulu. Ah sial, coba kalo bukan karena sudah berjanji mengantar, mana wajahnya cantik pula, tentunya ia lebih baik tidur nyaman dalam kamar. Kira-kira apa sambutan orang tuanya jika tahu anaknya membawa laki-laki asing, pada pagi buta pula.
Lamunannya buyar oleh suara jeritan. Satria ikut menjerit karena gadis itu ternyata terpeleset dan jatuh ke pinggir jurang, beruntung tangannya masih bisa meraih batu karang yang ada.
"Tolong aku." Teriaknya memelas.
Pemuda itu tentu saja ikutan panik, jantungnya terasa mau copot. Iapun bergegas meraih tangannya." Bertahanlah."
Berhasil, tangannya bisa meraih tangan kanan gadis itu yang terasa dingin sekali. Wajahnya tampak pucat pasi." Tolong aku, aku tidak mau mati disini."
"Jangan panik, aku pasti akan menarikmu." Teriak novelis itu karena gadis itu tampak meronta-ronta sehingga terasa makin berat. Ia berusaha meraih tangan satunya lagi tapi susah karena ia panik. Keringat dingin membasahi dirinya karena ia sendiri ikut panik, takut gadis dalam lukisan itu jatuh ke bawah dimana batu karang dan air laut siap menyambutnya.
Akhirnya dengan susah payah ia berhasil meraih kain kebayanya. Tak disangka tangannya tiba-tiba hampa, ternyata pegangan tangannya lepas dan jeritan gadis itu terdengar ketika jatuh kebawah hingga akhirnya lenyap ditelan suara ombak yang menghantam karang, yang tinggal hanya robekan kain ditangan kirinya.
Tidaakkk, teriaknya. Ingin ia menyusul gadis itu kebawah untuk menyatakan penyesalannya tidak bisa menyelamatkan dirinya. Beruntung sebelum Satria nekad terjun ke bawah sebuah lengan yang kukuh menahannya.
"Untunglah aku berhasil menyusul mu kesini sebelum engkau berbuat nekad." Orang dihadapannya itu tersenyum. Novelis itu mengenalnya sebagai komandan polisi yang mengurus kasus di hotel tempatnya menginap.
"Syukurlah bapak ada disini. Lekas tolong gadis itu pak." Ia tahu jika seseorang jatuh kebawah harapan selamat sangatlah kecil, tapi tak ada salahnya berusaha bukan.
Polisi itu menggelengkan kepalanya." Mari kita pulang dulu."
"Tapi dia..."
Satria sebenarnya bersikeras ingin agar komandan polisi itu menolong gadis tersebut, tapi melihat sorot matanya yang berwibawa entah mengapa ia akhirnya menurut saja ketika dia membawanya pergi.
Tak lama kemudian mereka berdua tiba di jalan raya dimana sebuah mobil patroli parkir.
Didalam mobil itulah ia mendapatkan fakta mengejutkan." Gadis itu sebenarnya sudah lama meninggal dunia, namanya Cempaka. Ia berasal dari desa terpencil di dekat laut sana." Komandan polisi itu menunjukkan sebuah tempat, dimana suasana tampak mulai terang, kabut juga perlahan menghilang.
"Setelah kehilangan kekasihnya maka ia kadang suka ke hotel itu sendirian, yang mana mendatangkan malapetaka. Empat pemuda yang sejak dahulu menyukainya tapi ditolak akhirnya membuat rencana jahat. Mereka menghadang Cempaka di tempat tadi dipinggir pantai. Awalnya bicara baik-baik tapi akhirnya mereka memperkosa gadis itu bergiliran. Untuk menghilangkan jejak maka mereka membuang mayatnya ke laut dan tidak pernah ditemukan."
Mobil melaju pelan ketika petugas kepolisian itu melanjutkan ceritanya." Sejak saat itu arwahnya lalu suka datang ke hotel itu, berharap bertemu kekasihnya tapi kadang malah mencari korban. Laki-laki yang terperdaya oleh kecantikannya rata rata mati."
"Bagaimana dengan para pemerkosanya?" Ujar Satria ingin tahu.
"Salah seorang dari mereka yang merasa bersalah merasa gelisah sehingga ia lalu berniat untuk menyerahkan diri ke polisi. Kawan-kawannya tentu saja marah dan membunuhnya. Tapi karena jejak mereka yang tidak rapi plus orang tua dari korban yang dibunuh itu lapor petugas untuk mengusut hilangnya anak mereka, akhirnya pembunuhan itu terbongkar termasuk juga sebab musababnya. Anehnya tiga orang itu tak lama kemudian mati dalam penjara. Menurut petugas yang memeriksa, mereka semua mati kena serangan jantung biarpun tidak punya riwayat penyakit tersebut."
"Siapa yang membunuh mereka?" Kata novelis itu karena menduga mereka mati tidak wajar.
"Entahlah, aku juga tidak tahu karena aku baru bertugas di daerah sini, tapi aku rasa kamu dapat menduganya bukan."
Pemuda itu hanya diam dan tidak lama kemudian mereka sudah sampai di penginapan.
"Apa yang akan pak polisi lakukan sekarang."
Komandan itu hanya menghela nafas." Yang dapat aku lakukan sekarang adalah mengambil lukisan itu dan menyimpannya di tempat yang aman agar tidak ada korban lagi. Aku akan berbicara terlebih dahulu dengan manager hotel."
Setelah berkata demikian polisi itupun pergi meninggalkan Satria yang termangu-mangu sendirian. ia pun masuk ke lobi hotel dan melihat kembali lukisan tersebut. Gadis itu masih tersenyum manis seperti pertama kali ia melihatnya. Tiba-tiba mata pemuda itu terbelalak ketika melihat kain kebaya dalam lukisan itu sobek, persis ditempat mana ia memegangnya sebelum ia terjatuh.
Tanpa sadar Satria merogoh sakunya. Dilihatnya kain itu sama persis dengan yang ada dalam lukisan. Ketika ia melihat wajahnya, tampak mata gadis itu melihat tajam kearahnya.
TAMAT
Hmm, sedikit kena prank dari teaser kemaren di kolom komen, kupikir bakal jadi tumbal, ternyata baca ndiri ya pembaca yang komen di bawahku hahhaah, lumayan berbeza dari range rangeran awal...
Mas, kalau ada kata cempaka ku kok jadi teringat film belahan jiwa 2005
Soalnya di situ juga ada bagian nglukis pakai darah sendiri juga...tapi beda kok ama cerpen ini. Cerpen ini seperti biasa sakseis membuatku terhanyut #eleh-eleh haha
Walaupun memang ternyata kurasakan agak dominan romancenya ya mas, horrornya lumayan ketutupan sih menurutku
Tapi pertahanan iman ga jebol juga ya, satria baja hitam...kirain bakal kirain wakakka...keren lah
Oiya satu lagi, satria pas ada sesi curhat itu ga sempat perhatikan apa, lukisannya di dinding gadisnya ngilang sementara tak?
Suatu ide brilian nan spektakuler ketika ia melukis dengan darah dari dahaknya, ide2 unik seperti ini harus diperbanyak oleh para penulis cerita ketika menulis, karena bagi saya ide2 unik semacam itu yg membuat cerita menjadi mahal, jadi para penulis jgn takut utk menuangkan ide2 "gila" kedalam tulisan 🤣🤣 #jaey_gupta
Kirain gw dijadiin tumbal...Nyaris saja. Untung ada polisi Bombay inspektur Ajaey yang sigap membantu Satria.🤣 🤣 Ternyata si Suketi ....Eeh Cempaka maksudnya 🤣 gadis yang sudah meninggal karena kasus pemerkosaan. Akhirnya ia menyusul kekasih tercintanya yang sudah melukisnya dengan darah.
Ingaatt!!...Darah itu merah Jendral. 🙄 😲😲
Coba judulnya lukisan berlumur darah..🤣 🤣
Maantaapp! Kang..👍👍👍
Mnding pindah kamar aku sih, cari yg ga pake lukisan orang :D. Untung satria di sini ttp hidup yaaa :D. Betul2 pria tangguh tahan godaan 😂
Secara logika kan seharusnya nggak dipasang lagi lukisan berhantu itu.. karena dampaknya bisa mematikan bisnis hotel itu sendiri.
Cerpennya kali ini keren euy, Kak Agus! Aku suka sama jalan ceritanya dan endingnya yang berbeda kali ini dari cerpen-cerpen sebelumnya 🙌🏻 semangat terus untuk menulis ya kak!
Saat aku baru mulai baca ceritanya, aku teringat cerita nyi roro kidul, karena latarnya itu di hotel dan pantai. Merindiiing..
dari awal yang ada dibayanganku adalah hotel di Pangandaran, mungkin kalo liat berita hotel di pangandaran ada yang angker, yang jadi tempat tidurnya nyi roro kidul itu, yang dikeramatkan kalo ga salah.
mungkin karena deskripsinya hotel deket laut, ehh langsung terlintas daerah itu
lahh kok komenku ternyata sama dengan mba jezi diatas ya, padahal aku tadi nggak baca komen temen temen yang lain
Btw, greget deh sama Satria. Masak dia ga feeling itu cwe jadi2an. Hehehe.. Udah jelas2 pake bajunya jadul, trus ngapain cwek malem2 keluar kaan. Kan aku yg deg2an bacanyaa.. #bilang aja takut Ca, pake nyalahin Satria 😂
Apakah manti akan ada kelanjutannya Mas? Judulnya Kisah Sepotong Kain Cempaka. Hehehe..
Tapi kasihan juga si Cempaka.. Mati gara-gara diperkosa. Kalau dipikir-pikir, ngapain sih doi cari korban terus?? Kenapa gak hidup bahagia bersama si pacar aja di alam baka.🤭
Kalau ini, mungkin karena penuh dengan percakapan, jadinya nggak seberapa merinding.
Cuman saya jadi ikutan membayangkan film jadul horor ya, lengkap dengan percakapan yang kebanyakan mendesah hahahahaa
Bagus mas seperti biasa.. Udah Fans sejak mampir ke blog ini pertama kali..