Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jadi bahan ghibah kok malah santai



Sore itu Agus sedang menunggu ustadz Satria di sebuah pos ronda, ada perlu yang cukup penting menurutnya. Setelah cukup lama menunggu sambil bermain hape, ustadz yang ditunggunya akhirnya lewat juga.

"Assalamualaikum." Agus mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam." Jawab ustadz Satria. Ia agak kaget juga karena tidak menyangka Agus yang menyapanya. Mereka lalu bersalaman.

" Ada apa nih Gus, tumben menunggu disini." Ustadz Satria langsung duduk di samping Agus. Ia kenal baik dengan Agus sehingga tidak menjaga jarak. Hal inilah yang Agus suka dari ustadz Satria, orangnya mau membaur dengan masyarakat biasa.

"Pak ustadz tahu pak Mahmud tidak?"

"Pak Mahmud, tentu saja aku tahu, kenal baik malah."

"Hah, pak ustadz kenal!" Kata Agus kaget.

"Lho kamu tanya tahu, aku jawab kenal kok kamu malah kaget." Ustadz Satria malah bingung.

"Ngga, ngga nyangka saja. Kirain aku pak ustadz hanya tahu saja tidak sampai kenal."

"Pak Mahmud yang jualan material bangunan yang punya toko dekat pasar kan." Ustadz Satria ingin memastikan, tapi seingatnya di desa itu hanya ada satu yang bernama Mahmud. Dulu ada dua, tapi Mahmud satunya sudah pindah karena ikut dengan istrinya ke rumah mertuanya.

"Iya. Lah pak ustadz kenal." Agus agak heran.

"Tentu saja kenal." Sahut ulama desa tersebut." Dulu waktu ada renovasi masjid kan material bangunan nya mengambil dari dia dulu. Setelah dana masyarakat terkumpul baru disetorkan. Selain itu dia juga jadi mandor kalo tidak salah. Jarang ada lho orang seperti dia, baik dan ramah pula."

"Wah, kalo begitu tidak jadi ah." Agus buru-buru hendak berdiri.

"Lho kok gitu. Memang ada apa sih sebenarnya, sepertinya kamu menungguku karena sepertinya ada hal penting. Tapi giliran aku jawab kok kamu malah begini." Ulama desa ini tentu saja jadi penasaran.

Agus duduk lagi tapi ia melihat kekiri kanan dulu. Satria tentu saja makin penasaran tapi ia mendiamkan saja.

Setelah memastikan bahwa tidak ada orang lewat yang akan menguping, Agus baru berkata." Aku ngomong begini ini sebenarnya ngga enak pak ustadz. Tapi terpaksa aku ngomong sih karena aku ngga terima pak ustadz dijelek-jelekkan."

"Lho. Dijelek-jelekkan siapa Gus?"

"Jadi begini pak ustadz. Semalam kan aku nongkrong di warung Bu Heni, biasa ngopi sambil ngobrol sama orang orang kampung. Sedang asyik ngobrol itu lalu pak Mahmud datang." Agus memulai dulu ceritanya.

Ustadz Satria hanya menyimak saja.

"Awalnya sih pak Mahmud ngobrol biasa, masalah tokonya yang agak sepi karena sekarang jarang yang bangun rumah, masalah sepak bola, sampai masalah virus Corona yang lagi mewabah di China. Nah, tiba-tiba pak Mahmud bicara ngomongin sampean pak ustadz."

"Ngomongin aku." Ulama desa itu kaget juga.

"Iya. Dia ngejelek-jelekin pak ustadz lho." Agus geregetan teringat semalam." Ngga tahu kenapa tiba-tiba ia ngoceh kalo ustadz Satria itu sebenarnya ngga punya ilmu apa-apa selain ngaji. Kalo bukan karena nama besar bapaknya kyai Mansyur, pasti ustadz Satria itu ngga laku."

Ustadz Satria hanya memperhatikan, belum komentar apa-apa.

"Aku juga waktu itu kaget pak ustadz. Aku pikir ini orang pasti mabok sehingga mengoceh tidak karuan seperti itu. Aku ngga tahu kenapa dia tiba-tiba ghibahin pak ustadz. Mau aku potong, rasanya kok ngga sopan soalnya dia kan usianya sepantaran bapak saya." Kata Agus.

"Lalu."

"Karena penasaran lalu aku keluar warung Bu Heni mengajak Budi. Nah, sepanjang jalan dia cerita kalo sebenarnya pak Mahmud itu sering menjelek-jelekan sampean akhir-akhir ini. Kata Budi sih, itu karena pak ustadz tidak pakai dia jadi mandor saat renovasi rumah. Jadinya dia agak jengkel." Jelas Agus panjang lebar.

Ustadz Satria bersenyum saja lalu berdiri dari duduknya." Oh begitu ya Gus. Makasih banyak ya atas informasinya."

Tentu saja Agus jadi kaget. Tadinya ia menyangka kalo ahli agama dihadapannya ini akan marah besar, minimal mengomel. Lha kok ternyata santai saja.

"Lho, pak ustadz tidak marah?" Ia jadi heran.

"Lha, kenapa harus marah." Satria bertanya balik.

"Itu pak Mahmud orangnya munafik itu. Didepan pak ustadz mah bicara baik-baik, tapi dibelakangnya malah ngejelek-jelekin. Orang macam apa itu." Agus

"Ya bagus dong kalo begitu." Dengan santai ia menjawab.

Agus tersebut bukan kepalang. Jawaban ustadz Satria betul-betul diluar dugaannya.

"Bagus dari Hongkong. Ini namanya cemen ustadz. Beraninya cuma ngomong jelek dibelakang doang."

Ustadz Satria tersenyum." Ya bagus dong. Itu artinya pak Mahmud masih segan kepadaku. Dia itukan orang yang keras. Dulu waktu pengecoran jalan ada berita dia memberikan harga lebih mahal barang materialnya. Pak Mahmud langsung marah pada petugas proyek dan baru selesai setelah aku dan pak lurah turun tangan."

"Tapi, tapi, tapikan aku ngga terima ustadz diomongin jelek seperti itu, mana didepan ku lagi." Agus masih tidak terima.

Ustadz itu menghela nafas." Gus Gus, sebabnya banyak perkara kecil menjadi besar ya karena banyak orang seperti kamu ini."

"Lho, kok begitu." Agus terkejut.

"Ya iyalah. Yang punya masalah sama pak Mahmud itu aku. Aku merasa biasa saja, tidak ada masalah. Lha kamu kok membela aku mati-matian."

Agus cuma diam.

"Kadang-kadang itu, orang suka lebih galak dalam membela orang lain, padahal orang yang dibela sebenarnya biasa saja. Nggak merasa sedang dibela. Lalu jadi perang deh. Ribut. Dari pihak sana juga gitu. Orang yang punya masalahnya udah beres, orang yang ngebela dari pihak sana merasa nggak beres. Jadi pendukung ribut ketemu sesama pendukung. Padahal yang punya masalah sebenarnya mah santai-santai saja. Contohnya ya pemilihan presiden kemarin. Para capres nya biasa saja santai, pendukungnya itu yang pada ngegas tidak terima dan akhirnya ribut sana sini."

Agus cuma garuk-garuk kepalanya, tapi dalam hatinya ia makin kagum dengan sifat pak ustadz Satria.

"Sudahlah Gus, Aku malah sebenarnya senang jadi bahan ghibah gini Gus."

"Lha, kok bisa?" Kata Agus heran.

"Iya." Ulama desa itu tersenyum."Pak Mahmud sedang mengalirkan kebaikan kepadaku. Barang siapa menjelek-jelekan saudaranya maka amal ibadahnya akan mengalir kepada orang yang tersebut. Kalo aku marah, hilang sudah ganjaran kebaikan itu, sayang sekali bukan."

"Iya sih, tapi..."

" Sudah yuk. Kalo kita ngomongin dia terus malah jadinya ghibah. Lebih baik kita ke masjid saja. Adzan Maghrib sudah berkumandang tuh." Ajak pak ustadz. Agus pun menurut, mereka berdua lantas segera menuju masjid.

TAMAT
Agus Warteg
Agus Warteg Hanya seorang blogger biasa

39 komentar untuk "Jadi bahan ghibah kok malah santai"

  1. Ihhhhh sukaaaa deh isi ceritanyaaa ❤️👍👍👍. Reminder juga ya mas, supaya inget kalo ghibahan orang itu percumaaaa . Udah capek bibir monyong2 cerita dan ngegosip, eh pahalanya buat org yg digosipin 😄😄. Setujuuuu sih. Aku juga kalo ga suka seseorang, LBH milih mending diem aja, atau block. Drpd nambah dosa 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kalo mbak Fanny suka.

      Memang sih kalo gosipin orang mah tidak akan ada habisnya dan juga percuma, mendingan diem aja atau block ya mbak.😊

      Hapus
  2. mas agus sekarang sering jadi tokoh yang diajak discuss ama yang lebih berilmu yak wekekek


    mbul pernah dijelek jelekin ga ya...

    kalau mbul dijelek jelekin orang paling bisaku cuma mewek #eh...kadang cuma bisa diem aja dalam hati, mungkin saatnya berdoa sebagai hamba yang teraniaya apalagi misalkan digibahin tak sesuai fakta. Atau dibully. Ingat banget saat sekolah dulu pernah trauma dibully fisik atau ga mau nyontekin UN huhu..tapi kadang sekarang kalau misalkan ada ga sreg ya takusahakan tanya langsung pada orangnya...wahai kenapa bisa membenciku? adakah sesuatu yang aku pernah bikin salah...jadi ga ngomong di belakang tapi langsung tanya di depan...begitu kira kira pertanyaannya jadi clear...tapi kalau misalkan dijelek jelekkan terus yawes udah nda ada urusan lagi. Yang penting kita pribadi nda pernah mengusik dan fokus pada kehidupan diri sendiri #ehhhh ini kok cerpennya sekarang rajin banget mas agus..kayaknya semangat nyerpen bulan ramadhan membuahkan ide ide segar ya. Keren...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau diomongin sama dijelek2kin jangan mewek mbul. Mending tersenyum karena amalan serta pahala yang menjelek2kin kekita akan mengalir kepada kita. Dan dosa2 kita berpindah kepada yang menjelek2kan kita.😁😁

      Makanya hidup itu berpikir yang baik2 saja serta tetap berjiwa optimis kepada siapapun.😊

      Hapus
    2. Ntar ada lagi pemeran Nita yang baik hati, rajin membantu dan juga suka makan mie pedas seblak hot jeletot.🤣

      Namanya hidup mungkin ada yang pernah ngomongin kita, sebaiknya memang bertanya langsung sama orangnya kalo ada yang kurang sreg.

      Nah betul itu kata ustadz Satria, kalo ada yang jelek jelekin kita mendingan senyum saja, bahkan kalo perlu dikasih bunga juga 😊

      Jangan lupa pot nya juga dilempari.🤣

      Hapus

  3. Tuuhh!! Dengerin gus kata pak Ustad. Nggak usah gosip2...Kecuali gosipin tentang janda sebelah.🤣🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus
  4. Bener tuh kata Pak Ustadz, nggak bagus ngegibah, apalagi ngegibah yang bukan masalah kita.

    BalasHapus
  5. yang namanya ghibah emang ga baik, bener tuh kata ustad satria, jangan cuma manas-manasin aja gus, nanti kamu kena karma :D

    BalasHapus
  6. kultur kita kayaknya, karena kita lebih percaya desas desus....

    cerpen menarik.... 👍👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya pak, apalagi kalo desas desusnya masalah pesugihan, orang langsung tertarik dan mendakwa tanpa cek dan ricek dulu.😂

      Hapus
  7. Sejujurnya nih, kalau ngomongin gibahin orang, kayaknya saya juga suka gibahin orang.
    Makanya bersyukur sekarang jarang keluar, di rumah mulu nggak ada teman bergibah hahaha.

    Btw, pengen bisa kek gitu, tetap santai biarpun digibahin.
    Meskipun saya juga mungkin akan bereaksi sama.

    Karena saya cuek aja ada orang ngomongin di belakang, asal jangan di depan saya, biar nggak kena tonjokan saya, wakakakakak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo ghibah bukan cuma di rumah sama tetangga sih, bisa juga ngomongin orang lain di internet.😂

      Betul mbak, terserah orang mau ngomong apa saja dibelakang kita, yang penting jangan depan kita, langsung dikasih bogem.🤣

      Hapus
  8. Duh ..., "Agus". Kayak pendukung tokoh politik ajah. Bela membela. He he he. . selamat pagi, Mas Agus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan bentar lagi pemilu Bu haji, jadi bahas politik.😁

      Hapus

    2. Pemilunya diundur jadi Pamali.🤣🤣🤣

      Hapus
    3. Pamalinya diundur jadi undur-undur 😅😅😅

      Hapus
  9. Jangan -jangan si Agus ini buzzer nih ngga boleh panutan dicolek langsung dah ngegas..hihihi

    BalasHapus
  10. Kalau dengar saya diomong orang, saya langsung yang sediih banget. Emosian pula. Ngomel ngomel sendiri gak jelas :)

    Saluut sama ustad satria. Sabaar gitu. Yakin banget kalau dighibahin malah jadi ladang pahala. Pasti ustad satria ini masih muda dan penuh pesona. Jadi pengen ngundang untuk ngisi pengajian emak emak desa saya .wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar Bu guru, maklum ustadz Satria sudah level atas biarpun masih muda dan ganjen, eh ganteng.🤣

      Ati-ati, ntar emak emaknya terpesona oleh ustadz Satria Al Ngududi Bu guru.😄

      Hapus
  11. mampir dong kk, baru belajar nulis cerpen. https://www.bunganwar.com/2022/07/cerpen-tragedi-di-bar-cinta-abadi.html sekalian cari teman

    BalasHapus